Sejak kanak-kanak, Gagan selalu merasa asing dengan lingkungannya.
Entah itu di luar maupun di dalam rumah, Gagan selalu merasa ia berbeda sendiri.
Dan tepat ketika, umurnya yang beranjak dua belas dirasa sudah cukup mengerti. Ayahnya barulah menceritakan asal usulnya. Sejak itu pula, Gagan mengenal Toronto bukan lagi sebagai kota asing di luar sana yang tak bermakna di peta.
Tapi, lebih dari itu.
Toronto ternyata kampung halamannya, tempat dimana dirinya pertama kali mengecap dunia luar.
Saat pertama kali mengetahuinya Gagan tidak terlalu terkejut.
Ia malahan berlari memeluk ibuny meminta untuk jangan membuangnya. Yang dibalas dengan kerutan di kepala cantik dari wanita yang paling disayanginya.
Mengingat itu semua, Gagan yang kini sedang duduk di kursi tunggu dalam bandara. Meremas pegangan kopernya.
Sakit sekali, mengingat itu semuanya. Karena sekarang ibunya benar-benar marah. Dan tidak mau melihatnya bahkan hanya barang sebentar.
Ibu juga tidak mau mengantarnya, meski Ibu memang tidak pernah menunjukkan ramah tamah pada dirinya. Tapi ini kali pertamanya, ibu benar-benar mengabaikan dirinya.
Gagan sedih sekali, ia ingin sekali diantar dan dipeluk. Lalu setelahnya diucapkan kalimat jangan lupa pulang. Tapi ibu sekarang benar-benar mengabaikannya tadi saat hendak pamit pun ibu langsung saja pergi meninggalkannya begitu saja tanpa sempat dirinya mendekati.
Sedangkan ayahnya sendiri, Widi. Telah beberapa kali bilang kepada Gagan untuk mempertimbangkannya lagi, karena bukan soal patokan besar biaya yang akan dikeluarkan tapi seberapa jauh jarak yang akan dibentangkan. Ayahnya terus membujuk, tapi dirinya telah bertekad.
Maka begitu tidak lagi ada bujukan. Cepat-cepat Gagan langsung memproses kepindahannya dibantu sekretaris Widi. Mengurusi banyak hal sebelum sekarang akhirnya bisa sampai tahap keberangkatan.
"Gagan!"
Gagan terperanjat lantas buru-buru ia berdiri.
"Montha?! Ngapain di sini?" Tanya Gagan begitu mendapatkan Montha-lah sosok yang telah memanggilnya. Apalagi saat melihat wajah Montha yang kepayahan sehabis berlari.
"Gak penting. Pokoknya Lo harus ikut gue."
Gagan mengerjap, begitu tiba-tiba tangannya ditarik dan dibawa oleh Montha untuk mengikuti langkahnya.
"Fuck! What are you doing !" Refleks saja Gagan mengumpat lalu dengan kasar melepaskan cekalan Montha.
"Haduh nanti ajah gue jelasin. Sambil jalan, udah mepet ini."
"Saya ini udah mau berangkat Montha Astaga, kamu ini ngapain sih?!"
"Ya udah batalin ajah."
"Gila kamu, enggak-enggak bisa. Saya sudah cape-cape ngurusinnya. Seenaknya kamu bilang batalin! Ngaco kamu Montha!"
Montha tadinya hendak membalas perkataan Gagan jika saja suara dibelakangnya tak lebih dulu mendahulukannya.
"Ikuti saja jangan membantah."
Gagan kembali mengerjapkan matanya, tak percaya jika kini yang ada di hadapannya bukan hanya Montha.
Dibelakangnya.
Itu ibunya, beserta Jingga dan Ajun yang tengah membawa tas besar di punggungnya. Gagan tau apa isinya.
Jelas saja, karena itu tas miliknya.
Sepertinya, Gagan mulai paham situasinya.
Dan hal itu semakin diperjelas, begitu Ibunya kembali bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Bercerita (On Going)
Teen FictionSegala sesuatu bentuk plagiat ,adalah hal yang paling tidak dibenarkan! Jingga tidak menyangka kepindahannya yang tiba-tiba membawanya dapat merasakan berbagai macam sisi lain dari hidup orang lain, Dari mulai kisah yang paling gelap sampai yang bu...