Non LGBT [1821+]
Seorang Femdom yang berusaha menutupi jati dirinya dengan prestasi. Wajahnya yang cantik dan imut, juga prestasi dan reputasi yang menjamin kehidupan Hyuna. Namun sayang, ketua osis tak sengaja mengetahui rahasia itu.
###
"Can i be...
Memukul, mencubit, menendang. Aku melakukan semua yang aku bisa. Tapi tubuh mungilku terbilang mustahil melawannya.
***
Duak! Aku merasakan badan Zian oleng, dengan sigap aku menahan diri agar tidak ikut ambruk. Wajah Zian memerah, bahkan mimisan. Spontan aku menengok ke belakang untuk mengetahui apa yang terjadi. Alan memelukku dengan erat.
"Loh kok.." lirihku kebingungan.
"Maunya ngagetin kakak dengan masuk lewat jendela, tapi gak sengaja lihat Zian tengkar sama kakak, jadi Alan diemin dulu." Jelas Alan sambil menaruh dagunya di bahuku. "Maaf ya gak langsung datang.." lanjut Alan.
Aku menggeleng pelan, "tindakan kamu udah bagus banget, tapi sekarang Zian gimana?"
"Laporin mama papa dulu," sahutnya.
Aku melepaskan diri dari pelukan Alan dan segera melaporkannya ke mama. Dengan singkat aku menceritakan kejadian ini, bahwa ada seorang pria yang ingin memperkosaku di kala rumah kosong. Tidak mungkin secara rinci aku menjelaskannya kan..
Alan mengikat kaki dan tangan Zian. Mama menyuruhku menjaga agar Zian tidak kabur, dan dia akan melaporkan Zian ke teman polisi kenalannya. Setelah rumahku ramai berdatangan polisi, Zian di borgol dan dibawa ke kantor polisi. Aku dan Alan pun juga diinterograsi untuk menjadi korban dan saksi mata. Tidak berselang lama kami dibebaskan, termasuk Zian karena masih di bawah umur. Zian juga dengan mudahnya keluar tahanan dengan bantuan kekayaannya. Curang.
...
Aku berdiri di belakang Alan saat Zian mengambil motornya. Mereka saling bertatapan, seakan ada listrik di antara mata mereka. Zian pun pergi dengan mengebut mengendarai motornya.
Alan mendekapku sambil berbisik, "sabar ya, lagi bentar kakak kuliah di Bandung. Kakak bakal terbebas dari manusia laknat itu."
Aku membalas pelukannya, "maaf.. bikin masalah gini."
Alan menggeleng kepalanya pelan, lalu menggesek-gesekkan hidungnya di pipiku. "Bukan salah kakak, ini juga tugas Alan buat ngejaga kakak." Bisik Alan.
"Bahagia sama kakak?" Tanyaku sambil mengelus tengkuknya.
Dia mendengus kesal, kemudian menggendongku tiba-tiba ke dalam kamar seusai menutup pintu rumah. Alan menaruhku di pinggir kasur. Matanya tidak lepas dari tatapanku. Tanganku di genggam erat olehnya. Perlahan dia menarik nafas panjang,
"KALO BUKAN KAKAK ALASAN BAHAGIA ALAN SIAPA LAGI COBA? YANG BIKIN ALAN BERTAHAN HIDUP SAMPE SEKARANG SIAPA? KAKAK LEBIH DARI ALASAN ALAN BAHAGIAAAA. ALAN BAHAGIA BANGET SAMA KAKAK," pekik Alan sampai membuatku menutup telinga.
Kesal, senang, terharu disaat bersamaan. Aku memeluk badannya erat, kemudian mulai terisak dan menyembunyikannya di dadanya. Alan menunduk, mengecup ubun-ubunku penuh kasih sayang.
"Cup cup, jangan nangis.." Alan berusaha menenangkan aku. "Nanti aja nangisnya pas Alan tusuk" dia menyeringai.
Aku terdiam, cepat-cepat mengelap air mataku. Kemudian menatapnya,
"Ini ngga nangis lagi." Ujarku meyakinkan.
Kami terkekeh bersamaan, melepas lelah atas yang telah terjadi seharian. Pandangan kami bertemu, dia memegang erat bahuku. Kami berciuman.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.