| 20

48 9 0
                                    

Desember, Winter 2015

Memasuki tahun ketiga, tak terasa di penghujung semester, tahun depan sekolah akan berakhir bagi Juan dan kawan-kawan.

Tingkat akhir hanya tersisa beberapa bulan lagi. Seluruh murid sibuk mempersiapkan diri untuk ujian kenaikan kelas, ujian kelulusan, ujian masuk perguruan tinggi atau bahkan ujian masuk pendidikan tertentu.

Randy dan Juan tengah asik menikmati permen lolipop seraya duduk di salah satu tangga lapangan basket.

"Ran, lu kalo lulus nyambung kemana?" Juan menopang badan dengan kedua tangan

"Kuliah palingan. Gue pengen jadi engineer, biar bisa bangun gedung-gedung kokoh." balasnya terkekeh

"Kuliah..hmm. Kalo gue ga cedera waktu itu, gue bisa aja lanjut sekolah atlit kali ya?" Juan menghela nafas

Randy memerhatikan temannya itu penuh perhatian. Memang salah satu impian Juan sejak kecil adalah menjadi atlit, dan Randy tau betul itu.

"Ya lu gabisa nyalahin apa-apa karena itu juga musibah. Mungkin masa depan lu emang bukan disitu."

"Lu fokus yang bisa lu gapai dari sekarang, usaha ga boleh setengah-setengah, Ju."

Juan tiba-tiba tersigap mendengar ucapan Randy. Apalagi mereka akan segera lulus, paling tidak keputusan yang di ambil harus dipikirkan baik-baik.

"Mending lu lanjutin aja nekunin minat lu di bagian permesinan, siapa tau lu bisa jadi engineer hebat kaya Pak B.J. Habibie." Randy terkekeh dalam saran itu namun Ia mendukung penuh Juan.

Sejak sekolah tingkat menengah, Juan banyak membaca mengenai rangkaian mesin dan fungsinya pada teknologi canggih. Juan bahkan memiliki ensiklopedia lengkap mengenai minatnya itu.

"Iya ya haha tapi itu tuh juga butuh skill ngegambar yang teliti. Boro-boro begitu, gue nyatet aja suka kaya benang kusut."

"Semuanya bisa di pelajari kali." balas Randy enteng

Mereka kembali larut dalam keheningan dari obrolan itu. Perhatian Randy teralihkan saat melihat Ghiffar sedang membantu Mila membawakan tumpukan berkas ke ruangan OSIS dari kejauhan.

"Menurut lu mereka jadi gak ya?"

Juan ikut memerhatikan arah pandang Randy.

"Jadi sih, kalo Mila harus nyingkirin kewarasannya buat Agip." jawabnya membuat mereka berdua cekikikan, Randy menggelengkan kepala di balik kekehan mereka.

"But it's already a one sided-love.." Raut wajah Randy berubah menjadi prihatin

"Seems so..Lagian Mila juga galak banget serius, gue bisa budeg kalo diteriakin ama dia mulu."

Randy mengalihkan pandangan menatap Juan. Laki-laki itu menaikkan kedua alis.

"Gimana kalo ternyata dia sukanya sama lu?" tanya Randy tanpa basa-basi

Juan hampir tersedak permen yang kini dikunyah.

"Ngaco. Dia sering aniaya gue begitu darimananya suka? Behhh itu cewe sangarnya tiada dua tau lu." balasnya

"Ju, lu pinter. Tapi kalo masalah ginian kok otak lu kempes sih." Randy mulai kesal

"Gue tuh merhatiin semuanya, gimana Agip ke Mila, tapi perhatian Mila fokus ke lu."

"Hah?"

"Hadeh, gue lebih peka dari kalian semua ya. Emangnya elu, pekak!"

Juan malah menoyor kepala Randy. Tak terima dengan serangan kalimat itu. "Kurang kerjaan banget kalo dia naksir gue. Naksir lu kali? Makanya salting mulu kalo ada lu."

Sincerely, JH.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang