16 | Bisikan Seorang Teman

251 33 3
                                    

Di sudut lorong sekolah yang sepi tanpa lalu lalang wajah-wajah  familiar, diantara jejak-jejak becek yang meninggalkan bekas kotor di sepanjang lantai yang dilalui.

Ada Jingga yang tengah menarik tangan Gagan, membawa pemuda blasteran luar itu, menuju ke UKS yang tempatnya tak jauh lagi.

Tapi sebelum jaraknya kembali dipangkas.

Tubuhnya tertarik ke belakang, membuat Jingga menolehkan kepalanya.

Gagan disana menahan diri, dan tampak pula tangan yang sedari tadi berada di cekalan ditarik kembali secara paksa oleh pemiliknya.

Jingga dalam hati sudah meringis, melihat kondisi Gagan saat ini  yang meskipun tidak separah siswa yang tadi dipukuli Gagan di lapangan, akan tetapi anak itu sama terlukanya.

Dan sebagai seorang teman Jingga tidak bisa mengabaikan. Maka didasari atas perasaan itu lantas Jingga pun mendekati Gagan.

Menaruh tangannya pada pundak Gagan yang tengah berdiam  mencoba memberitahu jika ia ada di pihaknya.

Lalu untuk menumbuhkan rasa kepercayaan Gagan terhadapnya Jingga pun membisiki beberapa kalimat penjelas posisinya, "Gagan, gue cuman mau bawa Lo ke uks. Obati punggung tangan Lo yang sakit, sekalian ambilin ganti baju buat Lo. Intinya gue cuman mau niat bantu Gagan."

Jingga hampir saja menarik kedua sudut bibirnya begitu Gagan kembali menunjukkan wajahnya dan melihat ke arahnya,

Tapi menjadi urung begitu mendapati Gagan yang tiba-tiba saja berjongkok menyembunyikan wajahnya diantara lutut.

Jingga terhenyak dan tertegun mematung untuk beberapa saat, sebab rasanya familiar sekali.

Ah rupanya.

Melihat Gagan yang seperti ini, ternyata mengingatkan Jingga akan dirinya. Bahkan bukan hanya tentang dirinya,tapi bayangan kakak Ajun tempo lalu pun memutar kembali di memorinya.

*****

Memasuki pertengahan bulan Januari, suhu Amsterdam mencapai -3 derajat Celcius. Membuat semua orang mengeluhkan seberapa dinginnya cuaca, apalagi mengingat jika hari ini adalah hari Senin. Dimana semua orang memulai kembali hari produktifnya.

Begitu pun dengan Erlang yang kini terburu-buru menghabiskan sarapan pagi ala negara yang akan terkenal  dengan kincir angin dan bunga tulipnya.

"Erlang syalmu!"

Erlang menepuk keningnya, setelah adegan menghabiskan secangkir susu coklat panas dengan sekali teguk. Erlang lantas menyambar tasnya yang ada di meja dan hampir saja berangkat jika suara ibunya tidak terdengar di ujung.

"Sorry mom, bisa tolong pakaikan karena demi Tuhan. Jadwal masukku sudah telat!" Erlang merunduk begitu melihat siluet ibunya di depan, ia menyodorkan bagian lehernya untuk dipasangkan untaian syal rajut panjang nan lembut, tapi tak lama "AAaa-wait!,,, Mom. itu sakit sekali!"  Erlang mendelik sebal, meratapi rasa panas di pahanya yang kini sedang ia usap-usap. Rupanya bukannya hangat syal yang mendarat di lehernya tapi malah rasa ngilu di pahanya.

Erlang lantas mencebikkan bibirnya meskipun ia sudah terbilang dewasa untuk soal merajuk Erlang tak pernah malu-malu untuk menunjukkannya.

"Tidak usah merajuk, usiamu bahkan hampir menyentuh kepala tiga. Malu sedikit dengan keponakanmu yang usianya dibawah jauh, tapi dewasanya telah jauh melampaui!"

Nah kan,

Setelah ibunya berujar seperti itu tak lama terdengar suara cekikikan di balik tembok pembatas antara ruang keluarga dan ruang makan yang tertangkap jelas di gendang telinganya. Jelas sekali  jika sebenarnya ponakan yang sering dibangga-banggakan ibunya nya itu tengah menguping.

Jingga Bercerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang