Chapter 31;

3.9K 167 1
                                    

"Aaaa.. Hyuna aja males buat makan malam, masa harus sendiri?" Tanyaku dengan nada manja pada mama lewat telepon.

"Kalau ngga, bundanya Alan suruh jagain kamu dulu." Sahut mama di seberang.

"Bunda Alan gampang kecapean ma, gimana kalo dia malah sakit gara-gara Hyuna?"

"Pacar kamu, punya pacar kok ga dipakai, mumpung disini kan?" Lanjut mama.

'dipakai'?

"Oh iya, okey ma, hati-hati.. nitip oleh-oleh yaa" aku mematikan telepon.

Pakai Alan..?

Aku tersenyum paham, lalu menelepon Alan untuk menyuruhnya menemaniku di kala orangtuaku masih sibuk di luar kota.

***

Terdengar suara deru motor di luar rumah. Aku berlari menuju pintu lalu membukanya. Senyumku padam karena yang datang bukan Alan, melainkan Zian.

Kenapa lagi ini..

Zian memasuki rumahku tanpa menatap diriku, tanpa menoleh padaku, maupun basa basi. Aku sebagai tuan rumah emosi melihatnya.

"Kan udah gue bilang-" ucapanku di sela.

"Jingin ginggi kihidipin gii ligi?" Ledeknya.

"Apasih bangsat?" Emosiku mulai meledak.

Dia duduk di sofa, dan malah menyalakan televisi.

Kurang ajar..

"Mau lo apa sih?" Tanyaku sambil berdiri di depannya.

"Harus to the point?" Dia mendongak, memeluk pinggangku agar mendekat.

Aku menggeram, berusaha menepis tangannya. Zian melepaskan pelukannya, bahkan melepas kaosnya. Dia memegang telinganya seraya berucap,

"Zian nakal ya? Jewer nih" ujarnya seenaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Zian nakal ya? Jewer nih" ujarnya seenaknya.

Aku menamparnya, "pergi dari rumah ini, atau polisi yang nyeret lo?"

"Wohooo takut~ gitu?" Kata Zian sambil memperagakan orang ketakutan. "Tujuan gue kesini.."

Dia berjalan menjauh dariku, kemudian membalikkan badan sambil menatap lekat mataku. "Kepo apa kepo banget?" Ledeknya sambil mendekatiku dan menoel daguku.

Aku menunduk, menahan amarah yang terus bertambah. Dia memelukku erat. Badannya yang kekar berusaha aku dorong, namun nihil hasilnya. Badan bajanya aku pukul, walau tiada harapan. Di bawah sana, aku merasakan milik Zian menonjol. Celananya terlihat menyempit.

"Apalagi tujuan gue kesini selain lo?" Tanyanya.

"Jauhin gue!" Bentak diriku.

"Ogah, gue juga mau nyicip tubuh lo. Tapi bukan pakai tangan, melainkan junior gue." Kekeh Zian.

"Lo.. masih ngehack gue?!" Seruku sambil melotot.

Dia menyeringai, "menurut lo?"

Zian menyodokkan miliknya tepat di area intimku sambil mengepaskannya.

"Hang-" Zian membekapku.

Walau kami masih terbalut pakaian. Tetap saja tubuhku bereaksi, perasaanku campur aduk. Di sisi lain, aku panik dengan sikapnya yang ganas.

"Suut.. nanti kedengeran tetangga" lirihnya pelan sambil memandang seluruh tempat memastikan tidak ada orang.

"Sip." Seru Zian sambil menggendongku ala fireman's carry.

" Seru Zian sambil menggendongku ala fireman's carry

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memukul, mencubit, menendang. Aku melakukan semua yang aku bisa. Tapi tubuh mungilku terbilang mustahil melawannya.

Bersambung...

Make The Boys Cry [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang