19 | Main Lumpur

231 33 2
                                    

"Montha, Lo bener-bener orang tergila yang pernah gue kenal. Gila bener-bener gila!"

Montha yang sedang mengawasi Ajun lewat layar monitor mendengarnya terkekeh pendek. Kemudian ia berkata melalui microfon headset yang terpasang apik di kepalanya, "Gak usah banyak ngeluh, kita cuman punya waktu sebentar."

"Anjing Lo!" Umpat Ajun yang terdengar,

Lagi, Montha hanya mampu membalasnya dengan senyum culasnya . Tapi kemudian ia kembali lagi berwajah serius, "Jangan lupa Ajun, lo sendiri yang bilang bersedia, ingat percakapan kita kemarin malam?"

"Iyalah inget, tapi gak sampe nyari bukti korupsi pak kepala sekolah juga bangsat!" Ungkapnya, sembari terus membongkar-bongkar isi laci ruang kepala sekolah mencari-cari dokumen seperti ciri-ciri yang diberikan Montha padanya tadi pagi-pagi sekali.

"Ketemu!" Pekik Ajun tak lama saat matanya menangkap dokumen yang sama percis.

Montha seketika saja bangun dari tempat duduknya berada, "Coba bawa ke depan kamera."

Ajun segera saja berjalan mendekat ke arah kamera cctv ruang kepala sekolah, sesuai instruksi Ajun memampangkan dokumen itu tepat di depan kamera. Membiarkan Montha meneliti benar atau tidaknya.

"Damn, jenius Lo Mucin, oke sekarang photo yang jelas!"

Ajun mendengus sesaat begitu mendapatkan lagi panggilan Mucin dari Montha.

Tapi meski sebal  Ajun tetap patuh menjalankan titahannya.

Lelaki mungil itu mengeluarkan kamera kecilnya dari saku. Lalu memfoto dengan kilatan flash agar tampak lebih jelas.

"Sip Lo boleh balikin lagi itu dokumennya, ingat Ajun jangan sampai ada jejak!"

Setelah memastikan, Ajun benar-benar mengembalikan dokumen itu pada tempatnya.

Montha segera saja melepas Headset yang ia kenakan.

Membuang nafas lega, "oke, satu udah kelar. Tinggal jejak aliran dananya."

Mengambil ponsel dari saku celana hitamnya, Montha mendial nomor seseorang.

Begitu terhubung, Montha tersenyum penuh arti.

"Halo Rudi, sekarang giliran Lo siap-siap. Bentar lagi gue kirim."

*****

Jingga menatap sendu punggung Gagan. Besok, Gagan benar-benar akan pergi meninggalkan asrama. Surat Eska, beserta pengumuman Gagan di drop out dari sekolah. Telah dikeluarkan tadi pagi di sekolah dan terpampang di mading, beberapa kotak kardus juga sudah tersusun di sudut kamar.

Dan semenjak kejadian insiden menguping pembicaraan yang tak di sengaja. Jingga belum berani mulai berbicara pada Gagan, dan Gagan juga yang berubah menjadi lebih pendiam dari biasanya.

Memutar arah bola matanya pada meja belajar, Jingga menemukan helm anggar milik Gagan tersimpan apik di atas sana.

Matanya makin menyendu, bahkan Gagan sepertinya akan melewatkan kesempatan untuk bertanding di ajang O2SN.

Padahal Jingga yakin sekali Gagan mampu membawa pulang piala.

Jingga pernah sekali melihat Gagan yang sedang berlatih itupun tidak disengaja.

Dan Jingga langsung saja dibuat terkagum-kagum, Gagan dengan segala ancang-ancangnya yang menghunus pedang sangatlah luar biasa.

Karismatik Gagan pada latihan memanglah sungguh luar biasa sampai-sampai mampu membuat Jingga tak bisa mengalihkan perhatiannya barang sejenak. Tapi Jingga berharap ia juga dapat melihat Gagan di pertandingan sungguhan bukan sekedar di ruangan tempat latihan.

Jingga Bercerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang