05

48.8K 2.5K 39
                                    

Rombongan dari Bandung tiba pada pukul setengah tiga. Sekolah sedang riuh-riuhnya dengan lalu lalang murid yang akan pulang kerumah.

Callista dan dua temannya digiring untuk menuju ruang bimbingan. Saling memberikan selamat dan puji-pujian bagi mereka bertiga yang berhasil mengharumkan nama sekolah dengan mendapat juara satu.

Callista sudah menghubungi Nathan jika ia sudah berada di sekolah. Entah dimana posisi laki-laki itu sekarang, yang pasti pesannya hanya dibaca saja tanpa dibalas oleh Nathan.

Ruang bimbingan mulai sepi. Para guru beserta Gerrald dan Hasna memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing. Callista masih berdiam disana. Menunggu Nathan membalas pesannya.

"Nggak mungkin kan dia udah pulang?" monolog Callista diruangan sepi itu.

Suara pintu terbuka mengalihkan fokus Callista. Ia menerbitkan senyumnya tatkala melihat Nathan masuk.

Callista merentangkan tangannya dan disambut pelukan hangat oleh Nathan. Badannya terangkat karena perbedaan tinggi mereka.

"I win!" ucap Callista dengan senyum puas dibalik punggung Nathan.

"I know." balas Nathan turut bangga.

Ia melepaskan pelukannya. Menatap dalam-dalam wajah Callista yang berbinar bahagia.

"Lo selalu berhasil buat gue bangga." Nathan memberi satu kecupan di dahi Callista.

Callista tersenyum senang. Menurutnya, itu adalah kata-kata termanis yang pernah Nathan ucapkan selama mereka berpacaran. Sangat jarang mendengar Nathan memujinya meskipun mereka adalah pasangan.

"Cuma bangga? Nggak mau ngasih hadiah gitu?" goda Callista dengan tawa cantiknya.

Nathan tersenyum miring, "mau dirumah gue apa apart lo?"

Callista melotot. Bukan itu yang ia maksud.

"Ish jangan mesum! Hadiah yang beneran."

Nathan tertawa kecil, ia kembali membawa Callista kepelukannya. "Mau apa?"

Callista menggigit bibirnya, sudah membayangkan apa yang ia mau.

"Kita date satu hari full sebagai pasangan normal."

Nathan menjauhkan tubuhnya. Alisnya terangkat, bingung dengan maksud Callista.

"Emang kita nggak normal?"

Callista tertawa. "Maksudnya tuh dari pagi kita ada kegiatan sampe sore kaya pasangan pada umumnya. Jalan berdua, nonton, ke tempat-tempat romantis, terus  main apa gitu, masak bareng... apa ajalah. Intinya, nggak boleh berantem dan nggak boleh berbau mesum!" Peringat Callista keras.

Dahi Nathan berkerut, "sounds boring."

Bibir bawah Callista maju. Memang susah mengajak lelaki itu jauh dari kata war dan mesum.

"Sehariii aja. Please?"

Nathan berpikir. Memang kegiatan yang Callista sebutkan tadi sangat jarang mereka lakukan. Paling mentok mereka keluar hanya untuk makan dan menemani Callista membeli sesuatu. Nathan tidak pernah membawa Callista ke tempat-tempat romantis. Mereka juga tidak pernah masak bareng karena memang Nathan tidak pernah menyentuh dapur. Nonton? Hanya beberapa kali.

Namun, melihat wajah memohon Callista membuat Nathan tidak bisa menolak.

"Pilih aja harinya." final Nathan membuat Callista meloncat senang.

"Makasih Sayang! I love you-" satu kecupan mendarat di bibir Nathan "-so much." Lanjut Callista.

Jika Nathan sudah di pancing, maka Callista tidak akan lepas sebelum bibirnya bengkak.
***

NATHANIEL ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang