Malam ini aku tidak bisa tidur dengan nyeyak, aku gelisah, mengubah posisiku setiap menitnya, mencari ketenangan disini.
Ucapan keluarga suamiku tadi selalu terngiang diotakku, pikiranku sudah dipenuhi itu. Hatiku tak tenang, sungguh ini semua begitu perih.
" kamu nggak nyaman disini? " tanya suamiku tiba - tiba.
Aku menoleh kearahnya, yang tidur di sebelahku. " Kakak belum tidur? " tanyaku balik.
Dia tersenyum tipis, " gimana aku bisa tidur, dari tadi kamu gerak mulu " ucapnya.
Aku menunduk merasa bersalah. " maaf Kak " ucapku.
" kalau kamu nggak bisa tidur, kita pulang aja malam ini " ucapnya yang mampu membuatku mengangkat kepalaku dan langsung menatapnya .
Aku menggeleng cepat, ini akan menambah masalah baru nantinya. Dan aku akan semakin disudutkan oleh keluarganya. Aku tidak ingin semua itu terjadi. Cukup begini saja aku sudah mulai menyerah. Suamiku tidak tau saja bagaimana sikap keluarganya kepadaku, terutama Oma. Dia memang tidak tau atau tidak mengerti sama sekali sih?
" Nggak enak sama Bibi Zuna, "ucapku.
" nggak papa, biar nanti aku yang bicara sama Bibi Zuna. Daripada kamu nggak tidur semalaman"
" enggak, Kak. Aku akan tidur " Aku segera membelakanginya, berpura - pura untuk tidur meski mataku sulit untuk terpejam.
.....
Aku bernafas lega setelah akhirnya aku bisa kembali ke rumah.
Disini menunjukkan pukul 09:12am, hari minggu. Itu artinya suamiku akan berada dirumah seharian ini.
Aku bisa bahagia karena berduaan dengannya hari ini, meski beban dipikiran ini tak kunjung hilang.
Lagi santai menonton TV, ponselku tiba - tiba bergetar menandakan ada pesan masuk disana. Segera aku raih ponsel, dan melihat siapa yang mengirim pesan kepadaku.
Nama Razel muncul dari layar ponselku. Hatiku melonjak bahagia, rasa rindu yang besar kepada sahabatku itu. Apa kabar dengannya?
Segera aku buka pesan darinya .
[gue di L.A. sekarang. Bisa ketemu?] tanyanya tanpa basa basi.
Aku tersenyum menatap layar ponselku dan segera membalas pesan darinya.
[bareng Diny dan Amel?]
Cukup lama aku menunggu balasan dari Razel, sampai akhirnya satu pesan masuk ke ponselku.
[Gue sendiri. Nanti jam 4 sore di Carousel Restaurant. Gue ada cerita.]
Senyumku memudar seketika. Ada rasa kesal, Razel itu orangnya maksaan, tapi ada sesuatu dihati ini. Pesannya memberikan aura buruk. Kenapa perasaanku tidak tenag? Ada apa dengan sahabatku itu?
Razel tidak pernah pergi keluar negeri sendiri, baik hanya sekedar liburan ataupun urusan bisnis. Ia selalu membawa istri dan juga anaknya yang berusia lima tahun itu.
Selanjutnya aku menjadi tidak fokus, setiap saat melihat jam, rasanya hari ini terlalu lama. Momen bahagiaku bersma suami terlewat begitu saja, bahkan bisa dibilang aku memgabaikannya.
Pikiranku sudah terarah pada Razel, aku gelisah tidak tau kenapa. Hingga akhirnya jam menunjukkan pukul 03:17pm. Aku segera bersiap dan menunaikan shalat ashar terlebih dahulu.
Soal suamiku, dia sudah mengizinkanku. Suamiku tipe lelaki yang tidak mengekang istrinya. Dia membebaskanku mau pergi sama siapa saja, dia tidak pernah cemburu mau aku berjalan dengan Razel. Karena dia tau, Razel itu sahabatku dari SMA, dan kami tidak akan bisa dipisahkan. Suamiku mempercayaiku, mau pulang jam berapapun dia tidak akan mempermasalahkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora the Series
General FictionSiapa yang menikah tidak mengharapkan hadirnya keturunan? Mungkin ada satu dari seribu pasangan suami istri berpikir seperti itu. Tapi tidak denganku. Aku sangat menginginkan adanya anak didalam rumah tanggaku. Tapi kenapa mereka seolah selalu menud...