Haloha....yang nungguin kelanjutan cerita Amora. I Miss You...yang baru mampir silahkan dibaca dulu follow and enjoy guys...Jangan lupa Vote & coment buat dukung cerita ini menjadi cerita yang terpopuler dan mendapatkan deretan cerita tertinggi diantara cerita lainnya.
Suport dari kalian sangat berpengaruh buat semangat author menulis kelanjutan kisah Amora.
Happy Reading❤
Rumah terasa sepi jika jam - jam sibuk seperti ini. Biasa, hanya ada aku dan Mama dirumah. Dwiky, sekolah. Dana kuliah, Ayah kerja. dua adikku yang lainnya juga tidak ada disini. Hufft.
" Ra, kalau ada tukang sayur lewat tolong beliin sayur kangkung, wortel sama tempe ya. Buat menu buka nanti. Uangnya ambil di dompet Mama diatas kulkas " teriak Mama dari arah belakang rumah.
" iya Ma " sahutku tak kalah kencang agat Mama mendengarnya.
Aku menghela nafas panjang, mengganti lagi siaran televisi. Tidak ada yang seru siaran dipagi menjelang siang ini.
" sayur....sayur Bu sayur...." Tak lama tukang sayur melewati rumah ini. Aku bangkit dan berlari kecil menuju dapur. Mencari keberadaan dompet Mama yang katanya berada diatas kulkas.
Sebuah dompet kecil bewarna coklat tua, sederhana dengan satu rosleting tergeletak di atas kulkas. Dompet emak - emak ya gini.
Aku langsung meraihnya dan segera keluar rumah menghampiri tukang sayur yang sudah berdiri disebrang rumah, dengan sebentar saja gerobaknya sudah di kerumuni oleh ibu - ibu.
Hm, ini hanya ada di Indonesia lho. Dengan baju daster, lengan pendek aku berjalan santai namun pasti menghampiri mereka.
" bang, kangkung ada? " tanyaku keabangnya setelah berada disana. Semua ibu - ibu menatapku, ada empat orang ibu - ibu disini. Aku hanya tersenyum sopan.
" ada neng. Itu di sebelah sana " tunjuk abangnya ke arah ujung gerobaknya.
Aku mengangguk dan memilih sayur yang segar diantara beberapa ikat sayur kangkung disini.
" Amora kapan balik ke Indonesia? " Aku menoleh kearah seorang ibu yang berdiri dihadapanku, badannya gemuk, rambutnya diikat asal. Lipstik merah yang tebal dan bedak tebal. Hm, seperti ondel - ondel persisnya.
Aku tersenyum, " sudah satu minggu lebih buk, " jawabku. Aku kembali menunduk mengincar wortel.
" suaminya nggak ikut ya? " Aku kembali mengangkat kepalaku, kali ini seorang ibu berkerudung dan memakai daster rumahan.
Hal yang sama aku lakukan, tersenyum ramah. " suami saya lagi banyak kerjaan disana, Buk. " ucapku.
Ibu - ibu itu mengangguk - angguk. Tangannya mengacak - acak sayuran yang berada digerobak ini.
" belum ada momongan juga, ya dek? Udah lama juga ya nikah " Aku menelan ludah dengan susah payah. Inilah menjadi tantanganku jika bertemu orang - orang. Pertanyaan itu tak akan pernah tinggal dari perbincangan.
Aku hanya tersenyum kecut kearah wanita yang kurang lebih berselisih tiga tahun dariku.
" belum dikasih rezekinya sama Allah, Mbak " jawabku singkat. Aku meraih satu bungkus tempe dengan asal. Tidak usah dipilih lagi. Aku ingin cepat pergi dari sini. " ini saja Bang, berapa? " ucapku meletakkan barang - barang belanjaanku dihadapan abang tukang sayur ini.
" 17 ribu, neng " aku mengambil uang dari dompet Mama yang kupegang. Lalu menyerahkan uang pas pada abangnya.
Setelah dibungkus semua, aku segera berpamitan kepada empat orang ibu itu. Yang tampaknya belum menemukan barang yang mereka cari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora the Series
General FictionSiapa yang menikah tidak mengharapkan hadirnya keturunan? Mungkin ada satu dari seribu pasangan suami istri berpikir seperti itu. Tapi tidak denganku. Aku sangat menginginkan adanya anak didalam rumah tanggaku. Tapi kenapa mereka seolah selalu menud...