part 31 - 24 jam sebelum kau hadir

13 0 0
                                    

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Usia kandunganku sudah memasuki bulan ke sembilan. Berarti tinggal menunggu hari ketika si kecil akan ingin untuk keluar ke dunia.

Semenjak Mama disini, aku lebih sering tidur bersama Mama. Sedangkan dengan suamiku bisa dihitung dua atau tiga kali saja. Hehe...

Tapi untungnya suamiku yang baik hati itu tidak mempermasalahkan. Namun dia hanya sedikit manja saja padaku. Seperti saat ini, dia meminta aku untuk memakaikan bajunya sebelum pergi kerja.

Sebagai istri yang baik, akupun menurut dan mengikuti apa maunya supaya duniaku damai. Karena kalau tidak, dia akan rewel layaknya anak kecil. Untung saja tadi dia mandi sendiri, tidak sampai minta aku mandiin. Ups.

" Jadi kakak mau ke kantor dulu? " tanyaku ketika aku memasangkan satu persatu kancing bajunya.

" Hmm, " gumamnya.

Aku menghela nafas, lalu mengambil dasinya dan memakaikannya dilehernya.

" Kenapa Kakak nggak berhenti aja ngajar mahasiswa? Biar Kakak bisa fokus urusin perusahaan, dan nggak harus kejar sana kejar sini. " ucapku. Sebenarnya sudah lama aku ingin mempertanyakan hal ini. Aku kasihan melihat suamiku yang harus membagi waktunya antara kantor dan kampusnya.

" Kamu sudah tahu kalau mengajar itu adalah cita - citaku. Makanya aku nggak mau ninggalin pekerjaan itu. Kalau boleh memilih, antara perusahaan dan mengajar mahasiswa, aku akan memilih mengajar. Tapi kamu tau sendiri keluargaku. Bisnis sudah menjadi tujuan hidup mereka. Aku terpaksa mengikuti. Kalau tidak aku akan sama sekali tidak dianggap. Aku hanya menghargai Papa, dan kasihan sama Papa jika hal itu terjadi. " jelasnya panjang lebar.

Aku memandangi suamiku yang sudah rapi, tinggal rambutnya yang harus sedikit disisir.

" Tinggal sisir rambut Kak, sini! " Aku menariknya dan menyuruhnya duduk di depan meja riasku. Lalu aku mengambil minyak rambutnya dan menuangkannya sedikit ke telapak tanganku.

" Kak, aku boleh tanya? " Aku mulai mengusap rambutnya dan sedikit memijatnya.

" Tanya Apa, Ra? " Dia memejamkan matanya menikmati pijatanku.

" Nanti kalau anak kita lahir, apa kamu juga akan memintanya untuk mengabdi di perusahaan keluarga Dance? " tanyaku sambil menyisir rambutnya.

Kak Leon membuka matanya dan langsung menatapku dari pantulan cermin di hadapannya.

" Aku nggak akan memaksa anakku untuk mengurusi perusahaan jika dia nggak mau nantinya. Tapi aku akan tetap meminta dia sebagai penerus aku ke keluarga Dance. Masalah anak kita nantinya mau atau tidak, aku akan serahkan ke dia. "

Mataku berbinar menatapnya. " Benarkah Kak? Jujur aja Kak, aku mau minta itu ke Kakak. Aku nggak mau nantinya anak kita tertekan dengan permintaan keluarga, "

" Aku nggak mau hal yang sama terjadi pada anakku nanti. Dia berhak mencapai cita - citanya, apapun itu. Selagi masih bermanfaat untuknya dan orang - orang disekitarnya. "

Aku melingkarkan tanganku dilehernya, sedikit membungkuk dan meletakkan daguku dibahunya. " Kakak janji ya, kalau anak kita tidak boleh dikekang dan paksa untuk mengurus  perusahaan? "

Suamiku mengangguk. Lalu mengusap punggung tanganku. " Iya Ra, aku juga sudah berprinsip masalah itu pada diriku sendiri sebelum kamu mempertanyakan hal ini. Aku nggak mau dia terkekang nantinya seperti aku ini. Aku tidak bisa lepas begitu saja dari perusahaan Dance dan fokus dengan keinginanku sebagai jasa pengajar karena orangtuaku sudah berpangku tangan padaku. Tapi, suatu saat nanti aku tidak akan menyerahkan pada anak kita. Jika dia tidak sanggup, maka biarkan perusahaan berjalan tanpa campur tangan dari keturunanku. Dan siap untuk mendapatkan uang dari cara yang lain, yang penting kita harus membimbing dan mendidik anak kita nanti menjadi anak yang soleh, baik, peduli pada sesama, murah hati, rajin menabung, terutama patuh pada orangtuanya. Dan lewat itu dia bisa menjadi orang benar dan menghasilkan uang yang halal dari jalan hidup yang dia pilih sendiri. "

Amora the SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang