12. Rumah Bintang

159 32 0
                                    


.
.
.
.
.
Rumah bintang

Penduduk sekitar yang menamai rumah itu dengan rumah bintang, bahkan rumah pribadi milik Antares itu terkenal di sekitarnya.

Semua bermula saat penghuni rumah bintang ikut serta dalam kerja bakti desa, enam dari delapan pemuda itu keluar dan berbaur dengan penduduk setempat. Berkenalan dan baru mengetahui jika sekarang mereka semua tinggal di rumah milik almarhum Amel itu bersama putra tunggal nya.

Ares menyatukan mereka semua dan Rion bahagia akan hal itu, meskipun baik Igel maupun Rion menyimpan kewaspadaan tersendiri pada penghuni rumah bintang.

Tok

Tok

Tok

"Bli, aku masuk ya." Rion masuk kedalam kamar Ares setelah lima menit tidak mendapat jawaban, sudah menjadi kebiasaan Igel dan Rion karena mereka tau Ares selalu membuat kamar nya kedap suara.

"Oh, kenapa Yon?" Rion menghela nafas panjang saat melihat Ares sibuk dengan laptop nya.

"Makan dulu bli, udah ditungguin mas Alta sama yang lain di bawah." Ares memasang wajah melas saat mendengar ucapan Rion.

"Aku lagi males makan Yon, nanti aja aku makannya, kalian bisa makan duluan." Rion yang mendengar itu langsung menatap lekat pada wajah tampan Ares yang tampak pucat.

"Bli lagi ngerasain sakit ya?" Ares tidak menggeleng atau pun mengangguk, dia tidak siap mendengar omelan Igel nantinya.

"Aku gak sakit, cuma capek jadi mager turun dari kasur." Rion menghela nafas kasar mendengar jawaban Ares.

"Aku serius loh bli!" Ares tertawa pelan.

"Aku juga serius Orion, nanti aku makan kalau udah gak mager, beneran deh." Rion akhirnya hanya bisa pasrah, dia tidak akan bisa memaksa Ares jika seperti ini.

"Nanti makan loh bli, aku bilangin ke Igel sama mas Alta buat nyisihin jatah lauk nya bli Ares." Ares hanya mengangguk dan memberi gestur mengusir pada Rion.

"Bli Ares ngeselin!!"
.
.
.
.
.
"Aku tau bli pasti makan tengah malem kayak gini." Ares yang sedang memanaskan lauk tampak terkejut saat mendengar suara Igel di belakang nya.

"Jangan ngagetin Gel! Suka banget ngagetin orang." Igel tersenyum dan segera mendekati Ares.

"Biar aku yang panasin bli, bli tunggu di kamar belakang aja." Ares mengangguk dan segera meninggalkan Igel di dapur.

"Gel, kamu juga makan ya, temenin aku."

Igel tau jika Ares akan mengatakan itu, karena selama mengenal Ares, pemuda itu tidak pernah suka makan sendirian.

Igel membawa dua piring berisi nasi dan lauk juga dua gelas teh hangat ke kamar belakang, kamar yang selalu menjadi tempat bersembunyi Ares.

"Bli, makan dulu." Ares langsung menggeser meja di kamar belakang agar Igel bisa langsung meletakan makanan mereka.

"Gel, besok cafe tutup aja ya." Igel mengernyit mendengar ucapan Ares.

"Kenapa bli?" Ares hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Kalian perlu waktu libur, lagi pula memang kalian gak mau kencan gitu?" Igel menatap aneh pada Ares, namun dia juga tau jika itu adalah sifat sang tuan rumah.

"Bilang aja bli mau ajak mas Alta kencan." Ares langsung mendelik mendengar cibiran Igel.

"Mana ada?!" Igel mengulas senyum tipis saat melihat semburat merah di pipi Ares.

"Ya habis, bli Ares tiba-tiba begitu. Jujur sama aku deh bli, bli mau pergi kemana? Tiba-tiba minta cafe di tutup, padahal bli semalem udah bilang kalau besok ada barang datang." Ares menghela nafas, dia tidak bisa membohongi Igel sepertinya.

"Hah...ya ya kamu menang, aku mau ke surabaya, obat ku habis." Igel terdiam namun tidak bisa menyembunyikan sorot matanya yang khawatir.

"Besok aku anterin kesana, tapi jangan ajak Rion, kalau bli pergi sendiri ke surabaya yang lain pasti curiga." Ares akhirnya mengangguk, lebih baik mengalah dari pada harus mendengar omelan super panjang dari Igel.

Kedua nya hanya diam setelah Igel mengatakan itu, baik Ares maupun Igel sama-sama fokus pada makanan mereka.

"Bli udah minum obat kan?" Ares hanya mengangguk karena mulut nya masih mengunyah makanan.

"Bli, kalau ada apa-apa atau ngerasain sakit, bilang ke aku atau Rion. Aku tau bli Ares gak mau bikin yang lain repot, tapi pengecualian buat kita berdua bli." Ares tersentak saat mendengar nada sendu dari Igel.

"Gel, kamu sama Rion udah terlalu baik sama aku." Igel menggeleng.

"Kebalik, bli Ares yang terlalu baik sama kita semua."
.
.
.
.
.
Rion merengut kesal saat menemukan Igel dan Igel justru tidur di kamar belakang, sebenarnya bukan masalah namun yang membuat Rion kesal adalah Igel tidak mengajak nya.

"Udah lah, mau sampai kapan kamu cemberut gitu?" Rion semakin menatap sebal pada Igel.

"Kamu ngeselin Gel, aku kan juga mau tidur sama bli Ares." Igel hanya tertawa pelan mendengar gerutuan Rion.

"Ya udah nanti malem kamu boleh tidur sama bli Ares." Biasanya Rion akan langsung sumringah jika mendengar itu, namun kali ini Rion masih setia dengan wajah kesal nya.

"Kalian gak akan nginep kan?" Igel menggeleng.

"Bli Ares gak mungkin mau di suruh nginep kecuali bener-bener butuh ngomong sama mas Rehan." Rion menunduk setelah mendengar ucapan Igel.

"Bli Ares gak akan ninggalin kita kan Gel? Bli Ares gak akan kayak tante Amel kan?" Igel menggeleng.

"Aku gak bisa menjamin apapun soal itu Yon, tapi kita semua berharap kalau bli Ares gak akan pernah ninggalin kita." Igel tau apa yang membuat Rion berpikiran tentang hal itu, semua karena mimpi buruk nya dua hari lalu.

"Aku kangen adek Gel, kalau dia ada sama kita pasti sekarang udah lucu kan? Pasti udah cerewet, terus sebentar lagi masuk sekolah." Igel terdiam mendengar gumaman Rion.

Igel kira setelah bertahun-tahun di pare, dan tidak pernah sekalipun mengungkit masalah anak mereka, Rion sudah lupa. Namun ternyata Igel salah, pemuda itu bisa melihat jika Rion sangat merindukan bayi kecil yang bahkan belum pernah dia lihat itu.

"Yon." Rion menggeleng.

"Jangan melarang ku buat inget Gel, karena rasanya sakit tiap kali aku harus pura-pura lupa akan hal itu." Igel terdiam, menatap lekat ke arah sahabatnya.

"Aku yang ngandung dia selama tujuh bulan Gel, aku yang paling menanti kehadiran bayi mungil itu, aku bahkan udah siapin nama buat dia."

"Tapi tiba-tiba dia di renggut begitu saja dari ku, aku bahkan gak sempet lihat bagaimana dia. Jadi jangan minta aku buat ngelupain adek, gimana pun dia anak pertama kita, dan aku yakin kalau dia masih hidup, aku gak akan percaya dia udah meninggal kecuali aku lihat sendiri makam nya."

Grep

Igel mendekap erat Rion yang terus saja mengeluarkan isi hati nya, Igel tidak sanggup mendengar hal itu. Bukan Igel tidak ingin putri mereka itu, hanya saja kehilangan itu juga menjadi luka bagi Igel, dia kehilangan putri yang di tunggu nya juga sang mama di waktu yang bersamaa.

"Maafin aku, maaf kalau selama ini aku minta kamu buat ngelupain itu, maafin aku Yon."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Beta OrionisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang