☁️
Kepergian salah satu teman memang memberi luka yang begitu dalam. Terlebih lagi jika itu adalah sahabat yang selalu menemani dan mengisi kehidupan ini. Dipenuhi dengan duka, Juan dan kawan-kawan telah kehilangan salah satu teman terbaik mereka.
"Mila pasti suka banget sama album ini." Viona membuka sebuah album musik terbaru dari band favoritenya dan Mila.
Juan menatap gadis itu sendu. Sejak kepergian Mila, Viona jarang merekahkan senyum cerah seperti dulu. "Dia udah ga sakit lagi, jadi kita juga gaboleh sedih." ucap Juan mengusap lembut rambut Viona yang kini panjang
"Ju, kalo gue minta lu supaya tetep disini, lu mau?" tanya gadis itu tiba-tiba, menatap pekarangan taman yang penuh daun berguguran
"Ya gue emang disini. Emang mau kemana?" Juan terkekeh dalam candaannya
"Jangan pergi, Mila udah ga sama kita lagi. Gue juga gamau sendirian." Ucapan Viona semakin membuat Juan mengernyitkan dahi kebingungan.
"Ona, gue disini. Kalopun gue pergi ya kan gue kuliah? Tapi kan ini masih libur, gue bakal terus disini, sama lu." Juan berusaha menenangkan gadis itu saat perkataannya semakin membingungkan.
Viona menatap Juan begitu lekat. Gadis itu berusaha menyampaikan sesuatu yang menyesakkan dirinya selama ini.
"Jangan kemana-mana, lu harus disini bareng gue."
"Kalo lu pergi, gue ikut."
"Ju, banyak banget yang belum lu sampein ke gue.." tiba-tiba pandangan gadis itu semakin buram karena menahan air mata.
Entah apa maksud ucapan Viona, tetapi membuat perasaan Juan bergemuruh. Mata laki-laki itu menatap tepat di bola mata yang bercahaya di hadapannya, ia berusaha menahan sesuatu yang membuatnya bingung tak karuan.
"Ju.." suara lirih Viona membuat Juan tersadar dari tatapan penuh arti itu.
"Gue akan selalu nunggu. Kaya yang lu minta, jadi jangan tinggalin gue, ya?" pinta Viona
Juan merasa ada maksud lain dari perkataan itu, padahal biasanya jika mereka jauh masih bisa berkomunikasi, karena Juan selalu memprioritaskan Viona.
Namun Juan masih tak paham maksud ucapan Viona untuk tidak meninggalkannya. Padahal Juan disini bersama gadis itu, selalu menemaninya. Sekalipun Juan pergi, juga karena harus menyelesaikan kuliahnya berhubung sebentar lagi mereka akan lulus.
"Hei, gue ga kemana-mana. Gue disini, ga akan pergi." Juan meyakinkan gadis itu saat kedua tangannya memegang pundak Viona
"Maafin gue kalo selama ini nyebelin. Gue selalu ambil langkah duluan disaat lu mau dengan sabar ngikutin langkah itu.."
"Ju, lu harus disini. Gue capek, gue takut.."
"Iya, ada gue disini.. lu gaperlu takut."
"Juan." panggil Viona membuat laki-laki itu menoleh
"Lu gaboleh kemana-mana." Viona menegaskan setiap ucapan yang gadis itu lontarkan, berharap Juan mengerti akan maksud itu. Dengan langkah cepat tiba-tiba Viona meninggalkan Juan begitu saja di kursi taman, gadis itu hendak menuju ke toko seberang jalan.
Terlihat dari kejauhan terjadi sebuah tabrakan lawan arah antara dua mobil, terhempas menyebabkan kerusakan di sekitar jalan begitu singkat, hingga mirisnya, memakan korban jiwa di tempat.
"ONA!" teriak Juan tersontak sadar dari kebingungan dan berlari menuju tempat kejadian. Begitu hebat tabrakan kedua mobil tersebut menyebabkan Viona ikut terhantam secepat kilat, dan terbaring lemah di sisi jalan.
"Ona..Viona! Denger gue?!" Juan memegang kepala gadis itu seraya menepuk pelan pipinya, mencoba mempertahankan kesadaran Viona.
Gadis itu tidak merespon sedikitpun, kini ia berlumuran darah membuat orang-orang disekitar panik menghubungi bantuan dengan segera. Kecelakaan itu benar-benar kacau membuat Viona dan beberapa korban lainnya jatuh tak berdaya.
"Tahan, plis bertahan..Viona? Viona?! Gue ga akan nyuruh lu nunggu lagi karena gue yang akan dateng. Gue gamau lu yang pergi.."
Tatapan Juan semakin sendu membuat matanya memerah. Laki-laki itu merasakan degup jantung yang begitu kuat mendominasi rasa khawatirnya. Tanpa sadar Juan membiarkan air mata itu mengalir begitu saja, Juan tak ingin kehilangan Viona.
*****
Suara detak jantung dari monitor holter begitu stabil mengisi kesunyian ruang rawat inap di rumah sakit. Laki-laki dewasa terbaring tak berdaya di ranjangnya, namun untuk kesekian kalinya, ia menunjukkan refleks di luar dugaan.
Dua orang paruh baya tersontak kaget saat melihat anak laki-laki mereka meneteskan air mata. Laki-laki itu membuka mata secara perlahan saat mengontrol nafas di balik respirator.
"Juan!" teriak sang Ibunda dan Ayah bersamaan.
Juan sadar. Juan membuka matanya setelah bertahun-tahun tidak menunjukkan respon apapun. Juan terbangun dari koma yang ia alami, laki-laki itu telah siuman.
"Yah, panggil dokter sekarang!" Sang Ibunda menangis haru saat melihat keadaan Juan yang akhirnya sadarkan diri. Tak pernah terbayangkan keajaiban itu benar-benar terjadi.
Tak lama dokter utama yang selama ini merawat Juan datang dengan segera mengecek kondisi laki-laki itu. Ghiffar yang sudah berdiri di belakang dokter tersebut pun ikut bergerak melihat kondisi Juan di sisi sebelahnya.
Sang Dokter mengarahkan stetoskop ke dada Juan untuk mendengar ritme detak jantung laki-laki itu, berlanjut ke kondisi pupil mata Juan terlihat normal. Kondisi organ vital Juan sungguh membaik, doa-doa orang sekitarnya benar-benar terkabul.
"Kamu bisa mendengar saya?" tanya sang dokter
Juan mengedipkan kedua mata dan mengangguk secara perlahan. Pergerakan itu membuat kedua orang tua Juan dan Ghiffar terharu takjub.
Sang Dokter terus bertanya secara perlahan kepada Juan apakah ia mengingat namanya, apakah penglihatan laki-laki itu cukup jelas. Sampai akhirnya terdengar suara begitu lirih di balik alat bantu pernafasan itu.
"Bunda.." suara Juan begitu parau, ia memfokuskan pandangan ke arah depan tepat dimana sang Ibunda berdiri. Wanita itu mendekat seraya menahan air matanya.
"Iya, Ju. Bunda disini." balas sang Ibu mengelus lembut lengan Juan. Sang Ayah ikut mendekat memerhatikan anak laki-lakinya begitu lekat.
"Benar-benar sebuah keajaiban. Kasus seperti Juan jarang sekali terjadi. Ketika pasien mengalami koma selama bertahun-tahun tentu beberapa kondisi vital melemah, namun kondisi Juan saat ini membaik. Selamat Pak, Bu, atas kesabaran Anda dalam penantian panjang." ucap sang dokter menepuk pelan bahu sang Ayah.
"Untuk saat ini biarkan Juan istirahat. Saya akan mengontrol kondisi pasien selama satu jam kedepan. Karena pasien terlalu lama terbaring di ranjang, akan sulit baginya untuk bergerak. Jadi jangan terlalu dipaksakan."
"Pasien bisa melakukan terapi untuk melatih kembali sendi dan ototnya jika kondisi tubuh sudah memungkinkan." jelas dokter cukup panjang diiringi rasa haru yang begitu dalam.
Kedua orang tua Juan masih tak percaya dengan apa yang mereka alami. Tak henti-hentinya mengucap rasa syukur atas doa-doa mereka. Sedangkan Ghiffar, laki-laki itu menahan diri untuk tidak menunjukkan air mata yang begitu haru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, JH.
FanfictionJuan Hardika, membuat orang yang paling berarti dalam hidupnya harus menunggu untuk mendapatkan sebuah jawaban. Namun laki-laki itu tetap diam tanpa suara sepatah katapun, dalam sebuah penantian yang begitu panjang. Haruskah mereka mengandalkan tak...