45

21.3K 1K 237
                                    

Liburan musim dingin tinggal tiga hari lagi. Lelaki dengan rambut yang mulai memanjang itu duduk termenung di balkon appartemennya. Merenung.

Selama trip satu minggunya di London, itu tidak menghasilkan apapun. Callista sama sekali tidak bisa ia lacak keberadaanya. Begitupun dengan Sagara.

Dan ia kembali dengan kebohongan manis yang ia rancang jauh-jauh hari saat Ara bertanya bagaimana liburannya di Eropa bersama Callista. Sangat manis kebohongan yang ia buat sampai-sampai ia hanya bisa tersenyum sekarang membayangkan jika kebohongan itu meniadi nyata.

"Gue nggak bakal nyerah Call. Gue tau kesalahan gue nggak bisa dimaafin. Tapi lo tau sendiri, gue orangnya nggak tau diri." Nathan tertawa mendengar ucapannya sendiri.

Kembalinya ia dari London mendapat bom pertanyaan dari Leo. Dan ia tak sanggup menjawabnya. Jadi ia memilih diam.

Sepupunya yang biasanya banyak tingkah itu kini lebih kalem. Mungkin sadar kalau dirinya kini sudah tidak punya semangat hidup.

Berkali-kali Leo katakan untuk bangkit dari keterpurukannya. Tapi bagaimana bisa jika rasa bersalah sudah nyaman bersarang dihatinya sekarang?

Setiap hari, bahkan setiap detik ia merasa bersalah. Ia menyesal, sangat. Bahkan ia nekat bertanya kepada Shiren. Namun lagi-lagi ia tak mendapatkan apa-apa karena perempuan itu tidak pernah ikut mengunjungi Callista.

Sebenarnya bisa saja ia memanipulasi Shiren agar bertanya ke Anggara. Namun ia yakin Anggara pasti curiga dan berakhir kabar ini sampai ke Davin.

Ia sangat melindungi agar kabar ini tak sampai ke Daddy-nya. Ia tau bagaimana pola pikir Davin. Pasti keputusan lelaki tua itu akan merugikannya.

"Kayanya emang gue harus perbaiki diri dulu. Setelah gue pikir, selama ini gue nggak pantes buat Callista. Dia cantik, baik apalagi, keluarganya juga terpandang, berprestasi. Gue? Cuma bisa seenaknya. Bahkan gue batesin lingkungan pertemanan dia." Nathan terkekeh saat bercerita kepada angin.

"Jahat banget lo, Nathan." Ujaran itu berasal darinya sendiri.

"Do I deserve her?"

"Yea you do."

Nathan menoleh. Ia kemudian terkekeh melihat Leo berdiri diambang pintu balkonnya.

"Sejak kapan lo disitu?"

Leo beranjak duduk di kursi sebelah. Ia kemudian menyodorkan rokok dan menaruh dua gelas bir yang ia bawa.

"Sejak kau bertanya 'do i deserve her?'" Jawab Leo.

Nathan menyalakan rokok nya, ia hisap dan hembuskan asap itu.

"Kenapa bisa lo ngomong gitu? Lo tau gue selama ini jahat ke cewek gue, Le." Ujar Nathan memandang lurus kedepan. Rokok terselip di antara telunjuk dan jari tengahnya.

"Apa dia masih bisa dikatakan sebagai kekasihmu?"

Nathan seketika menoleh, "bangsat!" Makinya setelah menendang kursi Leo.

Lelaki jangkung itu tertawa keras. Ia menghembuskan asap keatas dengan puas. "Listen, kau tidak hanya satu tahun berpacaran dengannya. Bahkan kedekatan kalian sudah diketahui oleh semua orang."

Nathan setia mendengarkan apa yang Leo katakan.

"Kelakuanmu selama ini memang kurang benar. Tapi, apa mungkin Callista akan tahan denganmu jika kelakuanmu sudah melewati batas?"

"I mean, Callista pasti punya alasan tersendiri untuk memilih bertahan denganmu selama ini. Itu berarti, ada sesuatu dari dirimu yang membuat Callista bertahan."

"Hanya perempuan bodoh yang akan bertahan dengan manusia toxic sepertimu. Tapi, dia pintar juga. Karena manusia toxic yang ia pilih adalah tipe orang yang setia. Bahkan rela mati demi dirinya."

NATHANIEL ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang