Epilog

27.7K 2K 30
                                    

I wish you enjoy your reading...

.

.

.

.

.

"selamat siang pemirsa kali ini kita mengundang sosok pianis muda dan cantik yang sedang hangat diperbincangkan. Selain muda dan cantik dia sangat berbakat dalam bermain piano. Ini dia salah satu putri bangsa yang karir nya sudah sampai benua Eropa siapa lagi kalo bukan Anika Olivia. Selamat siang Anika, gimana ya saya manggilnya Anika atau Olivia" pembawa Acara tersebut menghubungi Olivia lewat vidio call karena memang Olivia sedang tidak ada di Indonesia.

"apapun, Anika juga boleh"

"bagaimana kabarnya Anika.....

Tukkk..

Avaro mematikan siaran televisi yang sedang ditonton oleh ibunya, ia rasa ibunya tidak perlu menonton berita seperti itu.

"Bar itu Alisha kan sayang, kenapa namanya jadi Anika Olivia? Dia kan Alisha Brinna Narendra putri dari keluarga Narendra tapi kenapa...."

"mamah tenang dulu, aku juga tahu dia itu Alisha. Mungkin Alisha punya alasan mengganti namanya mah"

"tapi dia nggak ada bilang ke kita mau ganti nama, dia juga nggak ngehubungin kita soal dia jadi pianis. Dirga juga nggak ada bilang apa-apa"

"alisha nggak mungkin bilang ke kita, kalo Avaro jadi Alisha pun Avaro nggak akan bilang mau lanjutin jadi pianis" jelas Avaro menatap lekat ibunya.

"kenapa?" tanya Puspa tak mengerti.

"mamah kan ngelarang Alisha jadi pianis makanya dia nggak bilang" ucap Avaro.

"mamah minta maaf" sesal Puspa.

"kenapa minta maaf sama aku, yang mamah larang kan Alisha bukan aku" kata Avaro lalu melenggang meninggalkan ibunya yang menunduk dengan seribu rasa sesalnya. Kali ini ia benar benar kecewa kepada orang tuanya.

Alisha tak pernah menghubunginya lagi setelah hari itu, mereka bahkan sudah beberapa kali mencoba menghubungi gadis itu namun nihil, akhirnya ia hanya mengetahui keadaan Alisha dari Dirga. Dia hanya bisa menghubungi Dirga untuk menanyakan semua hal tentang putrinya.

Menyedihkan, padahal ia ibunya tapi harus bertanya kepada orang lain untuk mengetahui kondisi anaknya.

"kapan kamu pulang Bri, mamah kangen" gumamnya lirih.

***

Rambut sepanjang bahu yang ditutupi oleh topi bucket berwarna hitam, kaca mata hitam gradasi yang bertengger di hidung mancungnya, dan make up yang terlihat natural. Tak lupa dengan inner berwarna hitam dan rok sepaha yang di balut dengan blazer kebesaran yang senada dengan warna roknya membuat aura nya semakin menonjol.

"how are you Indonesia" ujarnya sambil memperhatikan orang-orang yang masih menunggu kerabat ataupun kenalannya di bandara.

Ini sudah terhitung tahun ke 7 ia meninggalkan negara kelahirannya. Dan kali ini ia mempunyai peluang untuk pulang ke negara asalnya tersebut.

Banyak orang yang memandangi dirinya, entah itu kagum, terkejut dan berbagai macam ekspresi lain. Tentu saja selain dengan parasnya yang ayu, siapa yang tidak kenal dengan pianis yang sedang naik daun satu ini. Pianis cantik dan berbakat yang karirnya sampai Benua Eropa.

Bruukkk...

Ah sialan! Siapa yang menabrak bahunya.

Baru saja ia mendongak, indra penglihatannya sudah disuguhi oleh tangan besar pria yang menabraknya. Tak ambil pusing Olivia langsung meraih tangan tersebut untuk membantunya berdiri.

"sorry ya gue ngga sengaja, lagi buru buru soalnya" sesal pria tersebut. Tangan kanannya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal setelah menolong Olivia untuk bangkit.

Sejenak ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata yang akan ia lontarkan. Matanya seolah tersihir oleh obsidian hitam yang menatapnya hangat jangan lupa senyum canggung yang menurutnya lucu.

"atau kalo lo butuh pemeriksaan dokter, gue bakal tanggung jawab, gue bakal ganti semua kerugian lo. Ini kartu nama gue. Lo bisa hubungin gue kapan pun" pria tersebut menyerahkan kertas kecil berbentuk kotak yang sudah tertera informasi kontaknya.

"kalo gitu gue permisi sekali lagi maaf ya" agak tidak sopan memang caranya berbicara dengan orang yang tidak dikenal dengan informal. Tapi mau bagaimana lagi, pria itu memang sudah terkenal kurang sopan.

Olivia tak mengeluarkan sepatah kata sampai pria tersebut menghilang dari pandangannya, ia menatap kartu nama pemberian pria tadi "Rion Bhalendra" gumamnya. Tanpa sadar senyuman kecil terbit di sudut bibirnya.





Rion berbaur dengan orang orang yang sedang menunggu keluarganya. Siapa yang Rion tunggu sebenarnya.

"bang Riooonnn!!!" teriak gadis yang menenteng satu kopernya. Sedangkan Rion hanya menutupi wajahnya, merasa malu karena ulah sang adik.

"malu anjir jangan teriak-teriak" pemuda itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Telinga nya memerah karena malu.

"dih lo mah gitu, adek nya baru pulang kok ngga happy" ujar Aruna cemberut. Iya orang yang ditunggu Rion adalah Aruna adiknya yang terbang ke Paris setelah lulus SMA sedangkan dia memilih tetap di Indonesia dengan sang ibu.

"emang, cepetan ayo pulang" Rion menarik tangan Aruna agar cepat-cepat menuju parkiran mobilnya

"dih nyebelin" gerutu Aruna.

"Bunda udah nunggu dirumah Runa"

Aruna tersenyum kembali saat mendengar ibunya sedang menunggunya di rumah.

"Ayo bang cepetan pulang"Aruna mendahului langkah sang kakak.

"Dasar" Rion pun akhirnya tersenyum melihat tingkah tak biasa dari adiknya.

.
.
.
Udah end sampe sini aja

I AM NOT HER (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang