Lampu diskotik bersinar tajam di mata cokelat seorang laki-laki yang sedang bersenang-senang. Alkohol adalah pelengkap baginya sekarang. Apa yang dia tidak suka sekarang adalah hal favoritnya. Sangat membenci alkohol dan rokok. Laki-laki itu menjadi kecanduan dua hal yang awalnya dia benci.
Setelah tujuh hari hidup tanpa kekasihnya. Seperti hidup tapi merasa mati. Tidak ada rasa semangat untuk hidup, ingin mati mengejar kekasihnya.
Situasinya terbalik sekarang. Wajah tampannya tidak terawat. Akal sehatnya tidak bekerja dengan sempurna. Jiwanya ada di suatu tempat. Sangat sedih."Cakra! Sadar woi!" teriak sahabatnya tepat di telinga pemiliknya.
"Tolong ambilin gue minum lagi"
Mengabaikan perkataan sahabatnya. Dia segera membawa keluar laki-laki mabuk dari kerumunan. Mendekati mobil putihnya dan mencoba menyadarkan laki-laki itu.
"Cakra sadar!"
"Lo udah mabuk berat, nyokap lo nanti tambah pikiran. Lo ga kasihan ?!" sungutnya seraya menampar pipi laki-laki di sebelahnya. Tidak ada reaksi apapun darinya.
Tidak ingin berlama-lama. Sahabatnya-Satria. segera menyalakan mesin mobilnya dan membelah kota Jakarta membawanya pulang. Pikir Satria, jika dia membawa Cakra pulang ke rumahnya, sepertinya itu pilihan yang tepat. Ia cukup paham dengan kondisi ibu dari laki-laki yang kini berada di sampingnya itu. Dengan tujuan agar tidak menambah beban pikiran wanita tersebut.
Satria menopang tubuh berat seorang Cakra yang masih setengah mabuk. Membawa ke kamarnya dan menjatuhkannya di tempat tidur. Mengambil air putih mencoba meminumkannya di Cakra. Syukurlah Cakra mau menegak air putih yang diberikannya.
"Lo udah sadar?" tanyanya memastikan Cakra sudah sedikit sadar.
"Pening." celetuknya, mengambil posisi yang nyaman untuk merebahkan tubuhnya.
Dia menatap Satria dan seolah bertanya 'mengapa dirinya ada di kamar milikinya?'.
"Lo mabuk berat. Gue bawa lo ke rumah biar nyokap lo ga banyak pikiran."
Mendapat jawaban dari Satria, dia hanya mengangguk mengerti. Cakra memejamkan matanya yang berat. Ini benar-benar berhasil melupakan masalah yang menimpanya. Meski tidak dengan cara yang benar.
Melihat kondisi sahabatnya yang terlihat mengkhawatirkan, Satria memilih untuk membiarkannya beristirahat. Dan ia juga berharap agar sahabatnya bisa 'sedikit' melupakan kepergian kekasihnya itu.
Meskipun itu cukup bisa diprediksi. Tentu saja siapa yang bisa dengan mudah melepaskan seseorang yang sangat kita cintai dan tidak akan pernah bertemu dengannya lagi di dunia ini?
Begitulah yang dirasakan laki-laki dengan kerapuhannya. Cakrawala Sadena.
Kembali ke rumah megah keluarganya. Kata orang, rumah adalah istana. Tapi tidak baginya rumah adalah neraka. Tidak ada kebahagiaan di rumah itu. Sejak bertahun-tahun ia merasakan manisnya keluarga.Sebuah konflik merusak keharmonisan keluarganya. Keluarga yang dulu harmonis selalu membuat para tetangga iri. Bahkan, sangat harmonis.
Seorang wanita paruh baya dengan wajah cemas bangkit dari sofa yang dia duduki untuk menyambut anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang. Memeluk seolah memahami bagaimana perasaan putranya.
"Cakra mama mohon jangan tinggalkan rumah ini lagi, mama mengerti perasaanmu. Tapi bukan dengan cara ini..." lagi-lagi cairan bening keluar dari matanya yang sembab.
Cakra hanya membalas dengan senyuman. Dia melepaskan pelukan ibunya dan melanjutkan langkahnya menuju kamar bernuansa tenang miliknya.
Menyandarkan tubuhnya yang lemah. Menatap langit-langit kamar dengan pikirannya yang tidak tahu harus kemana lagi. Ia masih sangat terpukul atas kepergian kekasihnya. Mengingat kenangan manis bersama Sabrina membuatnya menitikkan air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA
Teen FictionHidupnya kini telah berubah 180° setelah kepergian sang kekasih. Keluarga yang tidak harmonis semakin membuatnya jengah. Hubungan baik antara dirinya dan saudara kembarnya berubah setelah mengenal seorang perempuan yang sedikit berhasil mengubah hid...