2. Ingin yang Pasti

671 92 23
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnya 💚

Biar aku makin semangat 💚

"Kenapa lo senyum-senyum?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa lo senyum-senyum?"

Lian merinding mendapati Mirza tiba-tiba tersenyum saat mereka sedang berjalan memasuki gedung fakultas. Lian sangat yakin di depan mereka tidak ada perempuan cantik atau kejadian lucu yang membuat terpingkal-pingkal, tetapi senyum Mirza tidak kunjung luntur dan malah makin lebar seiring langkah mereka membawa ke dalam gedung.

Lian dengan sengaja menyenggol bahu Mirza. Hanya gerakan pelanㅡbagi Lianㅡyang berhasil menyadarkan Mirza ke realitas dan spontan menatap temannya sinis.

"Apa sih nyenggol-nyenggol?" tanya Mirza tiba-tiba judes.

"Lo yang kenapa bisa senyum-senyum gitu. Gue lihatnya sampai ngeri, takut lo kenapa-napa."

Diingatkan senyumnya yang terbit dalam kesadaran, Mirza melunak. "Gue mau ketemu ayang, nih."

Lian terbelalak, ucapan Mirza yang entah benar atau tidak jelas membuat laki-laki itu tidak bisa bicara santai. "Sejak kapan lo punya ayang?"

"Sorry," Mirza mengoreksi dengan polos, "maksudnya calon ayang."

Lian makin heran lagi, sampai-sampai ingin menimpuk Mirza jika tidak menjelaskan secara rinci apa maksud ucapannya. Begitu mereka tiba di lift untuk menuju lantai enam tempat kelas pertama dilaksanakanㅡmeski mereka berbeda kelasㅡLian baru sadar siapa calon ayang yang dimaksud Mirza. Saat lift masih berjalan dari lobi menuju lantai enam, Lian membuka suaranya lagi.

"Lo beneran naksir sama Kak Erina?"

Dengan santai Mirza mengangguk, mengakui di balik senyum gembiranya bahwa yang dia rasakan pada Erina bukan main-main. Tidak ada satu kata yang terucap, tetapi senyum temannya itu sudah cukup menjawab pertanyaan Lian yang sedikit gemas pada Mirza karena menyukai Erina.

"Za, udah gue bilang jangan naksir sama yang lebih tua."

"Lo bilangnya jangan pacaran sama yang lebih tua," koreksi Mirza yang masih ingat betul perkataan Lian sebulan lalu.

"Sama aja. Soalnya kalau lo udah naksir, pasti mau pacaran, 'kan?"

Mirza mengangguk sambil memandang Lian serius. "Tapi gue juga nggak ngegas banget, Li. Gue sama Kak Erina masih masa pendekatan, jadi nggak bisa asal main ajak pacaran karena bisa aja dia nggak naksir gue. Tapi lumayan, gue udah ada usaha buat lebih deket sama Kak Erina di luar jam kuliah. Gue jadi lumayan sering ngajak dia pulang, bahkan beli buku bareng." Jeda sejenak sebab Mirza tertawa. Tidak lama, laki-laki itu melanjutkan, "Tinggal makan bareng, nih."

Lian kehabisan kata-kata hingga mulutnya bungkam saat pintu lift terbuka dan dia beriringan keluar bersama Mirza. Sebelum berpisah di koridor untuk ke kelas masing-masing, Lian menemukan kembali suaranya dan menahan Mirza agar tidak pergi menyusul calon kekasihnya.

My First and LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang