Kami berhenti ketika berada di depan pagar rumah orangtuanya Fauzan. Terlihat dua orang wanita beda usia berbincang akrab dihalaman rumah itu sambil memainkan bunga - bunga cantik yang tumbuh subur disekitaran halaman itu.
Wanita yang berusia separuh abad, namun tetap terlihat muda. Wajahnya berseri menggambarkan perasaan hatinya yang terlihat bahagia bersama seorang wanita disampingnya. Wanita cantik, tinggi, kulit putih, rambut yang hitam legam sedikit bergelombang hingga pinggangnya, mata indah, hidung mancung, bibir merah yang menggoda, sungguh dia sempurna dan terlihat seksi karena lengkuk tubuhnya yang begitu sempurna seperti model, badannya dibaluti dress tanpa lengan selutut bewarna ping hambar. Kakinya terekspor terlihat jenjang kakinya disana dengan sepatu bertumit tinggi sekitar 10cm.
Tunggu. Dia seperti model? Aku perhatikan wajahnya rasanya aku pernah melihatnya, tapi entah dimana.
" Mami menyuruhku memanggil kakak tadi, melihat kakak melamun sendirian diseberang sana " ucap Fauzan membuyarkan lamunanku.
Aku menoleh kearahnya. " Yang bersama Mami kamu itu siapa, Jan? " tanyaku sambil kembali menatap wanita itu.
Fauzan tersenyum " mari aku kenalkan Kak " Dia berjalan memasuki halaman rumahnya, aku kembali mengekorinya. " Mi, " panggil Fauzan yang membuat kedua wanita yang begitu asik mengobrol itu beralih menatap kami.
Aku tersenyum ketika sorot mata wanita yang dipanggil Mami oleh Fauzan itu menatapku.
" Amora, ya ampun makin cantik aja ini orang Amerika, " ucapnya memujiku.
Aku tersenyum malu, lalu meraih tangannya dan menyalaminya. " Tante juga makin cantik, " balasku.
"Ah kamu bisa aja. Makin tua, iya " Kami semua tertawa mendengarnya.
Aku beralih menatap wanita cantik itu yang setia berdiri di samping Mami Fauzan dengan sisa tawanya.
" nah, Kak. Kenalin ini Gabriella, tunangan aku, " ucap Fauzan. " sayang, kenalin ini Kak Amora, " lanjutnya lagi pada wanita cantik itu yang katanya bernama Gabriella.
" hellow, Kak, " sapanya sambil mengulurkan tangannya kearahku.
Aku menyambut uluran tangannya, terasa tangan lembul nan halus gadis ini. " Hai, "
Kenapa aku jadi iri padanya? Bukan karena kecantikannya. Tapi karena dia adalah tunangan Fauzan. Dia wanita beruntung yang bisa mengambil hati lelaki itu.
" Amora ayo kedalam, ikut kami berbuka bersama " ucap Mami Fauzan.
" Makasih, Tante. Tapi Amora dirumah aja. Kasihan Dwiky sendirian " tolakku halus.
" ya, kapan lagi nih kita ngumpul. Tante mau cerita - cerita sama kamu, "
Aku tersenyum. Ku akui Mami Fauzan memang cerewet. Tapi kata yang dikeluarkan tak pernah menyakiti hatiku. Beliau tak pernah membahas kekuranganku ataupun mengomentari hidupku, tak sama dengan ibu - ibu pada umumnya. Beliau terkadang mengomel, penanda bentuk protektifnya pada anak semata wayangnya itu.
" kapan - kapan ya Tante. InsyaAllah ada waktunya " ucapku.
" yaudah deh Tante masuk dulu mau siapin minuman buat buka. Bentar lagi nih waktunya, " ucap Mami Fauzan, lalu mengajak Gabriella untuk ikut bersamanya.
Aku mengangguk mempersilahkan mereka, tinggallah aku dan Fauzan kembali berdua. Sebentar kami saling diam. Aku yang masih terkagum - kagum dengan Gabriella, dan Fauzan dengan pikirannya sendiri.
" tahun depan insyaAllah kami akan menikah, "
Deg!
Kenapa hati ini terasa tertancap benda tajam? Kenapa rasanya aku tidak rela? Kenapa aku begitu merasa sedih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora the Series
General FictionSiapa yang menikah tidak mengharapkan hadirnya keturunan? Mungkin ada satu dari seribu pasangan suami istri berpikir seperti itu. Tapi tidak denganku. Aku sangat menginginkan adanya anak didalam rumah tanggaku. Tapi kenapa mereka seolah selalu menud...