19. Another Story

2.6K 307 3
                                    

Maaf banget ya baru update huhu.
Happy reading ❤

Yuk follow IG aku @ pinkipunghen, supaya bisa dapat spoiler kisah Rend dan Treya hihi ❤

"Aku baru tahu kalau Treya kerja satu kantor sama kamu, Bee."

Begitu menutup pintu toilet, gerakan tangan Glasya yang tengah mengeringkan rambut dengan handuk berhenti, pelan-pelan kepalanya menoleh ke belakang. Pada Jenandra yang baru saja mematikan televisi. Keduanya saling berpandangan dalam diam. Sama-sama menunggu setiap kebingungan satu sama lain terjawab.

"Oh, dari siapa?" Akhirnya Glasya yang lebih dulu bersuara lagi.

"Tadi sore ketemu di lobi," santai Jenandra serupa bertemu teman lama.

Glasya hanya manggut-manggut, tadinya dia hendak menghampiri Jenandra kalau saja obrolan pembuka bukan Treya, karena itu kakinya beralih melangkah mendekati meja makan untuk menuang segelas air mineral.

"Tumben kamu nggak cerita soal ini, Bee?"

Glasya tidak dungu untuk mengartikan pertanyaan Jenandra perihal alasan Glasya tidak bercerita pada kekasihnya mengenai Treya yang bekerja satu kantor dengannnya.

"Buat apa?" Glasya menoleh. Sebab sejak awal dia juga tidak tahu kalau Treya bekerja di sana.

Lalu kepalanya manggut-manggut seakan paham. "Masih tertarik sama mantan?" sindirnya.

Desahan Jenandra lolos. Bagaimana bisa isi kepala Glasya hanya penuh kecurigaan saja?

"Bukan begitu. Aku pikir ... kamu selalu bercerita apa pun sama aku Bee, termasuk kantor baru kamu, aku kira nggak ada satu pun yang terlewatkan."

Tawa Glasya meletup. "Ternyata ada?"

Iya. Ada.

Sambil bersedekap, pinggang Glasya bersandar pada ujung meja. "Kita sepakat buat nggak pernah mengangkat Treya dalam obrolan, kan? Dan aku sedang melakukan itu. Salah?"

Kontan saja Jenandra membisu. Bagai tersiram air es, tubuhnya membeku. Tidak ada yang salah dengan itu, Jenandra ingat kalau mereka memang sepakat tidak menyelipkan Treya dalam obrolan keduanya. Namun, itu sudah menahun lamanya, Jenandra pikir, sekarang adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki semuanya. Sayangnya bibirnya masih kelu, ingat pasti dia salah satu yang menyakiti hati cewek tersebut.

"Lagipula apa yang mau diceritakan dari Treya? Dia baik-baik aja. Sehat. Punya pacar. Kecuali kalau kamu emang kepo banget sama dia, sih," imbuh Glasya.

"Sy," mohon Jenandra supaya kekasihnya tidak memulai obrolan penuh pertengkaran.

"Kenapa?" Glasya hanya mencoba mengungkapkan kalau dia tidak senang Jenandra mengangkat obrolan tentang Treya.

"Kamu benci sama Treya?"

"Kamu tahu jawabnnya." Glasya berbalik untuk mendekati kulkas, seingatnya dia punya cokelat dingin yang mampu membantu kerja pikirannya lebih jernih.

"Aku pikir sejak kita bertemu Treya di kondangan. I mean, mungkin kita ditakdirkan buat saling berhubungan baik atau-"

"Kamu amnesia ya, Mas?" potong Glasya. Dengan posisi berjongkok di depan kulkas, dia menoleh pada Jenandra.

"What?" bingung Jenandra.

"Di mata Treya kita ini pengkhianatan. Di mata dia ... kita ini nggak ada bagusnya. Berhubungan baik?"

Decakan Glasya lolos. "Yang benar saja." Dia ambil cokelat dinginnya lalu duduk pada stool.

"Kenapa enggak?"

"Kamu mau berhubungan baik sama dia? Memang dia mau? Nggak, kan?" ocehan Glasya bak kereta.

Kedua bahu Jenandra luruh. Kekasihnya benar. Tidak sulit membaca setiap gestur tidak nyaman Treya begitu tahu Jenandra ada di sekitarnya. Cara Treya menatapnya sebuas singa. Jenandra hanya pura-pura menjadi orang bodoh. Menganggap semua akan membaik dengan kembali menjalin hubungan baik.

"Jangan bercanda deh, Mas. Hidup dia bukan lagi urusan kamu," kata Glasya sambil lalu.

Di tempatnya Jenandra terdiam sebentar. "Kalau denganmu?" Yang keluar dari mulutnya.

Salah satu alis Glasya menukik.

"Kalian kerja di tempat yang sama, kan? Mustahil kalau nggak ngobrol."

"Kami bahkan kompak jadi presenter bareng," bangga Glasya tapi nadanya tajam.

"Kok aku nggak tahu?"

"Baru rilis lusa," kata Glasya santai sambil mengikat handuk supaya melingkar pada kepalanya.

Ah, ternyata.

"Kenapa diam? Pengin lihat?" seringai Glasya.

Jenandra hanya diam, lalu mengangkat kedua bahunya. "Aku biasa lihat kamu." Dan dia berdiri untuk mendekati Glasya.

"Tapi Sy, aku serius." Jenandra sudah berdiri tepat di depan Glasya.

"Soal?"

"Aku merasa kita memang ditakdirkan buat menyelesaikan masalah dengan Treya."

Dulu, mungkin Jenandra penuh rasa egois, semakin dewasa dia sadar kalau menuai luka pada orang lain sama saja membunuh tanpa senjata.

Lagi-lagi tawa Glasya mengudara. "Jangan bercanda deh. Udah ah."

Glasya hendak beranjak saat Jenandra menyekal lengannya. "Kamu nggak merasa bersalah?" tembak Jenandra.

Glasya terdiam sejenak. Pertanyaan macam apa barusan?

Dengan mengangkat dagu tinggi-tinggi, dia balas, "Buat apa aku harus merasa bersalah? Aku sudah mengorbankan banyak hal selama bersama dia, wajar kalau sekarang aku nggak merasa bersalah."

"Tapi, Sy-"

"Balik, Mas," potong Glasya tenang. Dia menunjuk pintu apartemennya. "Pulang, Tiba-tiba aku ngantuk. Mau tidur," katanya sebelum berlalu.

"Sy," panggil Jenandra lemah.

"Kita ketemu lagi jam tujuh pagi."

"Aku belum selesai bicara."

Sebelum membuka pintu kamar, Glasya menoleh. "Tapi aku sudah selesai," tegasnya sebelum benar-benar masuk kamar, lantas menguncinya.

Tidak lama, tubuh Glasya merosot. Bersandar pada pintu kamar. Matanya menatap kosong gemerlap melalui jendela besar di depannya. Sebelum berkilat saat kembali mengingat kalau usai menahun lamanya, Treya benar-benar kembali hadir di hidupnya.

Tawanya meletup ringan. "Kamu pasti satu-satunya yang mengira kalau hidup nggak adil kan, Ya?"

Glasya manggut-nanggut. "Bagusnya memang begitu," pungkasnya sebelum berdiri lalu mematikan lampu kamar. Tanpa peduli Jenandra benar-benar sudah pulang atau belum.[]

Fauxbae'ing | TAMAT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang