QUARANTE NEUF

1.8K 286 42
                                    






───graveyard of stars.












Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











AKU terbangun ketika mendengar ketukan di pintu. Tak terasa aku tertidur di sofa. Aku merasa wajahku bengkak dan kepalaku berdenyut-denyut. Pintu masih diketuk saat aku mencoba memulihkan kesadaranku.

Kaki melangkah gontai, mengintip dengan mata menyipit dari jendela siapa yang datang kali ini.

Sirius Black.

Lantas aku tak membuat Sirius menunggu lama. Saat ku membuka pintu, aku ragu apakah Sirius telah mengetahui keadaan adiknya atau belum, jadi kami hanya saling diam.

Tangan Sirius terkepal, dadanya naik turun, dan wajahnya tertutupi oleh rambutnya yang panjang karena ia menunduk terlalu dalam.

"Sirius, masuklah," undangku, "Nanti kau kedinginan."

Aku menyentuh pundak Sirius dan menggandengnya untuk masuk rumah.

"Fleurine maafkan aku," gumam Sirius.

"Ada apa?" tanyaku.

Kecemasanku menguar kembali. Jangan Sirius Black kali ini. Apa ia belum mengetahui soal Regulus? Ataukah Sirius ada dalam masalah karena Regulus?

"Regulus sudah tiada." Suara Sirius pecah. Rasanya aku ikut runtuh bersamanya. "Maafkan aku. Maaf aku tak bisa menemukannya. Maafkan aku."

"Oh, Sirius...," tuturku sepelan dan selembut mungkin. Pria ini sedang rapuh. "Ini bukan salahmu. Tidak apa-apa."

"Tidak apa-apa katamu?" tanya Sirius tersinggung. Ia melihatku dengan mata melotot seolah ucapanku adalah dosa besar. "Adikku tiada! Adikku tiada dan aku tak tahu penyebabnya! Sialnya aku tidak tahu di mana jasadnya! Semua itu salahku! Jika aku tidak meninggalkannya semuanya tidak akan seperti ini! Kau tidak akan tahu soal itu!"

Aku memundurkan diri dari Sirius tiap kali ia menyentak. Aku sedikit takut dengan teriakkannya walau ini bukan kali pertama ia membentakku. Sirius sedang berkabung dan aku mengucapkan kata yang salah.

"Aku tahu, Sirius," kataku pelan.

Sirius mengangkat wajahnya. Kini bisa kulihat air mata menggenang di mata abu-abunya yang indah.

"Aku tahu perasaanmu saat ini. Rasanya masih sangat jel—"

Ucapanku terpotong oleh Sirius yang mendekapku erat. Aku langsung balas memeluknya, mengusap punggungnya teratur. Sirius terisak di pundakku. Ia mengucapkan kata maaf berulang kali sampai seperti sebuah mantera.

"Aku juga minta maaf," bisikku.

Kami berdiri cukup lama. Saling berpegangan pada satu sama lain, saling menenangkan. Meski air mataku berdessakkan keluar, aku mencoba tidak menangis demi Sirius. Ia bergetar dalam pelukanku, isakkannya terdengar begitu rapuh. Penyesalan Sirius lebih besar dariku, ia butuh ketenangan lebih daripada aku.

[✓] 𝐓𝐎 𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐂𝐎𝐍𝐒𝐓𝐄𝐋𝐋𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍 𝐀𝐍𝐃 𝐁𝐀𝐂𝐊 | Regulus BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang