10 | Sisi Lain dari setiap Orang

349 43 1
                                    

"Ajun, Lo kenapa?"

Ajun yang sedang makan bubur di meja makan kecil milik Montha, mendongakkan wajahnya setelah sedari tadi hanya menunduk sibuk menyuap.

"Huh, maksud Lo?"

Jingga yang berdiri di samping kulkas selepas mengambil minum. Menunjuk wajahnya, "Wajah Lo itu gak sakit apa?"

Ajun, kira apa. Ia hampir saja panik dia pikir Jingga akan menanyakan perkara dirinya yang kabur tadi malam.

Tapi ternyata anak itu menanyai keadaannya. Ajun tersenyum lega sebelum akhirnya kembali menunduk menatap buburnya yang kemudian ia aduk sebentar lalu menyuap dengan besar kembali pada mulutnya.

Sekedar informasi, ketika Ajun kembali ke apartemen Montha. Jingga sudah tertidur lelap di sofa. Tak tega membuatnya terbangun, Ajun sepakat untuk mengurungkan acara menontonnya. Pizza yang ia bawa bersama Montha ditaruhnya di dalam kulkas. Mungkin ia akan memakannya nanti sore.

"Sakit lah, Lo pikir ajah wajah memar-memar kayak gini parahnya." Jawab Ajun setelah menelan bubur di dalam mulutnya.

Di sudut sana Jingga tersenyum senang, ia turut merasa lega Ajun kembali lebih ceria tidak murung seperti yang terakhir dia lihat.

Jingga lalu bergerak mengambil es batu dari dalam kulkas.

Lalu pergi sebentar ke dalam kamar yang tadi malam dia pakai, dan keluar kembali dengan handuk kecil punyanya.

Ajun yang menontonnya dari tadi, tau maksud Jingga. Ia lantas mendorong mangkok yang masih berisi setengah itu. Temannya itu berinisiatif untuk mengobatinya.

Memundurkan kursinya, wajahnya ia biarkan menghadap langit-langit.

Jingga yang sudah ada di sisi Ajun, terkekeh ia merasa lucu dengan Ajun .

"Lo, keknya. Siap banget ya?"

Ajun yang kini memejamkan matanya begitu merasakan sensasi dingin es batu yang terbalut handuk, mengangkat tangannya ke udara kemudian memberikan ibu jarinya.

"Ya jelaslah kapan lagi seorang Laksana Jingga mau berbuat baik gini,-aduduhh pelan!" Ajun mengerang kesakitan tatkala Jingga sengaja menekan memarnya.

Matanya membuka, lalu memicing sinis. "Keliatan banget lu punya dendam sama gua."

Jingga terkekeh, lalu dengan tanpa perasaan Jingga menyentil dahi Ajun.

"Oh jelaslah, soalnya lagak lu tengil sekali."

•••••

Berbeda dengan keadaan Ajun, Rama saat ini malah dihadapkan dengan pemandangan yang membuatnya naik pitam.

Sebab sekarang yang tengah ia lihat, Arsana papanya itu pagi-pagi sudah mabuk dan Renjana sang mama tirinya berada di bawah lantai marmer ruang makan meringkuk takut sambil memegang pipinya.

Dan tepat di depan matanya sendiri Rama menyaksikan bagaimana cepatnya mangkok dengan asap yang masih mengepul dilempar.

Rama tak sempat mencegah kejadiannya begitu cepat, dan kuah merah beserta daging kepiting jatuh berceceran dan mengenai Renjana yang kini memekik kepanasan.

Rama lantas berlari mendekat, ia secepat kilat menggendong Renjana.

Menghunuskan matanya tajam saat matanya bertemu adu pandang dengan sang papa.

Tanpa ba-bi-bu Rama lantas bawa mama tirinya ke kamar mandi. Membantu mencuci wajah yang terkena kuah panas itu.

Sementara Renjana yang tengah disirami itu terus menangis sambil meringis, Rama sendiri mencoba untuk sabar sembari menyirami wajahnya. Dirasa sudah cukup Rama mengalihkan pegangan selang shower kepada Renjana menyuruh membersihkan dirinya sendiri, sementara Rama berjalan ke arah kamar wanita itu dan sang papanya mengambil acak baju di dalam lemari beserta handuk. Lalu kembali lagi ke kamar mandi.

Jingga Bercerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang