Menginjakkan kaki kembali di Amerika, sama saja aku akan menghadapi kenyataan hidup. Menguatkan hati dan kesabaran menjalani kehidupan ini.
Dua bulan sudah cukup bagiku membenahi hati dan pikiran, sedikit tenang dan bisa siap menempuh lika likunya hidup.
Keluarga Dance. Hm, aku sudah kembali membayangkan wajah - wajah unik mereka. Masalah disini kembali mengingatkanku.
Tiga hari sepulangnya kami dari Madinah, kami melakukan kesibukan seperti biasanya kembali.
Semenjak aku pulang, ada sesuatu yang terasa beda. Aku belum pernah bertemu Oma, jangankan beliau mengunjungiku di apartemen, melihat kami kembali saja beliau tidak.
Malam ini aku ingin bertanya pada suamiku. Ku tarik mug yang sudah berisi coklat hangat, lalu ku hampiri suamiku yang tengah duduk di ruang tengah sambil mempelajari materi yang akan diajarnya kepada mahasiswanya esok hari.
" kak, ini minumnya, " ucapku sambil duduk di sebelahnya.
Dia menoleh kearahku, lalu tersenyum. " iya, tarok disitu dulu ya, Ra, " ucapnya. Lalu kembali menatap buku tebalnya.
Aku meletakkan gelas diatas meja di depan kami, kembali aku tatap suamiku.
" kak, aku boleh tanya sesuatu? " tanyaku hati - hati. Takut mengganggunya.
Dia kembali menoleh padaku dengan sebelah alis terangkat. " tanyalah. What's that? " Dia masih menatapku, menunggu aku mengeluarkan pertanyaan padanya.
Aku menghela nafas, " Oma apa kabar? Semenjak aku pulang, aku belum bertemu dengan Oma. Oma sehat-sehat saja kan, Kak? " ucapku.
Kak Leon mengangguk, " Oma sehat dan baik - baik saja, tadi sore aku juga melihat Oma diapartemennya, "
Mataku membulat. " kenapa Oma tidak mengunjungiku kesini? Biasanya setiap hari Oma akan kesini. "
" Aku yang melarangnya, "
Aku semakin terkejut, apa maksudnya? " kenapa, Kak? "
Suamiku menghela nafasnya, lalu mealihkan pandangannya dariku. " Oma itu kan sudah tua, jadi untuk banyak beraktivitas itu akan sulit, "
Aku berusaha menatap matanya yang selalu menghindariku. Aku yakin itu bukanlah jawaban yang tepat dan ada sesuatu yang disembunyikan suamiku padaku.
" oh begitu, benar juga Kak. Kalau gitu, biar aku aja yang mengunjungi Oma, " tukasku. Aku tidak mau memaksakan untuk dia mengakui sesuatu yang sedang ia sembunyikan itu dariku dan berkata jujur.
" boleh. Besok pagi aku temani, "
Aku mengangguk, meski hati ini masih penasaran. Aku mengedarkan pandanganku keseluruh ruangan ini. Tanpa sengaja mataku menangkap sebuah kalender yang terletak di samping televisi. Mataku menyipit melihat angka - angka disana.
" kak. Minggu ini akhir bulan. Kita mau mengunjungi rumah siapa bulan ini? " ucapku sambil beralih menatap suamiku yang kembali hanyut kedalam buku tebalnya itu.
" kita nggak ikut ngumpul. " Keningku berkerut. Melihat ekspresiku, Kak Leon meraih gelas yang tersedia coklat hangat, lalu meneguknya. Aku masih memperhatikannya untuk melanjutkan ucapannya. " Aku sudah mengatakannya kepada keluargaku. Dan mereka memakluminya, " lanjutnya.
" tapi kenapa Kak? "
" daripada kita tidak nyaman bila berkumpul dengan mereka, mereka juga tidak bebas kalau ada kita. Jadi lebih baik kita saja yang mengalah. Kita dan mereka itu beda agama, Ra, " jelasnya.
" ya tapikan, kak. Selama ini aman-aman saja, kita saling menghargai, " Aku masih belum puas dengan alasannya itu. Benar sih, tapi masalah itu kan sudah mulai dimemgerti akan sesama antar keluarga Dance.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora the Series
General FictionSiapa yang menikah tidak mengharapkan hadirnya keturunan? Mungkin ada satu dari seribu pasangan suami istri berpikir seperti itu. Tapi tidak denganku. Aku sangat menginginkan adanya anak didalam rumah tanggaku. Tapi kenapa mereka seolah selalu menud...