06. Maaf

174 33 2
                                    


.
.
.
.
.
Igel tidak jadi memberitahu orang tua mereka karena rengekan Rion yang terus mengatakan jika dia takut, akhirnya Igel hanya diam dan menuruti semua permintaan Rion.

Keduanya bahkan mengajukan cuti kuliah untuk sementara, karena Igel harus mengumpulkan uang untuk persalinan Rion nanti. Meskipun sebenarnya uang bulanan mereka berdua lebih dari cukup, tapi Igel ingin menjadi ayah sepenuhnya untuk calon anak mereka.

Kandungan Rion bahkan sudah masuk bulan ke tujuh, empat bulan setelah Rion dan Igel tau soal kehadiran calon bayi cantik mereka.

"Yon, kamu di rumah aja ya, jangan keluar dan jangan bukain pintu buat siapa pun, kecuali ayah sama papa. Ngerti?" Rion hanya mengangguk, karena mau bagaimana pun jika yang bertamu adalah Angga dan Damar mau tidak mau mereka harus membukanya.

"Iya Gel, jangan mulai cerewet deh." Igel tersenyum dan beranjak mencium bibir Rion, juga menyempatkan diri mengobrol dengan calon anak nya.

"Adek, jagain ayah ya, jangan rewel okey, nanti papa beliin ice cream coklat kalau pulang." Rion terkekeh geli saat Igel berbicara di depan perutnya yang sudah membesar.

"Iya papa, cepet berangkat terus cari uang yang banyak." Igel tertawa saat Rion membalas ucapannya, belum lagi tendangan kecil yang dia rasakan saat tangannya mengusap perut buncit Rion.

"Udah sana berangkat Gel, nanti di marahin bli Elang loh!" Igel kembali tertawa kecil.

"Iya iya ini aku berangkat, kalau ada apa-apa langsung hubungin aku Yon." Rion mengangguk.

"Iya Rigel!"
.
.
.
.
.
Plak

Plak

Plak

Rion diam saat pipinya mendapat beberapa tamparan dari Lia, jika saja tadi orang-orang suruhan Lia tidak mengancam akan memukul perutnya sudah pasti Rion tidak akan pernah mau ikut dengan mereka.

Rion di bawa ke salah satu rumah milik sang ibu yang cukup jauh dari tempat tinggal Igel, dan begitu sampai Rion langsung mendapat kekerasan dari sang ibu karena melihat dirinya hamil.

"Kamu malu-maluin Orion! Gimana bisa kamu hamil sedangkan kamu itu laki-laki?!!" Rion menunduk, sebisa mungkin menjaga perut nya, berjaga-jaga jika sang ibu atau Vania akan mengincar perutnya.

"Rion gak tau buk, tuhan yang kasih Rion kelebihan kayak gini! Seharusnya ibuk sudah tau sejak dulu kalau ada organ lain di tubuh Rion!" Ucapan Rion sontak membuat Lia tertampar, karena nyatanya dia memang tau jika Rion memiliki rahim bahkan sejak anak itu masih bayi. Lia juga seorang dokter, lebih tepatnya dokter kandungan, itulah kenapa dia bisa tau.

"Tapi kamu menyalahi kodrat Rion! Kamu laki-laki dan laki-laki gak seharusnya hamil!" Lia kesal, dia bersusah payah mendidik Rion menjadi laki-laki sejati agar tidak terjerumus pada hal seperti ini, Lia sangat menentang hubungan sesama jenis.

"B-berapa bulan?" Vania bertanya dengan nada bergetar, dengan begini dia tau jika kesempatannya memiliki Rion sudah hilang, sampai kapan pun Rion tidak akan meliriknya.

"Tujuh bulan." Jawaban Rion sukses membuat air mata Vania turun. Hatinya sakit, karena bagaimana pun dia sebenarnya sangat mencintai Rion.

"S-siapa ayah nya? Igel?" Rion hanya mengangguk saat Vania menyebut nama Igel.

Vania terdiam, mau bagaimana pun dia akan tetap kalah dengan Igel. Namun berbeda dengan Lia yang terlihat marah.

Plak

"Anak itu harus mati Orion! Kamu gak seharusnya bikin aib kayak gini!" Rion langsung menyentuh perutnya, berharap jika ucapan sang ibu hanya ancaman belaka.

"Rion gak mau, ini anak Rion ibuk!"

Plak

Bruk

Tamparan yang di terima Rion kali ini cukup keras hingga membuatnya jatuh bersimpuh, sepertinya sang ibu benar-benar marah padanya.

"Ibuk gak mau tau Orion, ibuk bakal pastiin sendiri dia anak itu hilang dari hidup kamu dan kamu akan tinggal dengan ibuk jauh dari ayah kamu juga Igel!" Rion menggeleng, dia tidak ingin berpisah dengan Igel, apa lagi dengan sang ayah.

"Gak mau, Rion gak mau tinggal sama ibuk!" Lia menatap dua orang suruhannya yang sejak tadi diam menatap mereka.

"Bawa dia ke kamar yang sudah saya siapkan, dan pastikan dia tidak bisa keluar!" Rion mencoba memberontak saat tubuhnya di seret paksa oleh dua orang suruhan ibu nya itu.

"Ibuk lepasin Rion! Ibuk!"

Vania menatap Rion iba, bukan ini maksudnya. Dia memang ingin memiliki Rion tapi tidak seperti ini, ini menyakiti remaja itu.

"Ibuk, kasian Rion buk, jangan gini. Anak itu cucu ibuk." Lia menatap tajam pada Vania.

"Diam Vania! Kamu hanya perlu mengikuti semua yang ibuk lakukan dan kamu akan memiliki Rion setelahnya!"
.
.
.
.
.
Igel mengacak rambutnya kasar, Rion menghilang. Rumahnya sangat berantakan saat dia pulang, dan Rion tidak ada disana.

Igel sangat khawatir, jika saja Rion tidak hamil dia tidak akan sekhawatir ini, terlebih kondisi kandungan Rion tidak sebaik kandungan pada umumnya.

"Kamu dimana Yon?" Igel mencoba menenangkan dirinya, jika dia panik dia tidak akan bisa berpikir jernih.

"Papa! Aku harus minta bantuan papa!"

Igel meraih kunci motornya dengan segera, dia harus menemui papanya. Karena dia tau jika papa ya akan bisa membantu mencari dimana Rion.

Butuh waktu lima belas menit untuk Igel sampai di rumah sang papa, Igel bernafas lega saat melihat mobil papa nya sudah terparkir di halaman.

Brak

"PAPA!!"

Damar yang memang tengah bersantai di ruang keluarga jelas terkejut mendengar teriakan putra bungsunya.

"Igel ada apa? Kenapa teriak-teriak?" Damar mengernyit bingung saat melihat wajah panik Igel.

"Rion hilang!" Damar terkejut mendengar ucapan sang putra.

"Jangan main-main Rigel! Apa maksud mu Rion hilang?" Damar menatap wajah putranya, jelas sekali jika Igel tidak berbohong saat ini.

"Rion gak ada waktu aku pulang pa, bantu aku cari Rion." Damar terdiam sejenak.

"Kenapa kamu sepanik ini waktu Rion hilang?" Igel menatap kesal pada sang papa.

"Papa Rion lagi sakit! Gimana aku gak panik!" Mendengar Igel menggunakan kata aku, membuat Damar sadar jika saat ini putranya sedang tidak ingin di ajak bercanda.

"Baik, papa akan bantu, tapi dengan satu syarat." Igel berdecak saat Damar mengatakan itu.

"Apa?"

"Papa akan menikah lagi, dan kamu harus setuju." Igel mengernyit, dia sudah beberapa kali menolak usulan jika papanya akan menikah lagi, tapi sepertinya papanya memanfaatkan keadaannya saat ini.

"Ya terserah papa asal bantu aku cari Rion sampai ketemu!" Damar mengulas senyum tipis.

"Kamu gak boleh protes atau menolak saat tau siapa calon papa nantinya." Igel hanya mengangguk.

"Baiklah papa akan banyu cari Rion, beri papa waktu untuk itu." Igel menatap lekat pada netra hitam sang papa.

"Satu minggu, lebih dari satu minggu papa gak akan dapat ijin dari aku!" Setelah mengatakan itu Igel beranjak pergi.

"Bahkan papa hanya butuh waktu kurang dari satu minggu untuk itu nak."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Beta OrionisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang