13

38.4K 2.2K 54
                                    

"Kamu mau sampe kapan tinggal di apart aku? Pulang Al!" gerutu Callista karena Nathan tak kunjung pulang. Sudah tiga hari lelaki itu menginap di tempatnya.

Nathan melepas seatbelt-nya. Ia mengendikkan bahu acuh. "Seminggu."

Callista menoleh terkejut. "Nggak nggak nggak. Malem nanti kamu pulang. Nggak ada nginep lagi."

"Terserah gue lah." Balas Nathan acuh kemudian keluar mobil menenteng tas punggungnya.

Callista menyusul Nathan dengan juga membawa tas sekolahnya. Mereka memasuki lift yang berisi dua ibu-ibu tetangga unit Callista.

"Pacarnya Call?" tanya salah satu wanita berambut sepunggung yang di keriting.

Callista meringis, "iya Tan."

"Tante lihat udah beberapa hari dia disini. Nginep ya?" tanya Ibu satunya.

Callista menelan ludah. Ia melirik Nathan yang berdiri di sampingnya. Callista mengeratkan genggamannya pada tangan Nathan.

"I-iya Tan, tapi kita nggak ngapa-ngapain kok Tan, sumpah." Callista buru-buru menjelaskan.

Kedua wanita tadi tertawa. "Yaudah Tante percaya. Tapi kalo lama-lama dia masih nginep juga, Tante aduin Papa kamu loh."

Rasanya Callista ingin menendang Nathan keluar dari gedung ini sekarang juga. Jangan sampai citranya rusak di depan Papanya gara-gara membawa pacar menginap selama berhari-hari.

Bunyi dentingan menandakan mereka sudah berada di lantai 3. Nathan menarik tangan Callista begitu saja, meninggalkan ibu-ibu tadi di belakang. Ia menekan digit angka supaya pintu terbuka. Begitu terbuka, Nathan segera membawa Callista masuk dan buru-buru menutup pintu.

"Kamu denger sendiri kan tadi? Jadi nggak ada alasan buat kamu tinggal disini lagi." Callista dengan senyum kemenangannya bersedekap dada menatap Nathan yang sudah merebahkan diri di sofa.

"Lo pikir gue peduli?" balas Nathan cuek.

"Al, aku nggak mau ya orang-orang pada mikir kita ngelakuin yang nggak-nggak disini."

"Emang itu kenyataannya kan?"

Callista menggeram kesal. Ia duduk di sebelah tubuh Nathan, "sampai ketahuan Papa, nggak bakal kamu diizinin pacaran lagi sama aku."

Nathan tertawa mengejek, "oh ya?"

"Iya lah! Kamu denger sendiri waktu itu."

"Hmm..." balas Nathan seenaknya.

Callista menggigit bibir bawahnya, "kita masih sekolah Al. Nggak wajar kalo kita tinggal bareng kaya gini." ucap Callista melembut.

"Gue cuma numpang beberapa hari di tempat cewek gue. Salah?"

"Tapi kamu punya rumah!"

"Perlu gue jual dulu supaya lo izinin gue tinggal disini?"

Ide gila Nathan membuat Callista mendesah pasrah. Tidak tahu lagi harus berkata apa.

Nathan menarik lengan Callista, membuat gadis utu berbaring di sampingnya. Nathan memiringkan posisi tubuhnya, ia memeluk Callista dari belakang.

Callista nyaman dengan posisinya. Sofa yang cukup lebar itu mampu menyamankan tubuh lelahnya. Apalagi ada sepasang lengan yang merengkuhnya.

"Lo kesepian disini. Sendiri nggak enak Call." bisik Nathan di dekat telinga Callista.

Meresapi ucapan Nathan barusan, Callista berpikir, sebenarnya kehadiran Nathan disini juga membuat apartemennya terasa hidup. Selama ini ia sendiri. Ia tidak memiliki teman.

NATHANIEL ALVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang