part 21 - Shelvia

16 0 0
                                    

Sampai dirumah sakit, Belva langsung dibawa ke ruang IGD. Aku menunggu kabarnya di depan pintu dengan cemas. Aku baru ingat akan suamiku. Segera ku kabarkan dia bahwa Belva masuk rumah sakit.

Aku mendudukkan diriku dikursi disamping pintu ruangan IGD ini. Dokter yang menangani Belva sangat lama keluar. Aku lihat luka dilenganku, darah masih saja keluar. kulitku mengelupas cukup besar.

Aku meringis melihatnya. Baru ku rasa perih dilenganku. Kakiku juga luka meski tidak separah lenganku. Badanku juga terasa sakit semua.

" Amora, " Aku menoleh kearah suamiku yang berlari menghampiriku. Dibelakangnya ada Bibi Zuna dan Om Bobby. " Apa yang terjadi, Amora? Kenapa Belva bisa masuk rumah sakit? " tanya Kak Leon.

" Belva bersikeras ingin jalan - jalan keluar, "

" Lalu ini tangan kamu kenapa? "Kak Leon menatap luka di tanganku.

" Aku terjatuh ketika mencari taksi untuk membawa Belva kerumah sakit, "

" kau harus diobati, Amora. Ini bisa infeksi, " Kak Leon memegang tanganku, menatapnya sambil meringis.

Aku menggeleng kuat, " Tidak apa - apa, Kak. Belva lebih penting, "

" you are also important in my life,  " ucap Kak Leon tegas. Kemudian dia menarikku masuk keruangan IGD yang lain.

" kak, aku mau tahu keadaan Belva, " rengekku.

" Disana sudah ada Bibi Zuna dan Paman Bobby. Kita nanti akan thu, "

" Tapi aku khawatir, Kak, "

" Diobati dulu tanganmu, Amora, " Kalau sudah begini aku bisa apa. Hanya bisa menghela nafas pasrah dan menurut pada suami.

.....

Aku dan Kak Leon berjalan beriringan kembali keruangan Belva ditangani. Disana masih ada Om Bobhy dan Bibi Zuna dengan wajah khawatirnya. Lengan bawahku sudah ditutupi perban seluruhnya, kakiku juga diperban.

" Bagaimana keadaan Belva, Bi? " tanya Kak Leon setelah kami berada dihadapan mereka.

" Belva akan segera melahirkan. Dokter telah menyiapkan segalanya, " jelas Bibi Zuna.

Tak lama pintu ruangan terbuka, beberapa perawat mendorong brankar dimana Belva terbaring lemah disana.

" Amora, " Belva memanggilku dengan suaranya yang menahan sakit.

Aku mendekatinya perlahan. " kau harus kuat, Belva. Sebentar lagi anakmu akan lahir ke dunia," ucapku menyemangatinya.

Dia meraih tanganku, " Temani aku, Amora, " ucapnya lirih.

Aku menoleh kebelakang. Menatap suamiku, Bibi Zuna dan Juga Om Bobby secara bergantian. Mereka hanya diam memperhatikanku.

" Bagaimana kalau Leon saja? " tawarku.

Belva menggeleng, " Aku ingin kau temaniku, Amora. Ku mohon, " Aku berpikir keras.

" Segera, Buk. Pasien semakin lemah, " ucap salah satu perawat.

Aku menghirup nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Kupicingkan mataku. Kemudian mengangguk, Bismillah.

Aku pun mengiringi Belva hingga masuk kedalam ruangan bersalin. Sedangkan suamiku, Bibi Zuna dan juga Om Bobby memunggu diluar ruangan.

Disini sudah menunggu dua orang dokter. Belva tidak melepaskan genggamannya ditanganku. Aku berdiri di sampingnya memberinya kekuatan.

Persalinan dimulai. Aku memperhatikan Belva yang berjuang melahirkan anaknya secara caesar. Wajahnya semakin pucat, nafasnya sudah tidak beraturan. Sesekali aku menguatkannya, genggaman kami semakin erat.

Amora the SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang