25. Dua Puluh Lima

254 18 2
                                    

Setiap pagi, kini menjadi kegiatan rutin Cakra semenjak menjalin status dengan Hira. Pukul 06:30 Cakra sudah rapi memarkirkan motornya di depan gerbang hitam dan rumah bernuansa putih tersebut. Ia menunggu kedatangan kekasihnya.

Beberapa menit ia menunggu, seseorang yang ia harapkan pun berjalan mendekat ke arahnya. Tanpa senyuman dan sepatah kata Hira ucapkan.

Tentu saja membuat Cakra harus berfikir keras mengenai sikap aneh Hira pagi ini.

"Pagi Ra, tumben agak kesiangan?" sapa Cakra lebih dahulu.

Hira hanya menjawabnya dengan anggukan tanpa membalas ucapan selamat pagi dari Cakra.

Cakra mendengus pelan, lalu hendak mengenakan helm kepada Hira. Sontak Hira menepis tangannya dan mengambil alih helm tersebut.

"Kamu kenapa sih, Ra?"

Tidak ada jawaban. Hira dengan acuh mengkaitkan kaitan helm dan segera duduk di jok belakang.

Cakra masih dengan perasaan bingungnya, ia menghidupkan mesin motornya dan melaju dengan kecepatan normal.

Sepanjang jalan tidak ada obrolan diantara mereka. Dengan sengaja Cakra mengarahkan kaca spion tepat di wajah Hira, dan yang ia lihat hanya wajah dengan ekspresi datar.

Mereka sampai di sekolah tepat bel berbunyi, Hira memasuki kelasnya terlebih dahulu tanpa bersamaan dengan Cakra.

Pasti setiap orang akan mengajukan beribu pertanyaan mengenai hal ini. Tidak biasanya Cakra akan membiarkan Hira memasuki kelas tanpa ada Cakra di sampingnya.

"Tumben, pacar lo ga jagain lo?" tanya Najwa yang juga baru datang.

"Ngga, sekarang kimia kan? Lo udah kerjain tugas?" alih Hira, ia tidak mau di lempar pertanyaan yang tidak menguntungkan bagi dirinya.

"Belum, contekin punya lo ya." Najwa langsung menyerobot tas ransel yang masih ia gendong dibelakang punggungnya.

"Dasar." untung saja Najwa terkecoh sehingga ia tidak perlu menjawab pertanyaannya.

__________

Empat jam berlalu, Cakra tidak fokus dengan mata pelajaran di kelasnya. Ia terus memikirkan sikap aneh Hira pagi ini. Benar-benar bukan Hira yang ia kenal. Apakah ia melakukan suatu kesalahan sehingga membuatnya marah?

Cakra mengacak frustasi rambutnya. Ia menutup wajahnya dengan dua telapak tangan. Mencoba memejamkan matanya dan mencoba mengingat kejadian yang membuat Hira bersikap aneh.

"Kenapa sih, Ra."

Andre yang tersadar dengan kecemasan Cakra ia mencoba menenangkannya.

"Ada apa, Cak?" tanya Andre.

Cakra menggeleng, ia berdiri dan mendekat ke arah guru yang tengah mengajar untuk memberikannya izin.

"Saya izin ke toilet ya, Bu."

"Silahkan"

Daripada berdiam diri di kelas dan memandang angka yang semakin membuatnya jengah, lebih baik ia pergi mencari udara sejuk.

Hal yang pertama ia tuku tentu saja rooftop sekolah. The best place. Ia memandangi langit bersemburat mentari pagi yang sudah menusuk kulitnya.

Ia mencoba menenangkan diri dan mengambil nafas dalam-dalam.

"Dasar aneh." umpatnya pelan.

Cakra berjalan menuju area parkir, ia mencoba mengeluarkan motornya yang sudah tertutupi oleh motor-motor siswa lain yang terparkir.

"Izin keluar pak, mau ambil buku ketinggalan." izin Cakra pada pak satpam yang berjaga.

"Sudah ada surat izin?" tanyanya.

"Udah pak, ini." angguknya, ia melihatkan kertas putih yang ia tenteng.

"Baik, taruh di kotak saja."

Cakra menuruti perintahnya dan melajukan motornya menjauhi sekolah.

Tidak tahu, apakah satpam itu sudah lelah dengan surat perijinan atau satpam itu sedang baik hati. Cakra tidak tahu. Padahal yang Cakra  perlihatkan bukan kertas izin melainkan kertas kosong untuk mengelabuhi agar ia bisa keluar tanpa izin guru.

Cakra memarkirkan motornya di warung Abah. Terlihat Abah yang sedang sibuk mempersiapkan dagangan warungnya tersebut.

"Pagi, Bah." sapa Cakra dan bersalaman.

"Loh, Cakra. Kenapa pagi-pagi kemari? Ga sekolah budak?" tanyanya yang terkejut melihat Cakra dengan seragam sekolahnya malah mampir.

"Bolos, sekali-kali." ucapnya lalu di akhiri dengan cengiran.

"Bolos bolos, aduin mamah ya." ancam Abah disertai wajahnya yang garang.

"Jangan, Cakra lagi pusing di sekolah." cegahnya, lalu ia mendaratkan dirinya di kursi.

"Dasar bocah. Kopi apa teh?" tawarnya.

"Kopi aja, Bah."

Memang warung Abah adalah salah satu pelariannya ketika ia merasakan penat. Sesekali Abah bisa dijadikan sebagai teman curhatnya. Seringkali Cakra dan teman-temannya bercerita tentang kehidupan bahkan masalah percintaan kepada Abah.

"Perempuan itu gampang berubah moodnya, Cak. Tapi gampang ngatasinnya. Tinggal kasih perhatian dan coba bujuk atau temani dia. Ngertiin dia dah paling gampang mah."

"Udah, Bah. Cakra sampai bingung ga nemu jawabannya."

"Yaudah, biarin dia. Kasih waktu aja."

Cakra menceritakan semua kepada Abah. Bercerita membuatnya merasa sedikit lega.

Ponselnya bergetar sedari tadi. Ia melihat beberapa pesan dari temannya, Andre.

Andre
Lo bolos ya nyet?

Andre
Bener-bener udah gila ni anak

Andre
sinting.

Cakra
nanti bawain tas gue, pulang sekolah nongkrong warung Abah

Andre
siap bos!

Cakra beralih membuka roomchat dengan Hira, pesannya dari tadi malam hanya Hira baca tanpa mengirimkan balasan.

Cakra
nanti pulang sekolah jalan-jalan yuk, Ra.

Dan lagi, pesan dari Cakra hanya mendapat balasan 'Read'.

Cakra mengembuskan nafas kasar. Kesal dengan sikap Hira yang membuatnya frustasi.

-TBC-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang