.
.
.
.
.
Rion tengah duduk di pinggir pantai, bukan untuk menikmati senja, hanya saja dia sedang pusing dengan hubungannya dan Vania.Gadis itu semakin lama semakin bertingkah aneh, beberapa kali Rion memergoki Vania sedang menatapnya tajam, seperti akan menelannya hidup-hidup.
Tap
Rion berjengkit kaget saat pundaknya di tepuk seseorang, hal itu membuat Rion memberanikan diri menoleh ke belakang.
"Igel!" Igel tertawa saat melihat wajah kesal sahabatnya itu.
"Ngapain sih? Masih mikirin ibuk sama ayah?" Rion menggeleng.
"Gak, ngapain mikirin mereka, mereka aja cerai gak mikirin aku!" Igel tersenyum sendu, dia kira hanya dirinya yang akan merasakan menjadi anak broken home, tapi ternyata sahabatnya juga.
"Terus mikirin apa?"
"Vania." Alis Igel menukik saat mendengar nama kakak angkatnya di sebut.
"Ada apa sama Vania?" Rion menatap Igel dengan lekat.
"Sejak kita lulus dua bulan lalu, dan masuk fakultas kedokteran, dia jadi aneh tau Gel." Igel masih diam mendengarkan segala keluh kesah Rion.
"Aneh gimana sih?"
"Vania beberapa kali ngeliat aku kayak mau bunuh aku, tajem banget." Igel menggeleng, mengingat bagaimana Vania selama ini mungkin sangat tidak aneh jika Vania seperti itu.
"Mau bertahan berapa lama lagi Yon?" Rion menunduk saat mendengar ucapan Igel.
"Aku lagi cari waktu yang tepat Gel, tapi kegiatan jadi mahasiswa baru bikin aku hampir gak bisa ketemu sama mbok." Igel tersenyum tipis sebelum mengelus pundak sang sahabat.
"Udah ayo pulang, besok ada kelas pagi kita." Rion mengangguk saat Igel mengingatkannya pada kelas pagi.
"Gel, aku nginep ya? Males ketemu ibuk kalau pulang." Igel hanya mengangguk, dia tidak pernah keberatan jika Rion menginap di tempatnya, lagi pula banyak barang Rion yang sengaja di tinggalkan pemiliknya di sana.
"Iya, ayo pulang."
.
.
.
.
.
Plak"Apa begini kelakuan kamu di belakang Rion selama ini Vania?!" Vania menyentuh pipinya yang baru saja mendapat tamparan dari sang mama, Anya.
"Ma, Vania bisa jelasin!" Anya menggeleng.
"Mama sama papa gak pernah ngajarin kamu buat curang kayak gini Vania, muka mama mau di taruh dimana kalau sampai ibuk sama ayah tau apa yang kamu lakukan di belakang anaknya!" Anya menatap tajam pada Vania, sedangkan Igel hanya menatap datar pada sang kakak.
"Jangan sampai Rion tau kelakuan kamu mbok! Jangan pernah bikin Rion sakit karena tau kamu selingkuh!" Ucapan tegas Igel membuat Vania sedikit ciut.
"Udah Gel, sana kamu berangkat, katanya hari ini mau ngerjain tugas sama Rion." Igel mengangguk namun tatapannya tidak lepas dari sang kakak.
"Iya ma, Igel berangkat dulu. Nanti Igel mau mampir ke tempat papa." Anya mengangguk.
"Sampaikan salam mama buat papa ya." Igel hanya memberi gestur siap.
"Igel berangkat ma." Anya hanya tersenyum. Memang alasan perceraiannya dengan sang suami bukan karena pihak ketiga atau ekonomi, tapi karena Anya tidak ingin mengekang dan menghalangi mantan suaminya untuk bahagia.
"Ingat Vania, jangan lakukan itu lagi kalau kamu tidak mau kehilangan Rion!"
.
.
.
.
.
Rion seharusnya menuruti Igel untuk langsung pulang ke rumah, bukannya pergi ke cafe milik Elang. Tapi jika seperti itu Rion tidak pernah mengetahui semuanya secara langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beta Orionis
ФанфикMereka saling bergantung. Mereka saling menjaga. Mereka juga saling menyimpan rasa. Namun terjebak dalam sebuah ikatan bernama sahabat. Orion yang cengeng, selalu bergantung pada Rigel, dan Rigel akan dengan senang hati melakukan apapun untuk Orion...