Aroma khas buku baru. Malam itu begitu ramai pengunjung. Cakra sibuk memandangi gerak gerik Hira. Ia tidak paham mengenai buku. Membiarkan Hira memilih buku kesukaannya.
Hira meloncat-loncat ingin mengambil buku bersampul merah di rak teratas. Tangan mungilnya tidak sampai.
"Olahraga biar tinggi." katanya.
Mengambilkan buku yang dimaksud Hira. Melirik judul yang ada di sana. Self Improvement. Ternyata ia juga minat membaca buku seperti ini.
Meraih buku yang ada digenggaman Cakra. "Jangan ngeledek." diakhiri dengan lirikan mautnya.
Hira mengambil beberapa buku. Seperti janji Cakra. Ia akan dibelikan buku olehnya, jadi tidak perlu mengeluarkan sepeser uang. Senang? Tentu saja.
Beralih ke Taman mini. Sebuah spot ternyaman. Sering digunakan untuk kencan pasangan muda-mudi.
"Jomblo mainnya ke sini." celetuknya sembari menyeruput hot coffe yang sempat ia beli.
"Ngode?" ucapnya dengan rasa percaya dirinya itu.
Sontak tersedak kopi yang ia minum. Menoleh ke arah Cakra, mulutnya ternganga. "Kenapa percaya diri banget sih?"
Cakra mengangkat bahunya. "Terus?"
Ia berdecak kesal. Menunjuk ke arah pasangan muda-mudi yang tengah berkencan.
"Tuh, banyak orang pacaran." jelasnya malas.
"Iya tau, terus kenapa?"
"Lo mau ngelihatin orang-orang pacaran?"
Menyeringai. Mendekati telinga kiri Hira. "Mau kayak mereka juga?"
Bergidik ngeri. Bisikan Cakra membuat bulu kuduknya berdiri.
"Enggak."
"Yaudah kalau enggak."
Hira memutar bola matanya. Melihat lampu-lampu yang sengaja dihias. Bintang dan bulan seolah mendukungnya untuk berkencan dengan Cakra.
"Ra."
Dirinya menoleh ke arah Cakra sekilas.
"Lo pindahan dari mana?"
Entah kenapa dalam pikirannya terbesit pertanyaan ini. Selebihnya modus ingin mengobrol dengan Hira.
"Jogja."
"Kenapa pindah?" rasa keingintahuannya muncul kembali.
"Kerjaan bokap gue."
Terlihat bibir Cakra membentuk huruf O. Ia mengangguk mengerti.
Seorang pria yang tidak asing dipengelihatannya. Ayahnya, yang sudah delapan tahun tidak ia temui. Berjalan mendekat kearahnya.
"Kamu Cakra kan?" sapanya, matanya terpancar aura kebahagiaan. Tubuhnya terlihat bergetar dari balik jas dan kemejanya.
Dalam sekejap langsung memeluk tubuh Cakra. Tidak ada balasan apapun darinya. Rasa kecewa masih mengganjal.
"Anda siapa?" ujarnya dingin. Tubuhnya memaku ditempat, tidak ada pergerakan sedikitpun yang berubah.
"Papa Cakra." air mata mengalir bak sungai kecil. Menangis. Beberapa tahun dirinya terpisah dengan anak kembarnya.
"Saya sudah tidak memiliki papa."
Kalimat itu menohoknya. Seakan dihujani beribu-ribu pisau. Harapan bertemu dengan Cakra tidak sesuai ekspektasinya.
Melepas pelukannya. Menatap mata Cakra tajam. Rahangnya terkatup.
"Jangan durhaka Cakra!"
Ia mengganti posisi berdiri. Membalas menatap ayahnya. "Anda meninggalkan keluarga demi perempuan itu. Jangan salah jika saya seperti ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA
Teen FictionHidupnya kini telah berubah 180° setelah kepergian sang kekasih. Keluarga yang tidak harmonis semakin membuatnya jengah. Hubungan baik antara dirinya dan saudara kembarnya berubah setelah mengenal seorang perempuan yang sedikit berhasil mengubah hid...