17.

28.2K 2.6K 81
                                    

I wish You Enjoy your Reading...

.

.

.

.

.

 Radella memasuki lingkungan pemakaman mewah tersebut, di sisi kanan dengan sang suami yang merangkul pinggangnya dan di sisi kiri putri bungsu yang menggenggam tangannya. Mereka berdiri di samping makam hijau dengan lambang salib di atasnya. Bunga bunga yang sudah mengering masih tergeletak di samping nisannya.

Olivia Brown

Lahir : 15 Oktober 20xx

Wafat : 3 desember 20xx

Itulah yang tertulis pada batu nisannya. Pecah sudah sungai yang sudah sekuat tenaga ia bendung di matanya. Radella menangis, wanita itu terduduk kakinya seketika lemas membaca tulisan yang tertera pada nisan itu. Ia memukul-mukul dadanya agar rasa sesak di hatinya menghilang. Si suami, Christopher hanya bisa menenangkan tangisan pilu itu dengan menepuk-nepuk pelan pundak rapuh Radella dan mengeluarkan kata kata penghibur yang tak berguna. Sedangkan putri bungsunya yang baru berusia 5 tahun ikut menangis saat melihat ibunya menangis.

Putri sulungnya yang ia abaikan selama beberapa tahun, putri sulungnya yang ia paksa untuk menjadi sempurna, putri sulungnya yang baru berulang tahun yang ketujuh belas beberapa bulan lalu dan putri sulungnya yang meninggalkannya tepat dua bulan yang lalu. Radella masih tak percaya bahwa gadis manisnya yang dulu sangat ceria itu akan lebih dulu meninggalkannya dalam kecelakaan tragis.

"Oliv... mami datang... mami bakalan nemenin kamu terus supaya kamu gak kesepian" ucapnya sesegukan.

"papi juga datang sayang adek kamu juga ada di sini" senyuman palsu tuan Brown tunjukan pada makam putrinya. Senyum yang menyiratkan sejuta luka beserta penyesalan.

"mami minta maaf sayang, harusnya mami nggak maksa kamu buat main piano dengan begitu kamu nggak bakal kecelakaan kan, kamu pasti masih di samping kita kan kalo waktu itu kamu nggak berangkat buat les piano"

"maafin mami sayang.......maaf mami salah..... mami... mami... gak bisa jaga Oliv... mami gak nepatin janji mami buat terus jagain oliv.... maaf... maaf....sayang... mami.. yang buat oliv kayak gini... ini semua gara gara mami kan... mami pengen oliv pulang kerumah sayang.." racauan racauan menyedihkan tumpah semua disana. Si suami menepuk pelan bahu Radella, agar sang istri bisa tenang.

"ini sudah 2 bulan sejak kepergian kamu, kayak nya bakal sulit buat nerima ini" ujarnya setelah ketenangan menguasainya. Penyesalan selalu datang di akhir kan. Kata kata klise yang selalu ada di kepalanya. Wanita itu menyesal, ia ingin anak gadis nya kembali, ia ingin melihat senyum cerahnya lagi. Namun semua harapannya tak ada gunanya bukan, karena si anak sudah berada di bawah tanah.

Yang membuat hatinya semakin sakit adalah saat ia mengunjungi kamar putrinya seminggu setelah putrinya di makamkan. Ia menemukan 2 botol obat yang selalu anaknya konsumsi. Hatinya hancur seketika, ia tak tahu bahwa paksaannya membawa dampak buruk bagi si anak. Kesulitan tidur dan gangguan kecemasan. Gadis kecil dengan senyum indah yang ia adopsi dan janjikan kebahagiaan itu sudah rusak. Karena dirinya. Hanya karena keegoisannya semata ia sampai membuat putrinya terbaring di bawah tanah. Apa ia pantas di sebut ibu?

"mami nggak bisa lama lama sayang , entarnya mami nggak mau pulang" kekehnya pelan sambil menyeka pipi basahnya dengan kasar.

"jangan merasa kesepian Oliv, kami bakal sering sering datang."

"makasih udah jadi anak papi yang hebat dan membanggakan dan maafin papi karena nggak bisa jadi papi yang jagain oliv" seperti sudah termasuk ke dalam tata urutan, tuan Brown selalu mengucapkan kalimat tersebut saat menjenguk si sulung keluarga Brown ini.

I AM NOT HER (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang