Pagi cerah menghiasi suasana sekolah yang begitu ramai. Tahun Ajaran Baru membuat seluruh murid begitu bersemangat untuk memulai hari mereka di SMA.
Juan Hardika, laki-laki tinggi berambut cokelat pirang, tampak santai melewati pekarangan sekolah yang begitu padat saat ini.
Hari Orientasi Siswa sedikit membuat dirinya malas berada di kerumunan.
Dengan langkah cepat Juan menuju lapangan ketika Kepala Sekolah menginstruksi murid agar berkumpul.
Kepala Sekolah memberi aba-aba untuk berdoa terlebih dahulu, sebagian murid langsung menundukkan pandangan mereka.
Namun perhatian Juan teralihkan oleh suara satu gantungan kunci yang terayun di ransel seseorang, di barisan depan.
"Dih curut gue punya kembaran nih." gumamnya
"Kok ijo dia pekat banget gitu ya kaya es dawet?" gumamnya lagi memerhatikan gantungan tersebut
Juan penasaran, karena karakter hewan dalam gantungan ransel milik orang dihadapannya mirip dengan gantungan kunci yang Juan miliki.
"Pssttt, psttt" kode Juan mengarah ke seorang gadis di depan.
Gadis itu tetap tidak meladeni.
"Pssstt, pssttt. Bedanya kodok sama katak apa?"
Alis Juan terangkat sebelah.
Gadis itu menoleh dan menatap Juan aneh.
Namun saat Ia sadar Juan memegang gantungan kunci yang mirip, gadis itu bersuara."Eh?"
"Ini...kodok.." gadis itu menatap gantungan di ranselnya
"Itu..."
"...itu juga kodok bego." Lanjutnya lagi dengan picingan mata yang tajam
Juan tak mau kalah dengan tatapan gadis itu. Ia tak terima dengan jawaban yang didapat.
"Lu bukan dari kota ini ya?" tanya Juan tiba-tiba
Pandangan gadis itu masih menghadap ke Kepala Sekolah yang tengah memberikan wejangan bagi seluruh murid di Tahun Ajaran Baru.
"Woi hati-hati lu sekolah di kota ini, anak-anaknya sadis mulutnya pedes." sambungnya lagi
"Buset ni cewe diingetin cuek banget, gapunya temen lu ntar."
Juan mengernyitkan dahi karena tidak ada respon dari gadis itu. Padahal Ia berusaha mengingatkan yang baik-baik, terutama sesama murid baru di sekolah.
"Mungkin itu saja yang bisa Bapak sampaikan. Bapak harap anak-anak sekalian dapat menjalani hari-hari dengan menyenangkan di sekolah. Semangat belajar dan berikan yang terbaik."
Penutupan dari Kepala Sekolah mengakhiri sesi berkumpul di lapangan hari ini. Siswa siswi bubar dari barisan menuju papan pengumuman.
Terlihat dari kejauhan gadis gantungan kodok itu berjalan sendirian dan tampak kebingungan.
"Beneran gue gakenal siapapun di sini.." ucap gadis itu saat namanya tertera di salah satu kelompok untuk kegiatan orientasi lanjutan esok hari.
Terdengar seorang laki-laki dalam kerumunan dengan suara lantang.
"Kelompok 3..Woi Gip! Ghiffar!" panggil Juan ke satu temannya berada jauh dari kerumunan.
Namun saat Juan mengalihkan pandangan ke belakang kerumunan untuk memanggil Ghiffar sang teman, Ia tak sengaja bertatapan dengan gadis tadi.
"Eh" Juan kaget
Gadis itu hanya menatap diam.
"Si curut ijo" ucapnya lagi
Gadis itu tetap diam dan mengalihkan perhatiannya menatap sekitar.
"Lu kelompok berapa?" tanya Juan tanpa basa-basi
"Tiga." jawab gadis itu singkat
"Heh? Kebetulan sama dong. Yaudah lu gabung sama kita aja, gue juga di kelompok 3." tawarnya
Tak lama mereka berbincang, Ghiffar akhirnya datang menghampiri disaat kerumunan siswa sudah bubar.
"Sorrry sorry tadi ketemu temen SD kita tuh Ju. Diem dieman aje anaknya ga ngabarin kalo satu sekolahan sama kita" ucap Ghiffar
"Siapa?" tanya Juan
"Si Randy, tetangga lu kan?"
"Anjir mana tuh si tengil?! Katanya masuk sekolah swasta kok tiba-tiba jadi pindahan ke sini?! Ga ngasih tau gue lagi" Juan kesal
Mereka lupa kalo masih ada seseorang yang berdiam diri dari tadi diantara mereka.
"Udah dapet cewe aja lu baru masuk sekolah." sindir Ghiffar enteng
Juan hanya memutar bola mata malas.
Kini perhatian mereka tertuju pada gadis itu."Dia sekelompok sama kita besok. Kebetulan tadi gue nanya."
"Nama lu?" tanyanya
"Viona." jawab gadis itu singkat dan dibalas anggukan oleh kedua laki-laki di hadapannya.
****
Teenage Juan.. 🥺
*****
Semoga betah ngikutin cerita nya!😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, JH.
FanfictionJuan Hardika, membuat orang yang paling berarti dalam hidupnya harus menunggu untuk mendapatkan sebuah jawaban. Namun laki-laki itu tetap diam tanpa suara sepatah katapun, dalam sebuah penantian yang begitu panjang. Haruskah mereka mengandalkan tak...