20. Kita dan Ruang
"It's not about she doesn't want to do it and looks for reasons why she should, but she does want to do it and looks for reasons why she should."
•|♪♪♪♪|•
Anginnya kencang. Satu hal yang sedari tadi Andira pikirkan dari awal milih duduk disini sampai sepuluh menit lewat. Disampingnya ada Mark yang dari tadi setia nemenin dia bengong disini. Mungkin ini bisa disebut healing walaupun tempatnya gak sebagus itu sih. Dia masih berada disekitar kampus, karena waktu senggang menuju kelas berikutnya gak banyak jadi Andira milih leha leha dulu aja disini.
Tadi Gaia sama Mark sudah ngajakin dia ikut makan di kantin, tapi cewek itu menolak. Lalu tanpa aba-aba, Mark malah ngintilin dia ikut kesini. Ya— gak apa apa sih sebenarnya, asalkan gak banyak cincong aja. Rasanya lidahnya begitu hambar hari ini. Dari tadi hanya terdengar helaan nafas yang keluar dari mulutnya.
Andira menendang nendang krikil asal seiring dengan pikirannya yang berkelana tak tentu arah. Andira gengsi mengatakannya, tapi sedari tadi yang ada di pikirannya hanya Terra. Cowok itu sukses mengisi setiap ruang kosong didalam otaknya. Bukan kangen, dia cuman sangat clueless sama keadaan. Apa tindakannya kemarin sudah benar atau mungkin kata-katanya bikin Terra sakit hati, pertanyaan semacam itu terus muncul.
Andira gak salah kan nyuruh Terra untuk istirahat sejenak dan menyisakan ruang buat keduanya. Toh, dia udah jawab 'mau', walaupun gak tahu kapan jadinya. Dia hanya pengen supaya cowok itu bisa mendinginkan pikirannya dan kembali ketika memang keadaannya sudah membaik.
Andira hanya buntu menanggapi semua ini. Rasanya dia mau kabur ke hutan dan menumpah ruahkan semuanya disana tanpa perlu takut orang lain tau. Teriak sekencang mungkin sampai suaranya habis. Dia bingung, dia linglung, dia gelisah, dia bimbang. Cewek itu belum menemukan jawaban atas kegundahannya dari kemarin. Mudah saja, Andira hanya gak tahu bagaimana caranya berbagi cerita ke orang lain. Padahal mungkin, dia bisa menemukan jawabannya dengan berbagi pikiran secara jernih.
Makanya dia malas berurusan sama yang namanya perasaan. Susahnya ngalah ngalahin sidang skripsi, eh— enggak deh, skripsi tetap nomor satu dijajaran para pembuat onar dalam hidup. Andira gak tau ini antara dianya yang noob atau cara kerja terjalinnya sebuah cinta memang begini.
Disela sesi merenung dadakannya, pipinya tak sengaja tertampar daun kering yang terbang karena hembusan angin, berakibat umpatan kecil keluar dengan mulus dari mulutnya. Cewek itu mendongak seraya memperhatikan sekitar. Keadaannya lebih riuh dari hari kemarin, bahkan orang-orang lebih banyak berteriak dan berbicara dalam suara yang terkesan sarkas. Bingung, kalau udah capek ngapain juga dipaksain kerja.
Andira berdecak.
Mark spontan menoleh. Dia lega ternyata teman disampingnya masih hidup, soalnya dari tadi Andira nunduk aja kayak lalat mati. "Lo ngapain sih? Gak jelas banget. Bukannya makan malah bengong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terragya | Lee Taeyong✓
Fanfiction❝The difference if you call me "Kak" in the present or "mas" in our future.❞ [ ON GOING] ✓ Original work© By LovaMay/blueby/2021