22. What If ...?

156 23 6
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnya 💚

Biar aku makin semangat 💚

"Padahal kalau kamu mau di rumah pacar sampai selesai dinner nggak apa-apa, lho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Padahal kalau kamu mau di rumah pacar sampai selesai dinner nggak apa-apa, lho. Mama nggak larang. Daripada sekarang senyum-senyum nggak jelas sampai Mama merinding lihatnya." 

Mirza yang ditegur ketika merapikan meja makan selagi Sonya mengeringkan piring dan gelas menggunakan lap kering, lagi-lagi menangkap basah Mirza yang sedang tersenyum sambil matanya melamun jauh memikirkan sosok di sana. Mirza yang gelagapan lantas menggeleng dan mencoba membantah tuduhan Sonya, tetapi jelas gagal karena sang mama lebih percaya dengan yang beliau lihat sejak makan malam berjalan. 

"Tadi kamu sampai nggak fokus waktu diajak ngobrol, Za. Masih mau ngelak, nih?" 

Mirza embuskan napas pelan, akhirnya mengaku kalah karena tebakan Sonya terlalu tepat sasaran. "Maaf, Ma. Aku ... nggak ada maksud apa-apa, kok." 

Sonya tertawa lepas mendengar permintaan maaf Mirza yang tidak perlu. Setelah semua peralatan makan yang kering disimpan di rak, Sonya menyahut, "Mama paham, Za. Mama juga nggak nyalahin kamu. Cuma ... sayang aja kalau harus lihat kamu masih kangen sama Erina tapi harus pulang ke sini. Badan kamu di rumah, pikirannya ke Erina terus. Untung aja tadi masih ada Johnny yang nemenin Mama. Emang ya anak muda kalau jatuh cinta suka lupa lagi di mana." 

Sonya terdengar santai, tetapi tidak menyadari perubahan ekspresi Mirza yang jadi tak nyaman ketika nama Johnny disinggung. Jika Sonya menyadari kebucinan Mirza, pasti Johnny pun tadi sama. Mirza bisa menahan malu di depan Sonya, tapi tidak di depan Johnny yang pemuda itu rasa malah akan mencari masalah dengannya. Mirza tahu dia tidak boleh berburuk sangka, tetapi jika ini soal Johnny dan perasaannya pada Erina, anak bungsu itu tidak bisa tenang. 

"Kak Johnny nggak akan rembut Erina dari kamu, Nak," ucap Sonya yang paham melihat perubahan perangai putranya. "Oke, dia suka, tapi nggak mungkin sesembrono itu untuk rebut. Jadi, Mama harap kalian nggak akan berantem karena perempuan. Lihatnya nggak enak, lho. Soalnya kalian biasa akrab, sekarang jadi banyak diam." 

Mirza tertunduk, jadi tak enak hati mendengar Sonya mengeluh. Ya, hanya karena Sonya, sedangkan Johnny masih dia anggap musuh. Sonya mendekati Mirza dan berdiri tepat di sampingnya, merangkul sang bungsu yang sedikit sulit diberi tahu melalui lisannya yang terkatup. 

Sonya paham situasi Mirza dan Johnny tidak bisa semudah itu untuk akur, tetapi beliau berharap ketegangan antara adik kakak itu bisa mereda seiring berjalannya waktuㅡyang entah kapan itu muncul. 

"Oke, Mama nggak maksa, Mama juga ngerti kamu butuh waktu. Mama bakal anggap diamnya kalian supaya nggak ada saling rebutan, tapi tetep berharap kalian bisa baikan. Mama yakin Johnny bisa ketemu perempuan lain yang bisa bikin dia lupa sama Erina. Kamu juga fokus jagain Erina tanpa lupa buat jalin ikatan yang baik sama kakak sendiri. Oke?" 

My First and LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang