30. Runtuh

226 25 8
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnya 💚

Biar aku makin semangat 💚

Darius duduk sembari bersidekap di ruang keluarga, resah karena tidak kunjung mendapat kabar dari Erina tentang keberadaannya sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darius duduk sembari bersidekap di ruang keluarga, resah karena tidak kunjung mendapat kabar dari Erina tentang keberadaannya sekarang. Terakhir Erina bilang dia baru naik kereta menuju Kampung Bandan dan itu sudah lewat beberapa jam lalu. Darius butuh kabar terkini dari putri tunggalnya karena meski sudah diberi tahu akan pulang malam, beliau tetap gelisah jika sampai hampir pukul setengah sebelas saja kaki gadis itu belum juga mendarat sempurna di rumah.

Di kamar Erina sudah ada Sabrina yang menginap dan siap jadi pendengar untuk segala cerita dari kakak sepupunya. Tak lupa dia pun akan menceritakan tentang sesi jalan-jalannya bersama Lian karena Erina sudah request juga untuk mendengarkan. Sabrina sendiri beberapa kali menghubungi Erina, tetapi nihil jawaban entah karena apa. Sabrina menebak mungkin Erina terlalu asyik pacaran sampai lupa waktu dan menghubungi orang rumah, jadi dia tenang saja yang sangat kontradiktif dengan Darius di ruang keluarga.

"Nanti dia pasti pulang, Pa."

Suara Abigail menginterupsi keresahan Darius yang kini menggigit kuku ibu jarinya. Sambil menoleh ke arah Abigail yang berdiri di belakangnya, Darius berkata, "Kamu nggak ikutan gelisah, apa? Ini anak kamu sendiri, lho."

"Dia bukan anak kecil lagi, bisa jaga diri sendiri." "Ini bukan masalah masih kecil atau udah gede, tapi ...."

Darius yang baru saja berdiri menghadap sang istri lantas hentikan tumpahan katanya begitu mendengar pintu utama dibuka dan ditutup. Tungkai pria itu segera mendekati asal suara, beban di dadanya berhasil terkuras dan berganti lega karena akhirnya yang dinanti tiba juga.

Namun, kelegaan itu hanya sesaat ketika Darius menyadari sesuatu yang salah dari wajah putrinya. Matanya merah dan dibanjiri air pada pelupuknya. Tubuh Erina jalan dengan posisi yang sedikit membungkuk, seolah ada yang menanam benda berat di sana.

Saat sepasang kaki itu berhenti tidak jauh dari Darius, sang ayah bertanya, "Kamu nggak apa-apa, Nak?"

Pertanyaan itu menjadi pemecah pertahanan Erina yang sejak tadi dibangun untuk membendung beragam rasa terpuruk. Diwakilkan oleh air mata yang sedikit demi sedikit jatuh, Erina runtuh tepat ketika Darius memeluk sang sulung untuk menenangkan hatinya yang hancur.

Suara tangis Erina berhasil menggema hingga ruang keluarga dan kamar, menarik Sabrina dan Abigail untuk tahu apa yang terjadi di tempat penyambut tamu sampai tangis itu memeriahkan malam kelabu. Darius membenamkan wajah Erina di dadanya, berusaha menenangkan meski gagal karena putrinya makin kacau.

Sabrina yang mulai menerka ada apa sampai Erina histeris, perlahan mendekat dan membantu mengelus punggung kakak sepupunya yang bergetar hebat.

Abigail hanya menjadi saksi bisu di belakang Darius, baru lagi melihat Erina menangis dan beliau tahu apa makna tangisan kali ini. Ya, patah hati. Dulu Abigail jadi saksi satu-satunya saat Erina patah hati setelah tahu Johnny dan Erika resmi menjadi sepasang kekasih. Sekarang ada orang lain yang berada di pihak Erina ketika dia patah hati.

My First and LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang