01

96.4K 3.6K 79
                                    

"Buruan! Lo lama banget sih."

"..."

"Lomba mulu perasaan."

"..."

"Hm. Lima menit gue tunggu di kantin. Lebih dari itu gue samperin kesana." Nathan menjauhkan ponselnya dari telinga. Kemudian ia melempar ponsel mahal itu kemeja.

Megan serta Saga hanya bisa menggelengkan kepala. Tidak mau ambil pusing dengan satu teman mereka yang memang sudah bersahabat dengan sifat pemarah.

Nathan terus melihat arloji mahal yang melingkar di pergelangannya. Menghitung mundur sambil menanti perempuan cantik yang sudah membuatnya menunggu itu.

Dari arah kanan, seorang perempuan tengah berlari sembari memeluk buku-buku catatannya.

Mendengar langkah mendekat, Nathan mengalihkan pandangan. Ia memberi tatapan tajam pada perempuan yang kini sudah duduk di sebelahnya dengan nafas tersengal-sengal.

"Lama."

"Belum lewat lima menit kan??" tanya nya dengan wajah mulai berkeringat. Jarak ruang bimbingan dengan kantin lumayan jauh. Callista berlari untuk menempuh jarak itu demi kekasihnya yang otoriter.

"Hm. Makan dulu." Nathan menggeser makanan yang sudah ia persiapkan sejak tadi.

Dirinya jelas tau jika Callista sangatlah sibuk hingga sering melupakan waktu makan. Sebagai pacar, ia pun membantu mengatur waktu untuk itu. Lebih tepatnya menggertak guru pembimbing untuk meluangkan waktu istirahat bagi pacarnya.

Mata Callista berbinar, "makasih Sayang." Ujarnya tulus. Namun sayangnya tidak dapat tanggapan apa-apa dari cowok di sampingnya.

"Sama-sama Sayang." balas Megan serta Saga serentak. Tawa mereka menguar setelah berhasil membuat wajah Nathan memerah marah.

Callista tersenyum menanggapi polah mereka. Menjadi pusat perhatian sudah biasa. Memiliki pacar dengan paras rupawan serta dua temannya yang juga tak kalah tampan, membuat dirinya sering menjadi patokan ke-iri-an para wanita disekolahnya.

Apalagi dirinya sendiri juga memilik paras jelita serta di anugrahi otak cemerlang yang membuat dirinya menjadi anak emas para guru. Banyak prestasi yang sudah ia cetak untuk mengharumkan nama sekolahnya. Dari hal ini saja sudah membuat Callista populer di kalangan siswa siswi Blizzard Senior High School.

"Ulang sekali lagi, and I'll kick your fucking head!" ancam Nathan dengan penuh penekanan. Itu merupakan kata-kata keramat Nathan.

Megan mengangguk dengan bibir mengejek, "ya ya ya."

"Makanya, di tanggepin kek ceweknya. Jadi orang jangan pelit ngomong Nath, kuburan lo sempit nanti."

"Jangan ngomong gitu Ga! Nanti ada berita bapaknya Nathan beli tanah sehektar buat persiapan kuburan anaknya, kan nggak lucu." ujar Megan memperingati.

Saga dengan ekspresi terkejut palsunya menutup mulut, "sehektar cuma buat kuburan, biar bisa guling-guling mayitnya?"

"Kan udah mati goblok!" Megan memukul kepala Sagara dengan buku yang Callista bawa tadi.

Callista menjeda makannya, ia lebih memilih tertawa menanggapi lelucon mereka berdua. Tidak tahu saja jika bahan lelucon mereka sedang menatap mereka satu persatu.

"Lanjutin. Gue ke kelas dulu ambil cangkul." Nathan berdiri dari duduknya. Menatap mereka satu persatu dengan tangan berada dalam saku celana OSIS-nya.

Megan dan Saga menelan ludah. "Cangkul b-buat apa Nath?" tanya Saga tergagap.

"Gali kuburan lo berdua." jawabnya datar kemudian berlalu.

Saga dan Megan saling tatap, menelan ludah masing-masing. Kemudian serempak menatap Callista meminta perlindungan.

Callista menahan tawa. Wajah mereka berdua sangat lucu jika sedang memelas seperti itu.

"Alvaro ke toilet. Kalian jangan serius gitu ah!" tutur Callista yang melihat Nathan berbelok menuju toilet tadi. Ia lebih suka memanggil lelaki itu dengan nama tengahnya.

Mereka berdua menghela nafas lega. Nathan itu nekat. Ya walaupun tidak masuk akal juga ada cangkul di kelas, tapi jaga-jaga saja jika lelaki itu merealisasikan ucapannya.
***

"Pulang bareng gue." ucap Nathan tidak memberi tawaran. Ia lebih suka memberi perintah dari pada tawaran yang membuat lawan bicaranya berpikir.

"Masih ada bimbingan, Al." Tolakan halus itu Callista lontarkan.

"Bimbingan mulu hidup lo. Seneng kan lo bimbingan gitu deket sama cowok satu tim lo?" tuduh Nathan semena-mena.

"Jangan asal nuduh gitu ih! Salah sendiri dulu nolak di ajak lomba."

"Cih, lo pikir ikut gituan ada manfaatnya?"

"Ada!"

"Apa? Naikin kepopuleran lo? Callista si anak emas Blizzard High School..." ujar Nathan melebih-lebihkan nada bicaranya.

Callista menggeleng, "kamu kalo mau pulang sekarang nggak apa-apa." Callista lebih memilih mengalihkan topik dari pada harus berdebat dengan si kepala batu.

"Ya nggak lah. Mending gue nunggu lo aja dari pada lo nyari kesempatan deket-deket sama cowok satu tim lo itu." Putus Nathan sembari merangkul gadis berambut sebahu itu menuju ruang bimbingan.

Callista memamerkan senyumnya. Nathan ini lelaki tsundere. Gengsinya selangit.

"Eh kamu mau kemana??" Callista mengernyit bingung ketika Nathan ikut masuk kedalam ruang bimbingan.

"Nemenin lo bimbingan lah." jawab cuek lelaki yang sudah duduk di salah satu kursi itu.

Callista menghela nafas menghadapi tingkah Nathan yang terkesan seenaknya saja. Padahal disana sudah ada guru pembimbing serta dua teman satu timnya.

"Maaf Mrs." Callista merasa tak enaknpada guru pembimbingnya.

Guru pembimbing yang biasa dipanggil Mrs. Kanina tersenyum menanggapi, "it's oke. Nathan, nanti kamu juga bisa ikut bimbingan. Atau malah bisa bantu mecahin soal."

Lagi-lagi Callista menghela nafas. Lelaki yang menjabat sebagai kekasihnya itu hanya mengangguk dengan pandangan terfokus pada ponsel.

Sekali lagi Callista meminta maaf. Doakan saja Nathan tidak mengganggu belajar mereka.

15 menit berlalu, Callista dan teman satu tim-nya, Gerrald dan Hasna, ditugasi untuk memecahkan soal berjumlah 20 butir itu dalam waktu 15 menit.

Callista sejak tadi fokus pada soal-soal dihadapannya. Berusaha untuk tidak memperdulikan Nathan yang duduk di sebelahnya.

"Kelamaan kalo pake cara itu."

Callista terlonjak. Tiba-tiba saja Nathan bersuara dan menarik kertas yang ia jadikan coret-coretan.

"Liat! Gue nggak mau ngulang."

Dengan segera Callista menormalkan ekspresinya. Ia sekarang fokus pada coretan yang Nathan buat pada kertasnya.

"Pelan-pelan Al!"

Nathan tetap diam melanjutkan coretannya. Callista pun dibuat kalang kabut. Ia sudah tertinggal beberapa langkah cara yang Nathan gunakan.

"Udah." Nathan menggeser kertas tadi.

Callista menatap lamat-lamat kertasnya tadi, cara itu berbeda jauh dari cara yang ia gunakan. Terlihat lebih ringkas tapi ia tidak tau darimana saja asal angka-angka itu.

"Al..."

"Gue udah bilang nggak mau ngulang." ujar Nathan cuek. Ia kembali menyentuh ponselnya.

Callista mendengus sebal. Buru-buru ia menyalin jawaban itu. Masalah darimana angka-angka itu berasal, ia bisa memaksa Nathan untuk mengajarinya dirumah. Yang penting soal 20 butir itu selesai dulu.

Pukul setengah lima sore bimbingan selesai. Nathan menepati omongannya untuk menemani Callista hingga selesai bimbingan.

"Gue laper. Mampir makan dulu."

"Iya."

Pada kenyataannya Nathan hanya ingin Callista mengisi perutnya. Kata-kata lapar tadi hanya untuk membuat Callista makan tanpa harus menawari perempuan itu agar tidak terlihat peduli.
***

vote and komen juseyo

selamat datang di cerita Nathan

NATHANIEL ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang