QUARANTE QUATRE

1.8K 340 104
                                    









━━━sorry and thank you.













Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













REGULUS dan aku duduk canggung ditemani dengan sekotak cokelat di atas meja serta buket kembang yang dibawanya. Sudah lima menit lebih kami tak berbagi aksara barang menanyakan kabar. Sesekali aku melirik Regulus dan mengalihkan pandangan ketika ia memergokiku, begitupun sebaliknya.

Aku menatap tanganku yang tertaut tak nyaman di pangkuan. Apa yang sepatutnya kulakukan saat ada Regulus di sini? Bahwa salah satu kerabat dari teman kekasihku membunuh kedua orang tuaku. Aku tak bisa menyalahkan Regulus Black, namun perasaanku ingin. Semua keraguanku akan hubungan Pelahap Maut dan dirinya menjadi semakin kuat. Mungkin kawan-kawanku selama ini benar.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Regulus, suaranya sempat pecah. Ia berdeham setelahnya.

"Membaik," kataku.

Regulus tak memindahkan atensinya kemanapun, hanya padaku. Tangannya bergerak was-was, seolah dilema ingin menyentuhku atau diam.

"Aku membawakan cokelat untuk Ayahmu, dan bunga untuk Ibumu," tuturnya. Sepertinya Regulus tidak tahu hendak mengatakan apa, namun ia tahu betul apa yang ia lakukan.

"Terimakasih banyak," aku mengapresiasi dan begitu kagum akan pilihannya.

"Akan lebih baik jika cokelat dan bunga ini kuantarkan langsung pada beliau."

Aku mendongak untuk menatap mata tulus Regulus Black. Terdapat rasa yang sama sepertiku di sana. Sakit dan awas. Aku memperkirakan masa depan di lautan hitam itu. Kami mendapat sinyal satu sama lain, namun tak terkoneksi.

"Ku rasa begitu," lirihku. Aku berdiri. "Aku akan pamit pada Bibi Sofie terlebih dahulu."

Regulus mengangguk pelan.

Aku berjalan menuju halaman belakang. Kakiku terhenti sebelum membuka pintu kacanya. Aku melihat pemandangan tumbuhan segar milik Ibu, serta Bibi Sofie yang bersenandung "Non, Je Ne Regrette Rien" dari Édith Piaf sembari menyiram bunga. Pemandangan itu benar-benar identik dengan ibu. Dengan dorongan diri, aku membuka pintu. Melihat tanganku yang bergetar bahkan sebelum menyentuh kenop, membuatku merasa menyedihkan.

Aku tidak bisa melakukan ini.

"Ah! Fleurine!" Sayup-sayup terdengar suara pekikan Bibi Sofie yang sirat khawatir.

Aku menarik tanganku secepat kilat dari gagang pintu seolah tersetrum. Merasa lega tak harus menginjakkan kaki di taman Ibu, tempat favoritnya, karena aku tidak akan tahan dengan semua kenangan yang terkubur di sana bersama dengan akar tumbuhan Ibu yang elok. Aku belum sepenuhnya siap. Fleurine yang penakut tidak akan pernah hilang.

[✓] 𝐓𝐎 𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐂𝐎𝐍𝐒𝐓𝐄𝐋𝐋𝐀𝐓𝐈𝐎𝐍 𝐀𝐍𝐃 𝐁𝐀𝐂𝐊 | Regulus BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang