031

703 83 7
                                    

Shana baru saja keluar dari kamar mandi ketika ia melihat ponselnya yang sedang dicas menyala dan bergetar di atas nakas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shana baru saja keluar dari kamar mandi ketika ia melihat ponselnya yang sedang dicas menyala dan bergetar di atas nakas. Nama Alin tertera di sana. Tumben. Alin hampir tidak pernah meneleponnya kecuali ada kebutuhan darurat. Mungkin kali ini juga darurat? Shana tidak mau menimbang-nimbang. Ia segera menerima telepon masuk tersebut, mengaktifkan loud speaker sementara ia sibuk mencari piama kesayangannya di koper.

"Shan, temen lo ke apartemen." Alin membuka percakapan, membuat Shana mengernyitkan kening, bingung. "Si El-El itu tadi ke sini, nanyain apartemen lo. Gue kasih aja alamat lo."

Tangan Shana mendadak kaku. "H-hah? Kok ... kenapa dia tiba-tiba ke hotel?"

"Ya gue mana tau. Gue aja kaget dia malah nggak tau alamat lo."

Shana terkekeh pelan. Ia urung mencari piama. Kini perhatiannya tertuju pada tumpukan blus yang ada di dalam kopernya. "Eng ... iya, Lin, gue emang belum bilang sama El."

"Hah, kenapa? Lo lagi ribut, ya?"

"Nggak, kok. Emang lagi nggak kontakan aja. Dia kan lagi sibuk banget, Lin, ngurusin kafenya. Gue belum sempet bilang," dalih Shana.

Kenyataannya, Shana memang belum mengabari El karena belum siap menceritakan pada El tentang apa yang terjadi padanya. Tentang orang tua kandungnya, tentang perceraian kedua orang tuanya, tentang betapa Shana hancur mendengar dua kabar buruk sekaligus dalam satu malam. Shana belum siap menghambur ke pelukan El dalam duka lagi.

Pada kedua orang tuanya saja, Shana berbohong. Ia bilang sedang dipindahtugaskan ke luar kota, dan belum pasti kapan akan pulang. Padahal, selama beberapa hari ini Shana hanya pindah ke apartemen yang disewanya selama sebulan. Pekerjaan Shana juga tidak mengharuskannya untuk keluar kota. Shana tetap bekerja di balik meja resepsionis yang sama. Hanya saja, rute pulangnya yang berbeda.

Sejauh pekan pertama berjalan, semuanya lancar-lancar saja. Ares sudah tidak mengontaknya sama sekali, El juga tidak membombardir dengan juta tanda tanya. Semua orang, kecuali rekan kerjanya di Hotel Indonesia Kempinski, memberinya ketenangan sebab Shana mengganti nomor ponselnya.

Hanya satu sial yang belum pernah Shana pikir akan terjadi. Ia tidak tahu kalau El ternyata bisa-bisanya sampai datang ke hotel untuk mencarinya, dan kabar yang jauh lebih buruknya, sudah seminggu berjalan tapi Shana belum juga bilang kepada teman-temannya untuk tidak memberikan informasi kepindahannya kepada siapapun.

"Eh, ya udah, Lin. Ini kayaknya El udah dateng. Gue tutup, ya?"

Shana tidak menunggu respons Alin, justru langsung menutup telepon secara sepihak. Perempuan itu segera menarik salah satu blus putih dan celana biru dongker pendek dari dalam kopernya. Ia bersiap dengan tergesa-gesa, bahkan tidak sempat untuk menyisir rambutnya dengan maksimal. Shana lantas meraih kunci mobil di nakas, berlari secepat yang ia sanggup menuju lift, menekan tombol B, menuju parkiran di lantai basement.

Mas Tamu & Tuan RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang