9. Sembilan

400 92 57
                                    

Empat pemuda dengan seragam abu-abu terlihat bercanda melemparkan tawa di halte bus dekat sekolahnya. Duduk di atas sepeda motornya. Menunggu seseorang.

Mereka tidak tahu, apa yang akan dilakukan Cakra. Hanya menurut saja.

Lima menit, sepuluh menit, hingga lima belas menit. Tidak terlihat batang hidung yang mereka tuju.

"Lama banget sih Cak, tu anak ngapain gila!" kesal Andre.

"Tau tuh, kita duluan aja ya." timpal Satria, sudah lama mereka menunggunya.

Terik matahari menemani mereka. Ditambah kendaraan berlalu lalang yang membuat telinga bising.

"Tunggu lima menit, kalau ga muncul kita cabut." tegas Cakra.

Temannya hanya mengangguk pasrah.

Akhirnya, seseorang yang mereka tunggu terlihat di seberang jalan. Sedang menunggu sesuatu. Driver ojek dengan jaket hijau kebanggaannya mendekat ke arahnya. Dan dengan sigap Cakra menghampirinya.

"Hira, Tunggu!" teriaknya. Sang pemilik nama pun menoleh ke arah sumber suara.

"Good luck brodi!" seru teman-temannya.

Tepat di hadapan Hira.

Menyunggingkan senyum ke arahnya. Kerutan terlihat dikening Hira. Menimbulkan tanda tanya besar.

"Kenapa manggil?"

"Ayo neng, jangan lama-lama ngobrolnya. Orderan saya masih banyak." potong driver ojek online.

Cakra menatap malas ke arah driver ojek. Tidak sabar sekali. Padahal satu kata belum ia obrolkan dengan Hira.

"Tinggal aja pak, saya yang bayar." ucapnya, merogoh dompet kecil di dalam saku celananya. Mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu.

"Waduh, kebanyakan ini mas." balasnya.

"Gapapa, ambil aja pak."

"Wokeee. Makasih banyak ya mas duluan gih"

Cakra dengan santainya membatalkan pesanan Hira. Dirinya tidak tahu. Hira sudah memesan beberapa ojek online tetapi seluruh driver sedang sibuk. Hanya driver tersebut yang bisa mengantar Hira.

"Apaan sih Cak kok di cancel?" tanyanya dengan nada meninggi, menatap kesal ke arahnya.

"Asal lo tau ya, udah ada 10 ojol yang gue pesen. Cuma itu aja yang bisa. Ngeselin banget sih!" sambungnya.

Cakra terkekeh melihatnya. Seperti anak kecil yang marah dengan ibunya karena tidak dibelikan mainan.

"Malah ketawa lagi, gimana nih? Lo mah gitu."

Menurunkan kedua step motor. Memakaikan helm yang sengaja ia bawa untuknya. Memberi kode agar Hira segera naik.

"Hah?"

"Hah hah hah aja terus."

"Ayo naik." lanjutnya, menunggu Hira untuk menaiki motornya.

Dengan ragu ia duduk di jok belakang motor Cakra. Menunduk. Meremas rok sekolahnya. Dirinya sangat gugup.

Sengaja, Cakra menancap gas dengan tinggi. Sehingga Hira hampir terjatuh karenanya. Refleks memeluk tubuh Cakra dengan erat. Matanya memejam, sepertinya dirinya kini sudah mati kecelakaan.

"Cakra, lo gila ya!" serunya, masih dengan posisi semula.

Menormalkan kecepatan motornya. Cakra melihat ekspresi ketakutan Hira dari kaca spion kirinya. Melirik ke arah bawah, tangan Hira sangat erat memeluk pinggangnya. Senyuman lebar tercipta di wajah Cakra.

CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang