Juan belum siuman pasca operasi tadi malam. Ia masih berada diruang pemulihan hingga saat ini. Rasanya dejavu, melihat Juan dengan segala alat bantu pernafasan itu membuat dada sang Ibunda rasanya sesak.
"Ju.. cepet sembuh ya Nak.."
Tak lama dari suara itu menyadarkan Juan dari tidur panjangnya. Juan membuka mata perlahan mencoba memfokuskan pandangan. Suara parau terdengar di balik selang oksigen "Bunda.."
Berkali-kali Juan mengedipkan mata dan berusaha untuk mengatur nafas dan suaranya. "Viona?"
***
06.30 am
Agip
Vi, bisa ke rumah sakit sekarang?06.55 am
Agip is calling..Viona semakin terburu-buru turun dari mobil saat mendengar ponselnya berdering. Dalam langkah cepat wanita itu mengitari lobby rumah sakit dan menuju ruang rawat Juan.
"Duh siapa sih masih pagi" tak memfokuskan perhatian pada bunyi ponsel, Viona mengernyit melirik kesana kemari menyadari Juan tidak ada di ruangan. Khawatir akan terjadi sesuatu ia menyadari panggilan ponsel tadi.
"Agip.."
"Angkat!" Ketusnya sendiri
"Halo? Gip, Juan dimana?!"
Cukup panik raut Wajah Viona saat ini hingga ia berlari menuju ruang pemulihan seperti yang Ghiffar sampaikan di panggilan telfon mereka. Saat tiba di depan ruangan, Viona sedikit ragu untuk masuk. Mentalnya belum cukup siap melihat Juan dengan keadaan seperti ini lagi.
"Ju.." Viona langsung lemas melihat keadaan Juan. Tak terdengar suara balasan dari siapapun di ruangan. Orangtua Juan serta Ghiffar membiarkan mereka berdua lalu meninggalkan ruangan.
"Lo jahat tau gak?" Suara Viona bergetar. Terdengar marah, kecewa dan sedih bersamaan di balik air mata yang kini berusaha ia tahan.
"Sini, duduk deketan.."
"Lo tuh gapernah berubah. Selalu bikin khawatir"
"Sini.. suara gue gabisa kenceng-kenceng, Na."
Viona duduk di kursi sebelah ranjang. Juan meraih tangan Viona dengan genggaman lemah, namun tak terlepas.
"Ju, jangan sakit lagi. Gue mohon banget.."
Juan terkekeh halus dibalik alat bantu pernapasan itu."Gue udah mendingan, ini aja nih bikin gue engap"
"Masih sakit?"
"Sakit atau engga, kalo ada lo gue mah kuat"
"Juan, gue serius."
Juan terus terkekeh lembut dalam tatapan Viona yang tajam. Wanita itu masih merutuki Juan habis-habisan dan kecewa dengan dirinya sendiri karena tidak menuruti keinginan Juan untuk menemaninya seharian kemarin.
"Maafin gue, kalo gue gapernah bisa kasih kejelasan." Juan memandang langit-langit ruangan
"Saat lo bilang gue harus dengerin kata dokter, gue lebih suka dengerin omelan lo."
"Kalo gue masih dirawat, gue bisa abisin sisa waktu gue sama lo terus.."
"Ju, apaansih ngomongnya jangan ngawur."
"Kalo di RS kan gue di jenguk terus, ada yang nemenin hehe."
Suara Juan masih terhambat dengan alat oksigen itu, tetapi mulai terdengar stabil. Juan mengeles alasan yang bisa ia sampaikan agar Viona tidak khawatir mengenai kondisinya.
"Lo.. mau..nungguin gue hari ini gak?" Juan menatap teduh Viona yang kini mengusap pelan lengan laki-laki itu. Entah mengapa tiba-tiba ada rasa yang tak biasa.
"Iya, gue tungguin hari ini. Gue bakal jagain lo hari ini, janji bakal sembuh ya?"
"Meskipun.. lo harus izin ga masuk ngantor lagi?"
"Kesehatan lo lebih penting sekarang, Ju."
Tanpa pikir panjang Viona bersedia menemani Juan, bahkan ia sempat pulang sebentar untuk membawa barang yang dibutuhkan karena menginap di rumah sakit.
Setiap menit, setiap jam yang Juan lewati selalu dalam pantauan Viona. Setiap Juan meringis kecil, dengan sigap wanita itu menenangkan dan memastikan pada dokter bahwa operasi Juan tidak akan menyebabkan komplikasi lainnya.
"Na..tidur sini aja. Kalo kedinginan turunin aja suhu AC-nya."
Juan berusaha memanggil Viona yang terlelap di sofa ruangan menggunakan selimut tebal. Ia menyadari Juan yang terbangun dari tidur karena terlihat tidak nyaman dengan posisi tidurnya."Gapapa, ruangan lo kan harus dingin. Kenapa lo gabisa tidur? Mana yang ga nyaman?" Viona membantu membenarkan posisi Juan, sedikit meninggikan sisi kasur bagian kepala dan menyelimuti laki-laki itu.
"Sini, tidur sebelah gue, ntar malah sakit badan lo di sofa" Juan tampak sudah nyaman dan rasa kantuk perlahan menyerang.
"Enak aja, itu ranjang orang sakit."
"Lagian yakali gue sempit-sempitan sama lo.. mana bukan muhrim lagi.""Mau dimuhrimin dulu nih?" Juan terkekeh lembut berusaha memejamkan matanya perlahan karena rasa kantuk efek dari obatnya semakin dominan.
Viona hanya duduk di kursi sebelah ranjang itu sembari merebahkan kepala di tangan sebelah kanan, sementara tangan sebelahnya lagi mengelus lembut helaian rambut Juan.
"Kapan ya kita bisa main lagi kaya dulu? Gue kangen ngeliat lo sehat, larian sana sini, usil kaya anak kecil.."
"Ju-"
"Oon."
"Hm?" Viona sigap merespon duluan
"Kalo misalnya lo dikasih kesempatan buat ngelakuin 2 hal, lo pengennya ngapain?"
"Eh..mungkin.." Viona tampak berfikir ragu
"Mungkin?" Juan penasaran
"Mungkin kesempatan buat balik ke masa dimana gue bisa bersikap lebih peka ke diri sendiri, dan.. elo."
"Kenapa?" Juan masih tak paham
"Karena bagi gue, tiap detik yang kita punya itu ternyata berharga."
"Satu hal lagi, yang pengen lo lakuin apa?" Sambung Juan dibalik mata yang mulai semakin mengantuk
Viona menatap lekat Juan, bibir wanita itu menunggingkan senyuman teduh namun sendu. "Nemenin lo sampe kapanpun."
Hanya ada keheningan setelah ucapan itu. Juan sudah terlelap dengan nafas teratur dan Viona masih dalam pandangan lekatnya menatap laki-laki itu penuh perhatian.
*********
Aaaa aku kangen JH bangett akhirnya update huhu
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, JH.
FanfictionJuan Hardika, membuat orang yang paling berarti dalam hidupnya harus menunggu untuk mendapatkan sebuah jawaban. Namun laki-laki itu tetap diam tanpa suara sepatah katapun, dalam sebuah penantian yang begitu panjang. Haruskah mereka mengandalkan tak...