Selain membawakan kotak P3K untuk El, Shandy juga membawakan teh hangat untuk adiknya yang kini terkulai lemas sambil terus bersandar di kursi belakang mobil El. Perempuan itu tidak mengalami luka apapun sejak bogem mentah berlabuh di pelipisnya, hanya saja, pusing kepala masih mengitarinya sedari tadi.
El melihat ke arah parkiran motor. Laki-laki yang sama masih ada di sana, duduk di sebelah Kang Didin yang sepertinya sedang menginterogasinya.
"El, siapa sih itu?" Shandy ikut memandangi laki-laki yang sama dari balik jendela. "Lo ada masalah sama dia?"
Tidak ada jawaban apapun dari El. Rahangnya masih keras. Alisnya masih bertaut penuh amarah. Mata El yang biasa bulat dan teduh, tak bisa berbohong lagi. Gurat marah tergambar dengan begitu jelas di sana. Laki-laki berambut ikal itu mengembuskan napas kasar. "Kalian tunggu sini, ya. Gue mau ngomong sama di—"
"Nggak," potong Shana cepat ketika tangan El baru saja mendorong pintu di sebelahnya setengah terbuka. Perempuan itu mencengkeram kuat siku El, menahannya supaya tidak keluar dari mobil. Shana menggeleng lesu, menegaskan, "Nggak usah, El. Biarin dia pulang sendiri nanti. Gue anggap udah nggak ada urusan sama Mas Ares, dan lo nggak perlu terlibat."
"Kalau gitu gue mau ngusir dia."
"Ya udah gue ikut!"
El dan Shandy bertukar tatap. Shandy masih tidak mengerti apapun. Siapa laki-laki yang tadi berkelahi dengan El, apa duduk permasalahannya, apa hubungannya dengan Shana, apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini.
El berdengkus. "Ya udah, nggak jadi," tutupnya. "Lo gue anter pulang, ya?" El segera mengalihkan topik. Laki-laki itu keluar melalui pintu kanan, lalu masuk ke kursi kemudi di bagian depan. "Mobil lo dibawa Shandy, ya."
Pasrah, Shana mengangguk. Sebelum beranjak dari parkiran dan meninggalkan kafe, Shandy keluar dari mobil, mengambil barang-barang mereka yang masih tertinggal di atas meja. Shandy lekas masuk ke mobil Shana, mengekori mobil El menuju rumah ibunya di Pondok Indah.
Laki-laki yang tadi berkelahi dengan El belum beranjak bahkan setelah mereka meninggalkan parkiran dibantu oleh Kang Didin. Shana melihatnya dengan jelas dari balik jendela yang tertutup rapat. Hatinya pecah berkeping-keping. Ia tidak pernah tahu bahwa kedekatan singkatnya dengan Ares berujung seperti ini. Lagi pula Shana heran, kenapa Ares tiba-tiba kembali setelah ia menghilang berhari-hari bak ditelan bumi?
+ + +
Ares: Saya nggak boleh ngobrol sebentar sama kamu, ya, Shan?
Ares: Saya mau minta maaf dan tanya sesuatu sama kamu.
Ares: Omong-omong, gimana keadaan kamu?
Usapan Shana pada ponselnya berhenti seketika. Sudah satu hari berlalu sejak pertengkaran antara El dan Ares mengundang banyak saksi di pelataran kafe. Pesan-pesan yang sedang dibacanya juga sudah masuk sejak semalam. Hanya saja, Shana enggan membalasnya. Selain ia merasa harus beristirahat, juga ia merasa bahwa Ares memang seharusnya diblokir saja dari kehidupannya. Mana bisa Shana memberikan ruang di dalam hatinya untuk laki-laki tidak jelas seperti ini? Datang dan pergi seenaknya. Kemarin sudah menyebar kabar tunangan, tapi sekarang malah ingin menemui Shana lagi. Dih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Tamu & Tuan Rumah
أدب نسائيSekali lagi dalam dua belas tahun terakhir, Ishana Anantari dipatahkan hatinya dengan tidak terhormat! Lebih tidak etisnya lagi, si bajingan itu meminta Shana untuk mengembalikan uang yang digunakannya untuk membeli kado sebulan yang lalu. Apa-apaan...