24. Kedatangan Vania

115 23 7
                                    


.
.
.
.
.
Ares menghela nafas, entah kenapa cafe semakin ramai sejak ada Adara. Jika sebelumnya banyak pengunjung yang mampir karena ingin menggoda Candra, Jojo atau Lintang, saat ini mereka juga datang untuk mendapatkan perhatian dari Adara, bahkan ada yang terang-terangan meminta Adara untuk menikah dengannya.

Mereka sering menggoda Adara soal itu, namun yang kesal justru Rion. Lelaki itu mengatakan jika Adara harus menikah dengan lelaki yang baik, padahal Adara sendiri sudah berada di usia yang pantas untuk menikah dan sama sekali tidak pernah mempermasalahkan tentang godaan pegawai cafe yang lain.

Seperti saat ini, Ares melihat Adara yang tengah membuatkan pesanan kopi pengunjung justru di dekati beberapa pemuda yang ingin berkenalan.

"Mbak, beneran gak mau kenalan sama kita nih?"

"Iya nih mbak, bagi nomor nya dong, siapa tau kita jodoh."

"Mbak cantik, mau ke kua sama saya gak? Saya jamin mbak nya bakal bahagia."

Adara yang mendengar seruan-seruan itu hanya bisa menghela nafas dan tersenyum pada mereka.

"Saya tadi sudah sebut nama saya kan ya? Saya Adara. Jadi perkenalannya cukup, saya gak bisa kasih nomor saya soalnya nanti suami saya marah." Jawaban ramah Adara membuat beberapa pemuda itu akhirnya pergi, tentu saja setelah mendengar jika Adara punya suami.

"Mbak Ara bohongin mereka lagi." Adara tertawa kecil saat Regi yang ada di sebelahnya membuka suara.

"Ya kalau gak gitu mereka gak akan berhenti, aku udah sering nemu cowok kayak mereka." Regi tertawa pelan mendengar ucapan Adara.

"Tapi siapa tau salah satu dari mereka itu jodoh kamu Ra?" Adara langsung menatap ke arah Igel yang baru saja bergabung dengan mereka.

"Ya kalau jodoh sih gak apa om, kalau gak? Sia-sia dong saya ngemong anak yang lebih muda, udah uang masih minta ke orang tua sok ngajak nikah. Giliran nanti ada masalah rumah tangga ngadu ke orang tua nya, hih." Para orang dewasa yang mendengar ucapan Adara tertawa, namun mereka juga setuju dengan segala pemikiran matang gadis itu.

"Tapi apa kamu gak mau nikah Ra?" Adara mengedikan bahunya, memang setelah sebulan kerja di galaxy's cafe pusat, Adara sudah lebih nyaman saat berbicara dengan yang lain.

"Mau om, tapi nanti kalau udah nemu yang pas dan cocok. Kalau sekarang belum tertarik, saya masih mau pergi kemana pun dan ngelakuin banyak hal tanpa larangan suami."
.
.
.
.
.
"Igel." Rion yang sedang ada di rooftop cafe menatap lekat pada Igel yang duduk di hadapannya. Mereka memang memutuskan menghabiskan waktu istirahat mereka di sana, karena anginnya sedang sejuk.

"Kenapa yang?"

Grep

Rion memeluk tubuh Igel dan menyembunyikan wajah nya di dada bidang suaminya itu.

"Hei, kenapa yang?" Rion menggelengkan kepalanya pelan, namun Igel tentu saja tidak akan percaya begitu saja.

"Aku... Semalem mimpi Gel, ada perempuan yang manggil aku ayah. Tapi aku gak bisa lihat wajahnya, tapi suaranya aku kayak pernah denger tapi gak tau dimana." Igel mendekap tubuh Rion erat.

"Mimpi itu cuma bunga tidur yang, tapi kalau pun itu jadi pertanda, semoga aja kita bisa cepet nemuin kakak." Rion mengangguk.

"Gel, aku pingin ketemu ibuk. Tapi aku gak mau denger hinaan ibuk lagi buat kita, aku bingung harus gimana." Igel hanya mengelus punggung pasangannya itu.

"Ibuk masih belum mau nerima kita, bahkan terakhir kita kesana pun ibuk cuma ngehina kita dan gak mau nemuin kita lagi setelahnya."

"Kita cuma bisa doain ibuk dari sini Yon, kita juga gak bisa maksa ibuk buat ketemu sama kita." Rion mengangguk pelan.

Beta OrionisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang