09. Pare

139 35 1
                                    


.
.
.
.
.
Bis yang mereka naiki membawa mereka ke pare, salah satu daerah yang ada di jawa timur itu menarik perhatian Rion. Igel hanya menuruti permintaan Rion untuk turun di terminal pare, berjalan dengan pelan karena hari masih terlalu pagi.

Mereka berharap mereka akan mendapat kehidupan yang jauh lebih baik disini, melupakan segala luka yang mereka dapat di bali.

"Kita cari makan dulu ya Yon, dari semalem kamu cuma makan roti aja." Rion mengangguk, pemuda itu sudah membawa ranselnya sendiri, dia tidak mengijinkan Igel membawa ranselnya.

"Jaket nya jangan lupa di pake yang bener Yon, nanti kamu kesenggol orang." Rion kembali mengangguk, dan segera membenarkan lengan jaketnya.

"Ada bubur ayam Gel, mau itu." Igel mengangguk dan segera membawa Rion ke pedagang bubur ayam yang ada di dekat mereka.

Igel memesan dua porsi bubur ayam juga teh hangat untuk dirinya dan Igel, sedangkan Rion mencari info tentang daerah yang saat ini mereka singgahi.

"Kita ada di pare Gel, daerah yang terkenal sama kampung inggrisnya." Igel mengangguk, sebenarnya dia sudah tau daerah ini, dia sempat ditanya oleh penjual bubur saat memesan tadi, apa dia ingin kursus bahasa inggris atau hanya sekedar jalan-jalan.

"Kamu mau kursus?" Rion langsung menggeleng.

"Aku gak mau mikir dulu, mau libur dulu mikirnya." Igel hanya tertawa, meskipun sangat pandai tapi Rion sangat malas belajar.

"Habis ini, kita cari kostan ya, semoga nemu yang cocok." Rion hanya mengangguk sambil mengaduk bubur nya.

"Sewa satu kamar aja, cari yang punya kamar mandi dalam. Males kalau kamar mandi campur, suka rese." Igel lagi-lagi mengangguk.

"Ya udah, kalau gitu cepetan makannya."
.
.
.
.
.
Igel menemukan rumah kost yang cocok untuk mereka setelah bertanya di beberala tempat, kamarnya cukup luas dan sudah termasuk kasur, lemari dan meja yang tersedia di dalam kamar, jangan lupakan kamar mandi dalam seperti permintaan Rion.

"Biar aku yang beresin ke dalam lemari, kamu tidur aja, istirahat." Rion merengut saat lagi-lagi Igel memintanya istirahat.

"Gak ngantuk Gel, masa tidur mulu. Kamu aja belum tidur kok nyuruh aku tidur!" Igel tertawa, rasanya sudah lama dia tidak mendengar Rion mengomel.

"Udah nih, sini temenin aku tidur." Rion langsung masuk kedalam pelukan Igel saat pemuda itu mendekatinya.

"Aku yakin papa sama ayah pasti nyariin kita, tapi gak akan lapor polisi sih kalau baca pesan kita kemarin." Igel mengangguk, sejujurnya dia mengantuk, tapi semalam dia tidak bisa tidur dan harus memastikan Rion tidur dengan nyenyak tanpa diganggu.

"Yon, nanti setelah ini aku mau cari kerja, kamu diem di kostan aja." Rion langsung menatap Igel kesal.

"Gak mau! Kalau mau kerja, kita kerja berdua!" Igel sebenarnya tidak setuju dengan ucapan Rion, tapi dia tau Rion tidak suka di tinggal sendirian.

"Ya udah, kita cari kerja setelah kamu bener-bener pulih, deal?" Rion mengangguk, dia senang karena akhirnya dia tidak harus merepotkan Rion lagi.

"Aku kangen adek Gel, aku bahkan gak sempet lihat wajahnya." Igel langsung mendekap tubuh Rion dan memejamkan matanya, berharap jika sahabatnya itu tidak membahas tentang anak mereka lagi.

"Ngantuk ya? Ya udah tidur aja, aku temenin disini."
.
.
.
.
.
Igel mengajak Rion jalan-jalan mengelilingi tempat tinggal mereka, banyak sekali pemuda atau pemudi yang memenuhi jalanan sekitar, mereka adalah anak-anak yang tengah kursus bahasa inggris.

Rion terlihat sangat antusias, mungkin karena ini pertama kalinya mereka melihat daerah di luar bali.

"Gel, ada seblak, aku boleh beli?" Igel menatap kedai yang di tunjuk oleh Rion dan mengangguk.

"Beli satu aja, buat kamu." Rion mengangguk, dia menurut karena dia tau jika Igel tidak suka seblak, sahabatnya itu akan lebih memilih mie ayam.

Rion tersenyum saat seblak pesanannya sudah ada di tangan, sudah sejak lama dia ingin makam seblak lagi tapi tidak bisa, karena Igel tidak mau membuatkannya.

"Gel, ayah sama papa gak akan nemuin kita disini kan?" Igel menggeleng ragu.

"Semoga aja mereka gak tau kita disini." Igel juga berharap seperti itu, agar mereka tidak memisahkannya dengan Rion.

"Udah ayo pulang, nanti malam kita harus belanja keperluan kita." Rion mengangguk dan membiarkan Igel merangkul nya.

Bruk

"Ah maaf." Igel tampak panik saat Rion menabrak seorang wanita seusia ibu mereka. Igel terlalu takut jika trauma Rion kembali bangkit.

"Tidak apa." Rion membantu wanita itu berdiri dan memunguti kembali belanjaannya, beruntung seblak miliknya di bawah oleh Igel.

"Tante maaf, Rion gak sengaja nabrak tante." Wanita itu tersenyum ramah.

"Gak apa, udah jangan minta maaf lagi, tante gak papa kok." Rion menghela nafas lega saat wanita itu menepuk pundaknya.

"Nama kamu Rion?" Rion mengangguk dengan senyum manis yang merekah, hal itu membuat Igel merasa lega karena kembali melihat senyum itu di wajah Rion.

"Iya tante, nama saya Rion, terus ini sahabat saya Igel namanya." Igel ikut mengangguk saat wanita itu menatap ke arahnya.

"Nama tante Amel, rumah tante gak jauh dari sini, mau mampir?" Rion melirik ke arah Igel dengan tatapan bertanya.

"Oh maaf tante, bukan bermaksud gak sopan, tapi kami masih harus membeli beberapa barang sebelum kembali ke kostan." Amel tersenyum maklum.

"Kalian anak kost baru daerah sini?" Igel dan Rion mengangguk.

"Iya tante, baru saja sampai pagi tadi."

"Aha kalau gitu kapan-kapan main ke tempat tante ya, tante punya cafe di ujung jalan sana, mampir kesana aja ya." Rion dan Igel tersenyum ramah mendengar hal itu.

"Terima kasih tante." Amel mengangguk.

"Kalau gitu tante pamit ya, kalian hati-hati,"
.
.
.
.
.
"Rion, kamu gak papa?" Rion mengangguk, pemuda itu sedang asik memakan seblaknya.

"Aku gak papa Gel, tanya mulu dari tadi." Igel menghela nafas.

"Aku khawatir Yon, kamu tadi tabrakan sama tante Amel. Tapi syukurlah kalau kamu gak papa." Rion terdiam mendengar ucapan Igel.

"Aku gak takut atau gemeter waktu tabrakan sama tante Amel Gel, kayaknya trauma ku ketinggalan di bali deh." Igel ikut tertawa mendengar ucapan Rion.

"Ya kalau gitu kita gak usah balik ke bali, biar trauma kamu gak balik lagi." Rion mengangguk setuju.

"Bener, jangan ajak aku balik ke bali loh ya, nanti aku nangis lagi keinget adek." Igel tersenyum sendu.

"Iya Orion."

Igel bersyukur, karena dia bisa membawa Rion sampai disini. Kali ini dia akan benar-benar melindungi soulmatenya itu dengan benar, dia tidak akan membiarkan Rion kembali merasakan kesakitan.

Cukup kejadian dua bulan lalu yang berhasil merenggut senyum dan tawa indah Rion, Igel harap setelah ini tidak akan membiarkan hal apapun membuat tawa dan senyum itu hilang.

"Terus senyum ya Yon, jangan sedih lagi."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Beta OrionisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang