Zaki membuka pintu mobilnya dan menaruh koper coklat tua di kursi belakang. Dia mengikuti perintah Bunda untuk mengungsi sementara kesana karena melihat kondisi istrinya. Zaki tidak bisa menolak karena keselamatan istrinya saat ini lebih penting.
Dia menatap rumah barunya sedih. Ini hanya sementara bisiknya, semoga segera ia kembali tinggal disini. Ya, Zaki yakin semuanya akan lekas berlalu.
Ketika mobilnya baru saja berbelok ke arah kanan, ponsel selularnya berbunyi dan membuat ia terpaksa menoleh ke arah dashboard mobil.
Abud!
Zaki langsung mendecih kasar dan mengabaikan panggilan ponsel itu. Sumpah dia gedeg banget berhubungan dengan cowok satu itu. Ngapain lagi dia?
Dering ponsel itu terus saja menggema memenuhi isi mobil Zaki saat ini. Tapi ia tidak peduli, telfon sampah ngapain dia angkat?
Ngomong-ngomong dia sudah menghubungi Si Paundra untuk mengecek siapa itu Darmawan Saputra alias Iwan. Berani-beraninya dia bermain api dengan Zaki seperti ini. Belum tahu dia kalau selain programmer, Zaki adalah seorang hacker?
Dalam lima menit saja, sistem yang dia banggakan bakalan rusak total tanpa bisa dibetulkan lagi. Bakalan mampus selamanya kalau dia tidak kembali menekan tombol undo. Siap-siap aja loe Bangsul!
Zaki mengendarai mobilnya cepat. Tak sabar rasanya menemui si Paupau dan menyusun pembalasan sempurna untuk semua keegoisannya. Loe jual, gw borong!
Sampai ketika sebuah perempatan lampu merah yang cukup ramai, Zaki tidak menyadari ketika ada sebuah truck cukup besar seperti tengah mengincar mendekati posisinya.
Belum sempat Zaki menekan gas tanda lampu merah sudah hijau, sekonyong-konyong mobilnya bergetar hebat. Membuat tubuhnya terdorong amat kuat walaupun dirinya menggunakan seat belt.
"Aaaggrrhhhh....."
🍃🍃🍃
Jamilah gelisah. Dari tadi ia tak bisa menghubungi suaminya yang sudah pergi beberapa jam lalu. Dia kemana sih? Kenapa gak angkat telfonnya? Gak balas pesannya juga?
Haish, ia cemas gak karuan dibuatnya.
Belum lagi ponselnya yang dibombardir pesan yang tak mengenakkan seperti ancaman-ancaman. Duh, ia harus gimana ini?
Lapor Bunda? Jangan. Milah mau bicara dengan Andra dulu sebagai suaminya. Kuatir bunda mertuanya itu makin panik dan nyerocos khas ibu-ibu.
Bibir Milah tak henti-hentinya mengucap istighfar agar ia bisa tenang menghadapi semuanya. Ia punya Tuhan. Dan yakin semuanya akan berjalan baik-baik saja. Suaminya akan selalu dalam pertolongan Yang Maha Kuasa.
Terdengar suara kamar diketuk dan meminta izin untuk masuk. Milah bergegas menuju pintu kamar dan melihat Zia membukanya. Dia membawakan beberapa kotak snack besar untuknya.
"Kakaak, aku tadi beli ini nih. Buat cemilan kaka dikamar mayan kak enak.. eh kaka lagi apa?"
Milah tersenyum dan mengangguk kecil ke arah adik iparnya itu.
"Masuk yuk, kaka lagi tungguin abang nih belum pulang juga.."
"Ah kak Zaki mah gitu kak, kalau keluar suka lupa ngabarin. Ke bawah aja yuk nonton drama korea bareng bunda. Aku kadang bosen nemenin Bunda, doyannya nonton korea aja.. yuk kak.."
Milah berpikir sejenak lalu apa salahnya mengikuti ajakan adiknya itu?
"Bentar kaka ambil ponsel dulu sama kerudung.."
Zia mengangguk lalu menunggu Milah masuk kembali membawa keperluannya.
Milah meraih ponselnya dan melihat status pesan yang tampak berkedip-kedip tanda ada pesan baru. Ah paling orang gila itu kirim pesan penuh ancaman lagi. Abaikan saja lah. Huh!
Gegas Jamilah menghampiri Zia kembali lalu ikut turun ke area ruang keluarga di bawah sana. Barangkali dengan mengikuti Zia, kegalauannya akan sedikit mereda sambil setia menunggu suaminya pulang.
"Tuh Kak, lihat Bunda. Kerjaannya gitu tuh. Kalau gak mewek, cekikikan gak jelas depan tv. Hihiii
.."Zia membisikinya kalimat yang membuat Milah sedikit terhibur. Disana, disofa keluarga yang luas dengan tontonan tv layar super besar, terlihat Bunda mertuanya tengah terisak sedih dengan tissue ditangannya. Ya ampun, segitunya?
"Elah Bun, nangis mulu. Bentar lagi ngakak deh bikin Zia takut. Udahan ngapa nangisnya. Ada kak Milah lho ini.. cengeng beut ini nenek-nenek.. hehee.."
Qory menoleh ke arah Zia lalu menantunya Jamilah. Seringai lebar langsung terlihat setelahnya.
"Hehe, sini sayang. Bunda lagi seru nonton legend of blue sea. Kasian kan pisah-pisah lagi mereka itu padahal saling sayang. Lee min ho pan ganteng yaak.. Hehee.."
Zia terbahak lalu mengajak Milah duduk disamping Qorina. Adik iparnya itu lalu meraih bahu mertuanya dan menepuknya pelan.
"Alaah.. apa aja Bunda sih doyan nangis. Di bentak ayah aja nangis trus ngambek. Wkwkwkwk"
Qory ikutan terbahak dengan kalimat anak bungsunya itu. Sudah biasa memang keluarga mereka suka ledek-ledekan begini.
"Kamu nanti cari suami orang Korea soleh ya dek, biar Bunda bisa sering-sering maen kesana. Kali ketemu artis-artis korea yang ganteng idola bunda. Asik kan bisa foto bareng trus dicetak gede dipajang dikamar. Hihiii..."
Zia tergelak kencang dengan ulah ibunya itu. Bener-bener maniak korea itu emak-emak. Padahal Ayahnya gak suka tapi lagi-lagi Bunda iseng mengerjai laki-laki super posesif itu.
Baru saja Milah ikut menonton bareng mertuanya ketika terdengar bel rumah berdentang beberapa kali.
"Biar aku aja Bun.." seru Zia dan langsung menyambar krudung instan dari sofa. Ia bergegas menuju pintu depan dimana bel tadi berbunyi.
Tapi selang beberapa menit kemudian, terdengar teriakan histeris Zia membuat Qori dan Jamilah terpekik kaget.
"Bundaaaa...... kaka buun..."
🍃🍃🍃
Nah loohh.. apaan tuh?
Hai, sehat2 ya kelean semua.
Stay safe jugaJumuah Mubarak
🥰😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong I'm in Love
ChickLitKisah kehidupan Jamilah ketika memutuskan tinggal bersama Engkongnya di Kampung Daun. Sanggupkah ia menghadapi ledekan dan cibiran kesendiriannya di kampung padat penduduk itu? Ditambah lagi kelakuan absurd tetangga sebelahnya seorang brondong tengi...