Jangan lupa vote dan komentarnya 💚
Biar aku makin semangat 💚
"Tandain yang penting aja, Za. Itu kunci ngerangkum."
Mirza yang sibuk berkutat pada buku referensi untuk tugas merangkum tidak masuk akal sebagai penambahan nilai, mendengar dengan tajam perintah Erina yang segera dia lakukan selama stabilo warna hijau masih dalam genggaman.
Namun, bukannya menandai beberapa kalimat penting yang sudah dia dapatkan di buku, Mirza justru mencoret punggung tangan Erina dengan sedikit stabilo karena ada maksud lain di dalamnya. Erina menganga kecil dan menatap Mirza tajam, pura-pura kesal atas tindakannya yang tidak terduga. Mirza yang ditatap demikian malah tersenyum tanpa merasa berdosa dan menganggap dia melakukan hal benar.
"Kan tandain yang penting."
"Bukunya, Za. Bukan aku."
"Oh." Mirza manggut-manggut. "Bilang, dong. Kan kamu jauh lebih penting."
Pipi Erina merona, tetapi segera disembunyikan sebelum Mirza jadi makin menggodanya tanpa henti dan tidak fokus mengerjakan tugas yang deadline-nya hanya seminggu. Mirza terkekeh pelan sebelum akhirnya kembali memusatkan atensi pada bukunya, lalu menandai kata yang tadi menurutnya penting dengan lebih serius.
Fyuh! Untunglah Mirza tidak bertindak jail secara terus-menerus hingga pekerjaannya jadi terabaikan.
Siang ini mereka berada di ruang kelas yang kosong setelah ditinggalkan mahasiswa karena mendapat kabar dosen tidak masuk dan hanya memberi tugas. Berkat kabar tersebut, Mirza dan Erina jadi punya jeda cukup panjang antara jam makan siang hingga jam berikutnya yang digunakan untuk sedikit bersantai, membuat mereka memutuskan untuk tidak langsung ke kantin karena pasti akan sangat padat oleh para perut lapar.
Sambil duduk berhadapan di bangku dan baris paling belakang, Erina amati Mirza yang makin serius menandai kalimat demi kalimat penting dan nanti akan diketik di Word sepulang kuliah. Tidak salah jika menyebut Mirza sebagai salah satu makhluk paling indah yang tak bosan untuk dipandang, sebab dalam kondisi serius saja Erina tidak berkedip demi merekam tiap inci wajah dan mata yang bergerak teratur memindai isi buku.
Bukan yang pertama kali bertengkarㅡdan Erina tidak mau lagi ada pertengkaranㅡtapi pasti setelah berdamai, Mirza tampak beberapa tingkat lebih menarik dari biasanya. Apakah efek rindu yang besar? Atau memang cinta membuat rupa seseorang jadi indah di mata pasangan? Entahlah, tapi yang pasti keduanya sama-sama senang bisa menikmati momen berduaan lagi tanpa gangguan banyak pihak.
"Dua malam papa aku ke luar kota, terus Mama ngajak kamu makan malam hari ini. Bisa nggak?" tanya Erina setelah Mirza selesai menandai dua bab dan menutup bukunya. "Pastinya harus dapet izin dari mama kamu juga biar enak."
Secepat kilat Mirza menjawab dengan semangat, "Bisa diatur. Aku harus nerima undangan mama mertua biar dapet restu."
Erina tergelak sambil meraih stabilo dari tangan Mirza yang kebetulan adalah miliknya. "Kamu udah dikasih restu sama Mama, Za. Tenang aja. Makanya maksa aku buat ajak kamu, soalnya Mama seneng ketemu calon mantunya yang super ganteng."
KAMU SEDANG MEMBACA
My First and Last
FanfictionBermula dari pertemuan di hari pertama semester 5, berhasil membangkitkan rasa dalam waktu yang terbilang singkat. Mirza dan Erina saling mengenal, hingga percaya diri untuk memadu kasih sebagai pasangan. Layaknya pasangan muda pada umumnya, mereka...