15; yeontan berulah

1.3K 202 35
                                    

Setelah Rose dan Jenan selesai melakukan kegiatan panasnya di setiap sudut ruang kerja Jenan, mereka langsung pulang ke rumah.

Saat ini masih pukul tiga sore, sungguh enak rasanya menjadi bos seperti Jenan, bisa pulang kapan saja.

Begitu masuk ke dalam mobil, Rose merebahkan kepalanya di senderan kursi, memejamkan matanya karena tiba-tiba merasa pusing. Mungkin karena belum makan siang. Sate kambing yang ia beli masih terbungkus rapi, belum tersentuh sama sekali.

"By, aku bakal mindahin Una ke kantor cabang. Jadi kamu ngga usah khawatir lagi ya," ujar Jenan di sela-sela menyetir.

Jenan melepas tangan kirinya dari stir mobil untuk menggapai tangan Rose yang berada di atas pahanya, mengisi kekosongan ruang di sela-sela jemari mereka.

Sontak Rose langsung membuka matanya dan menoleh keheranan ke arah Jenan yang fokus melihat ke depan, "beneran?"

Jenan mengangguk sembari tersenyum.

"Kamu ngga bakal nyesel ngelepas karyawan terbaik kamu itu?" tanya Rose dengan menarik sudut bibir kirinya sembari menoleh ke arah Jenan.

Jenan menggeleng, "aku lebih nyesel kalo kehilangan kepercayaan kamu ke aku, sayang."

"Sebenernya bukan karena aku ngga percaya kamu, tapi lebih ngerasa was-was aja, takut dia—" lagi dan lagi, belum selesai Rose selesai berbicara, Jenan kembali memotongnya.

"Aku ngerti kok, kamu takut dia nekat ngelakuin hal-hal gila kayak Juwita 'kan?" Jenan terus menggenggam tangan Rose yang sedingin es, ia berusaha menghangatkannya.

"Lagipula emang harusnya udah dari dulu sih aku ngerotasi Una, penampilannya bikin aku ngga nyaman," lanjut Jenan dengan bergidik geli.

Rose terkekeh, "masa sih ngga nyaman? Bukannya harusnya seger ya kerja sambil ngeliat pemandangan kayak gitu? Kamu normal 'kan?"

"Sayang, jangan memancing keributan dong, aku lagi ngga mau berantem sama kamu nihh!" seru Jenan sembari melepaskan kedua tangannya dari stir mobil. Mereka sedang menunggu lampu merah.

Jenan mendekatkan tubuhnya ke arah Rose dan mengecup basah pipi sang istri lalu mulai menggelitik perut Rose.

"Ampun woi! Ampun udahan!" Teriak Rose kegelian yang dibarengi dengan tawa cekikikan.

"Janji dulu jangan bahas Una lagi," desak Jenan yang semakin menambah kekuatan gelitikannya di leher dan perut Rose.

Rose menggeliat sembari berteriak minta ampun. Ia memang tidak kuat untuk digelitiki di bagian perut dan lehernya.

"Iyaaa! Iyaa!! Aku janjiii!!"

Begitu Jenan puas menggelitik Rose, ia langsung tersenyum senang. Kembali berfokus ke jalanan. Rose pun sedang mengatur napasnya yang masih terengah-engah.

Mereka kembali melanjutkan obrolan panjang lebar, hingga tidak terasa bahwa tiba-tiba sudah sampai di depan rumah.

Dari dalam mobil Rose melihat Alvendra sedang berjalan sembari dituntun oleh Sari di pekarangan rumah mereka yang dipenuhi oleh rumput hijau.

Begitu melihat sang ibunda turun dari mobil,  Alvendra yang semula dituntun oleh Sari langsung berjalan dengan gancangnya untuk menghampiri Rose yang dibarengi dengan gelak tawa.

"dongg...bu..bu..dongg.."  Alvendra menaikkan kedua tangannya dan mengarahkannya kepada sang ibunda.

Rose pun langsung mengangkat Alvendra ke atas langit dan menurunkannya kebawah secara berulang, membuat sang buah hatinya tertawa riang.

Kemudian Rose menggendong buah hatinya untuk masuk ke dalam rumah. Alvendra menggapai dada sang ibunda yang kencang dan memadat karena siang ini ASI-nya belum diperah.

Keluarga Jenandra | RosekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang