Chapter 17;

6K 343 6
                                    

Pov Zian*

Kakak tidak menyapa, menoleh, atau bahkan mendongakkan kepalanya. Dia terus menunduk, seperti tahanan.

"Kalian pacaran?"

"Tidak, pak." Balas kami berbarengan.

"Lalu untuk apa Zian mendekap sampai membawa boneka untuk Hyuna?"

"Saya.. ulang tahun pak" ujar Kakak mencari alasan.

"Lalu untuk apa dia memeluk kamu?" Tambah pak guru.

Shit. Siapa yang bocorin? Jelas-jelas disana gak terpampang cctv ataupun ada manusia. Jalan satu-satunya adalah salah satu diantara kita harus di korbankan.

"Maaf pak, sekalipun kami pacaran. Apa urusan bapak?" Cicit gue.

"Urusan saya? Saya tidak peduli sama Hyuna yang akan lulus. Tapi kamu, citra sekolah dan siswa terbaik-"

"Saya juga punya urusan pribadi pak." Seru gue tidak mau mengalah.

"Ya, jangan dibawa ke sekolah. Sebelum kamu jadi osis juga sudah diperingatkan, kan?"

"Ya sudah, saya mundur dari Osis." Cetus gue.

Kakak dan pak guru melongo mendengar keputusan gue. Osis yang selama ini gue incar dan pertahankan, gue lepas gitu aja untuk menghindari rumor negatif ke cewe yang gue suka. Tolol. Dia saja muak sama wajah gue. Masih bisa-bisanya gue sok pahlawan.

"Kenapa?" Tanya Kakak yang masih membelalakkan matanya.

"Gak penting, urusan pribadi gue diganggu gugat, ga suka." Kata gue sambil menyipitkan mata ke arah pak guru.

"Ok, bapak minta maaf kalau ini melanggar privasi. Tapi jangan keluar osis, Zian. Kamu aset terbaik kami. Hyuna.. tolong kasih tau pacar ka-"

"DIBILANG BUKAN YA BUKAN." Pekik Kakak mengeluarkan emosinya sambil berdiri. "Bapak buang-buang waktu saya, nanti terlambat ujian. Permisi" ucapnya jengkel sambil melenggang pergi.

"Zian.."

"Permisi pak, tolong segera jadikan wakil ketua osis menjadi ketua osis sementara. Terimakasih" sela gue sambil membungkuk memberi salam.

Gue mensejajarkan langkah dengan Kakak. Dia menatapku lalu tersenyum manis.

"Terimakasih, semoga saja rumor tentang gue berkurang gara-gara lo" kata Kakak.

"It's okay. Perjuangan gue"

"Tapi jangan harap gue suka sama lo." Cicit kakak.

"Haa.. iya iya, good luck ujiannya" seru gue sambil memisahkan diri ke masing-masing kelas. Kakak terlihat melambai-lambaikan tangan ke arah gue. Sial.. gue gak berhenti tersenyum.

Bersambung...

Make The Boys Cry [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang