20 | Yang membekas di Ingatan

218 32 2
                                    

Pukul setengah sebelas, Asrama sepenuhnya tampak sepi. Lorong-lorong yang tadi pagi dipenuhi oleh bising ribut para penghuni, lengang kosong tak bersuara.

Dan ditengah-tengah pintu-pintu kamar asrama yang tertutup seluruhnya, ada satu pintu yang masih dibiarkan terbuka.

Satu kamar itu, dipenuhi oleh sinar mentari pagi sampai ke sudut-sudut ruang.

Wajar saja, mengingat jika seseorang pemilik kamarnya lah yang membuka gorden kamar lebar-lebar, membiarkan cahaya masuk tanpa halangan.

Gagan si seseorang itu,

Baru saja selesai mengeluarkan semua barangnya dari kamar lalu memindahkannya pada mobil pengangkut barang yang dia sewa.

Dan sesudah beres, bukannya lekas turun. Gagan malah bertahan di dalam kamar yang akan dia tinggalkan dambil menikmati sengatan panasnya sinar mentari siang, Gagan memperhatikan tiap sudut kamarnya.

Mencoba menyimpannya dalam memori, jaga-jaga jika ia merindukan suasana kamarnyanya nanti.

Yang tak ayal juga dari kegiatannya itu, telah berhasil membangkitkan kenangan-kenangan tentang tiap sudut kamar yang punya ceritanya  masing-masing.

Contohnya saja, cermin besar yang ada di samping pintu. Mengingatkan Gagan pada Mio yang sering menyisir sambil menyanyi tiap pagi sebelum akhirnya anak itu pergi dan diganti dengan Jingga yang heboh mengamati jerawat pertamanya.

Atau pun beralih pada gagang pintu, yang juga ternyata mengandung ceritanya sendiri. Mengingat itu Gagan mengulas senyum tipisnya, rasanya baru kemarin gagang pintu itu copot saat Ajun hendak membuka pintu, setelah menjenguknya dengan Montha. Segar sekali diingatannya, bagaimana ekspresi bahagia Montha kala itu yang mentertawakan paniknya Ajun.

Atau pun juga beralih lagi, dari pintu ke bagian sudut lemari. Yang mengajari Gagan banyak hal.

Dimulai dari rasa takut, ketidakberdayaan sampai keberanian pun.

Gagan menemukannya di dalam sudut itu.

Dan kini ketika semuanya dipaksa untuk diakhiri.

Gagan pun tak punya pilihan selain menuruti dan pergi.

Setelah puas bernostalgia, Gagan lantas bangkit berdiri berjalan beberapa langkah, ia kemudian  menaruh satu cup mie rasa matcha yang biasa ia makan, beserta sobekan kecil berisi pesan singkat menaruhnya di meja belajar milik Jingga. Mengusap mejanya sebentar, Gagan tersenyum lembut.

"Terimakasih."

Ucapnya, lantas setelah itu semua Gagan pun berjalan meninggalkan kamarnya dan menutup pintu.

*****

Jingga masih tak habis pikir dengan kejadian yang ada di hadapannya, sungguh Jingga merasa ia sedang seperti menonton televisi karena saking tidak percayanya dengan apa yang ia lihat.

Tapi sungguh, dilihat beberapa kali pun yang ada di depannya itu nyata dan tepat berlangsung di depan matanya.

"Gila gak nyangka gue, sekolah kita masuk trending Twitter."

Jingga yang mendengar celetukan Ajun, segera saja mengalihkan perhatiannya dan mendekati lelaki mungil itu. Kepalanya ikut menunduk melihat ke arah ponsel Ajun.

"Udah masuk trending? Cepet banget." Respon Jingga dengan tidak percayanya.

"Cepet lah, orang udah masuk ke base akun julid. Ya makin viral."  Kata Ajun yang kini mengganti yang tadinya ke halaman trending menjadi ke beranda lalu menunjukkan akun julid yang ia maksud pada Jingga.

"Uwahh, sekolah kita jadi terkenal Ajun!"

Mendengar tanggapan seolah bangga  dari Jingga mengenai sekolah mereka.

Tak*

Tangan Ajun spontan memukul kepala Jingga. "Gila Lo! Gak ada yang bagus ya terkenal jalur kasus korupsi! Mana bukti-buktinya disebarin dari aplikasi chat Anom lagi, Stress udah nih sekolah."

"Ish, sakit bangke!"  Jingga mengerucutkan bibirnya sebal. Sementara sang pelaku tidak menanggapi, anak itu telah kembali fokus pada ponselnya mengabaikan Jingga.

"Hihhhhh gila sih plot twist bener anjing, sampe gak nyangka gue kepala sekolah ngekorupsi duit segitu banyaknya. Mana si Ardian brengsek sering pamer."

"Hahahaha, iya anjir mana sempet gue iri banget Ama tuh anak."

"Iya brengsek bener, bangga banget tuh bocah pamerin harta yang ternyata hasil duit haram!"

"Tapi kalo dipikir-pikir, gue kayaknya dulu pernah deh di traktir sama tuh bocah."

"Idihhh berarti pernah nelen duit haram Lo itu!"

"Hahaha gak apalah, orang gue gak tau ini kalo pake duit haram, kalo tau ya mending gue nyolong mangga sekalian."

"Sama aja bego!"

Jingga mengelus-elus dadanya, sembari menyebut-nyebut istighfar beberapa kali mendengar percakapan kedua teman sekelasnya yang tengah mengobrol di belakangnya itu.

Sebenarnya untuk kasus Ardian-ardian yang merupakan keponakan sekolah yang juga teman kelahi Gagan waktu itu. Belum sepenuhnya lah terbukti.

Karena yang Jingga tahu, hanya bukti korupsi pak kepala sekolahlah yang ramai diperbincangkan. Bukti itu tersebar lewat dari beberapa pesan macam-macam aplikasi, seperti pesan dari anon chat sampai akun guest permainan online. Jingga juga belum tau jelasnya, info itu pun juga Jingga dapatkan dari Ajun.

Katanya lagi juga, bisa sampai ke tangan pihak kewenangan karena banyak yang mendapatkan isi pesan itu. Makanya tak heran jika ada yang melaporkannya.

Tiba-tiba saja Jingga jadi kepikiran sesuatu, "Ajun kalo kepala sekolah jadi diusut. Soal Gagan ikutan di tunda dulu gak ya?" Tanya Jingga sambil menatap ke bawah, yang lagi-lagi kejadiannya berada di  lapangan. Tapi bedanya yang Jingga lihat sekarang adalah berbagai macam barang yang  sedang diangkut ke lapangan dari kantor pak kepala yang ada di lantai bawah sana oleh para petugas penyelidik KPK dan beberapa juga para polisi tampak ada disana membantu atuu juga hanya sekedar mendampingi.

"Maybe, gue gak tau juga Jingga. Tapi sih gue harapnya bisa ketunda walaupun dibilang menari di atas tragedi. Tapi Gagan pasti punya alasannya sendiri kenapa sampai begitu yang gue yakin sekali pak kepala sekolah pun tau apa penyebabnya tapi malah memilih menutup mata dengan men-drop out yang dimata gue gak adil sama sekali."

Tiba-tiba saja setelah ujung akhir kalimat Ajun, angin berhembus lembut ke depan wajahnya. Membuat Jingga sampai harus memalingkan wajahnya spontan karena terkejut.

Lalu disela-sela Jingga yang kaget karena hembusan angin barusan, Ajun berkata lagi.

"Dan Jingga yang Lo harus tau juga, sekolah ini juga punya tragedi lain yang lebih kelam dari yang Lo liat sekarang."


_______

Jujur saja rasa semangat-semangatnya buat ngelanjutin nulis, saya rasa sudah ada di ambang, karena semenjak Rumah Untuk Lingga tamat feel buat nulis berkurang dratis, kalo diibaratkan naik wahana roller coaster saya sudah ada di bagian hampir selesai, tidak ada lagi tahapan-tahapan yang memacu rasa antusias, semuanya sudah habis. Dan sekarang sisa-sisanya saya coba pertahankan dengan mengingatkan kepada diri saya untuk segera menyelesaikan agar saya bisa pergi ke wahana lain dan menyicipi lagi rasa antusias yang mendebar-debarkan.

Saya kehilangan rasa semangat tapi di lain sisi saya tidak ingin kehilangan pembaca, maka dari itu dengan merangkak-rangkak bangun dari rasa kehampaan. Saya berjuang untuk menyelesaikan Jingga, dan besar harapan saya Jingga tamat di tahun ini.

Doakan saja untuk yang terbaiknya. Beberapa juga ada chapter yang ingin saya perbaiki.

Jadi ditunggu ya updatetan selanjutnya

Salam sayang dan penuh cinta Tazsasza>❤️

Jingga Bercerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang