Sejak tadi pagi memang sudah tidak ada tanda-tanda matahari akan naik muncul ke permukaan, alias mendung sedari awal.
Makanya ketika tiba-tiba saja hujan mengguyur sangat lebat pada pukul sepuluh.
Jingga tidak terlalu kaget.
Turunnya hujan yang sangat deras itu juga bertepatan dengan denting bel istirahat pertama berbunyi.
Meski rasa lapar di perutnya telah bergema, Jingga terlalu malas untuk sekedar menerobos hujan demi pergi ke kantin.
Ia lebih memilih menggabungkan dua bangku menjadi satu. Lalu duduk menselonjorkan kakinya sementara tubuhnya dibiarkan bersandar pada tembok. Menikmati udara lembab serta aroma hujan yang menguar di balik jendela yang terbuka sedikit di sampingnya.
Tampak juga setelah itu Jingga mulai merasa kantuk.
Dan tanpa sadar sudah memejamkan matanya, rupanya Jingga terhanyut oleh suara gemericik suara air hujan yang seperti meninabobokannya.
Pagi itu di kelas yang juga masih ada jumlah setengah penghuninya, Jingga bersama beberapa yang lainnya memilih menghabiskan waktu istirahatnya dengan tidur di kala hujan sedang lebat-lebatnya turun.
Tapi ketenangan Jingga tidak berlangsung lama, saat suara gaduh sampai pada Indra pendengarannya.
Jingga yang baru saja memasuki dunia mimpi, dipaksa bangun.
"Huh?"
Jingga yang baru sampai pada titik sadarnya menatap linglung ke sekitar ia melihat teman-teman sekelasnya tengah berlarian pergi ke luar kelas.
Jingga spontan ikut berjalan pergi ke luar dengan rasa penasaran.
Begitu menginjakkan kaki di luar kelas, Jingga mengerutkan keningnya.
Teman-temannya tengah sedang mengerubungi balkon kelas.
"Dinda!" Panggil Jingga pada teman perempuan sekelasnya yang cukup akrab dengannya berada tak jauh didepannya.
"Iya, kenapa Jingga?" Dinda si gadis manis dengan rambut sebahu itu menoleh.
"Ada apaan yah pada rame-rame disini?" Tanya Jingga sembari matanya melirik ke arah teman-temannya yang tampak sedang meributkan sesuatu entah apa karena tidak terlalu terdengar jelas akibat dari suara hujan yang dominan mengisi pendengarannya.
Tapi sebelum Dinda menjawab, teriakan keras dari arah depan mencuri atensi Jingga sepenuhnya.
"OASU GAGAN, ITU ANAK ORANG WOYYY. BISA MATI!"
Spontan setelah mendengar itu, Jingga tanpa menunggu penjelasan Dinda, berlari menerobos kerumunan teman-temannya. Matanya membulat sempurna.
"GAGAN!"
Teriakan kencang Jingga membius semua orang yang tadinya riuh penuh dengan kepanikan menjadi diam seketika.
Mereka semua lantas memusatkan perhatian pada Jingga, menunggu.
Akan tetapi tak lama, kembali riuh begitu satu orang di sana kembali berteriak.
Ternyata panggilan Jingga tadi tidak berpengaruh apa-apa pada Gagan. Malahan anak itu semakin membabi buta memukul seseorang yang diseret bersamanya ke tengah lapang.
Jingga yang menyaksikan bagaimana brutalnya Gagan, menggigit pipi bagian dalamnya.
Tak ada pilihan lain.
Jingga pun kembali membawa langkahnya yang menjadi setengah berlari itu pergi turun dari kelasnya yang ada di lantai atas menuju Gagan.
Sesampainya di teras bawah, Jingga melihat ternyata sudah ada banyak anak-anak lain di sekeliling menonton tanpa berniat melerai.
Jingga yang melihat itu, makin gemas.
"Heran guru pada kemana sih?Nih anak muridnya lagi ngadain gladiator dadakan!."
Jingga melirik ke kanan kiri, berusaha mencari-cari bantuan.
Dan begitu ada dua orang siswa yang muncul dari kerumunan berjalan cepat menuju Gagan tanpa pelindung apa-apa.
Jingga lantas pergi mengikuti dari belakang.
"Gagan berhenti Ardian bisa sekarat!"
Satu orang dari dua orang tadi, maju menghadang Gagan. Tubuh tingginya menjadi tameng menutupi orang yang disebut Ardian yang kini sudah tergeletak tidak berdaya dengan wajah yang babak belur.
"Anjing, pingsan!" Satu orang lagi yang tingginya lebih pendek dari orang yang menghadang Gagan, memekik.
Gagan yang mendengar itu bukannya gentar, ia malah makin maju dan mencoba melepaskan diri dari cekalan.
"Gagan berhenti Gue bilang!"
Rudi nama orang yang tengah berjuang menghadang Gagan. Terdorong-dorong mundur akibat dari pergerakan Gagan yang tak mau diam.
Jingga yang melihat orang di depannya begitu kewalahan, langsung saja menarik Gagan sekuat tenaga.
Gagan yang sedari tadi hanya fokus pada tubuh Ardian yang tergeletak, begitu ditarik langsung berputar ke belakang dengan posisi tak siap.
"Jingga?"
Gagan seketika menurunkan kepalan tangannya yang tadi di siapkan untuk menghajar wajah orang yang berani-beraninya menariknya.
Tapi begitu wajah Jingga yang dilihatnya, Gagan langsung saja terdiam ia menurunkan tangannya menundukkan kepalanya.
Melihat tingkah Gagan yang seperti itu, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
Jingga dengan cepat, menarik Gagan menjauh ke belakang tubuhnya.
"Maaf ya kakak-kakak, saya bawa Gagan dulu, Saya janji gak akan bawa kabur. Saya cuman mau bawa dia ke uks habis itu terserah kakak-kakak sekalian mau bawa Gagan ke ruang BK atau hal lainnya."
Tutur Jingga yang kini makin mengeratkan cekalan di pergelangan pada Gagan takut-takut anak itu memberontak tapi tampaknya anak itu sudah tidak ada tanda-tanda ingin memberontak, Gagan tampak pasrah-pasrah saja.
Sebelum itu semua juga, Jingga tadi saat mengikuti sempat melihat pin biru di dasi kedua orang tadi. Yang berarti kedua orang di depannya ini merupakan kakak kelas, karena warna biru pada pinnya menunjukkan kelas tiga. Makanya Jingga pas awal hanya diam menyaksikan.
"Ya sudah, bawa saja. Tolong awasi ya dek, nanti saya nyusul kesana."
Jingga lantas mengangguk dan dengan cepat membawa Gagan pergi.
*****
Ajun yang baru saja kembali dari ruang klub-nya, dengan perasaan yang lebih ringan karena sudah mengundurkan diri dari kegiatan eskul yang sudah ditekuninya beberapa lama ini.
Melangkah dengan ceria sambil sesekali bersenandung Ajun benar-benar dalam kondisi hati yang baik.
Semenjak ibunya menyampaikan kabar kebebasannya dari Rama. Akhir-akhir ini Ajun merasa sering dihampiri hal-hal yang baik.
Contohnya saja saat awal kembali masuk, ia sudah dikagetkan dengan permintaan maaf Dafa yang tiba-tiba. Karena telah merundung dan mengacamnya lalu setelah itu semuanya Dafa menawari untuk mengakui kesalahannya pada pelatih agar dapat mengembalikan posisi Ajun sebagai tim inti yang tentunya saja ditolak mentah-mentah oleh Ajun, karena hal itu tidak mungkin.
Cedera pada telapak lengan kanannya adalah salah satu faktor terkuat mengapa ia dikeluarkan. Meskipun Dafa yang membuat cederanya dengan sengaja sudah meminta maaf dan berniat baik ingin berusaha mengembalikan posisinya. Akan tetapi semua itu telah terlambat, semuanya sudah terlanjur terjadi.
Dan papanya orang yang paling antusias dibalik semua ini juga sudah tidak ada. Maka tidak ada alasan lagi bagi Ajun untuk bertahan di klub badminton.
Ia telah bebas.
Maka dengan perasaan senang yang membuncah Ajun pun kembali melanjutkan langkahnya setelah beberapa lama berhenti sejenak, ia tidak sabar untuk membagikan perasaan senangnya pada Jingga.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Bercerita (On Going)
Teen FictionSegala sesuatu bentuk plagiat ,adalah hal yang paling tidak dibenarkan! Jingga tidak menyangka kepindahannya yang tiba-tiba membawanya dapat merasakan berbagai macam sisi lain dari hidup orang lain, Dari mulai kisah yang paling gelap sampai yang bu...