19. Kita dan Rasa (9)

211 23 0
                                    

19. Kita dan Rasa

Tolong vote walaupun cuman sekali aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tolong vote walaupun cuman sekali aja.

Untuk yang udah vote, apalagi setiap chap terimakasih banyak. Lope yu :)

"I will be the one who can take you at your worst."—Terragya Alvaro Adiwijaya

•|♪♪♪♪♪|•

Hari ini berjalan seperti biasanya. Andira baru bisa dibebaskan dari Penjara berkedok kelas menjelang maghrib. Yang berbeda kali ini kampus terlihat ricuh dan lumayan rame, penyebabnya hanya satu, Festival Music tahunan. Andira yang baru keluar dari goa berasa kayak anak hilang sendiri, bukan bagian dari panitia tapi dia seakan-akan ikut ribet bantuin ini itu.

Lusa memang jadwalnya Festival Music digelar. Udah dari sebulan yang lalu kayaknya anak-anak pada nyiapin. Rencananya acara bakal digelar di GOR khusus punya kampus, bakal keren banget kayaknya. Ditambah stand bazar dan sponsor yang tambah bejibun dibandingkan tahun lalu, dipastikan lusa Andira bakal cosplay jadi nenek Prada yang beli ini beli itu tanpa mikir. Jangan kaget kalau duitnya tinggal sisa selembar doang besok.

Dia berjalan riang sambil memperhatikan sekitar, banyak orang lalu lalang. Andira berusaha terlihat setenang mungkin supaya ga dikira panitia, kalau panitia jalannya grasak grusuk. Soalnya dari tadi dia banyak ngeliat orang lain yang ditarik-tarikin dengan seenaknya. Katanya sih, bantuin. Ogah banget.

Posisi GOR nya emang berada deket dengan wilayah rumpun soshum. Beda lagi sama Fatek yang posisinya ada di ujung kulon, sangat tidak bersahabat. Makanya ga aneh sekarang Andira berasa lagi demo, penuh dan sumpek banget bro.

Lagi jalan santai tiba-tiba Andira dikagetkan suara teriakan yang kenceng banget dari belakang, lengkap dengan tepukan yang lebih mirip disebut pukulan di bahunya.

"HEH KAMU!"

Andira refleks berbalik dengan muka bete. Kenapa juga harus teriak kalau posisinya udah sedeket ini sama dia, ngomong biasa aja kan bisa. Dia ga budek kok, lagian dia juga lagi ga pakai earphone, jadi telinganya plong kosong melompong. Emang manusia-manusia kayak gini minta ditendang.  

"Saya?" Andira bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kamu." Kemudian Bapak-bapak itu mendekat dan menyodorkan sekotak kardus besar kerahnya. "Tolong bawain. Ini kelompok properti satu buat lusa."

"Maaf, saya bukan panitia. Ba—"

"Ya gak harus panitia juga dong. Ini kan buat kampus kamu." Lalu dengan ga tau dirinya, Bapak itu maksa narik tangan Andira supaya menerima kardusnya. "Kasihin ke Dassa, FIB angkatan 24 yang anak Hima."

Terragya | Lee Taeyong✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang