19. Sembilan Belas

168 14 0
                                    

Cakra menatap bendera merah putih yang berkibar. Sinar mentari pagi itu menyengat kulit. Peluhnya bercucuran. Badannya seperti dibasahi air. Sudah 15 menit ia berdiri tegak.

Botol minum berada tepat disamping sepatu Cakra. Ia melirik sebentar dari ekor matanya. Terkejut. Mengapa Hira bisa tahu dirinya sedang di hukum? Sungguh memalukan.

"Buat lo, minum dulu." katanya sambil meletakkan botol minum tersebut.

"Taruh situ aja." jawabnya singkat, matanya kembali menatap bendera.

Hira tertawa kecil. Entah lucu atau kasihan, wajah Cakra terlihat merah seperti kepiting rebus. Ia memberikan topi yang sengaja ia bawakan untuk Cakra. Memakaikannya dengan susah payah karena Cakra terlalu tinggi.

Cakra terkekeh sebab Hira tidak sampai untuk memakaikannya topi.

"Udah, olahraga lagi gih." tukas Cakra.

Bu Rin yang menciduk mereka berdua berkacak pinggang melihatnya. Matanya menyorot tajam ke arah mereka. Dalam hitungan detik suara Bu Rin menggelegar memekik dalam telinga.

"CAKRA! HIRA!"

Mereka menutup telinga bersamaan. Gelagapan mendapati kehadiran Bu Rin di tengah perbincangannya.

"Kalian pacaran? Dan kamu Hira, ini masih jam pelajaran. Mau saya hukum juga?" galaknya.

Hira dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Enggak Bu, cuman kasih minum aja."

"Kasih minum, kasih minum. Modus kamu."

Matanya melotot setelah mendengar perkataan Bu Rin yang mengelantur. Malu bukan main, padahal memang niatnya ia ingin memberi minum saja untuk Cakra.

"Modus ya, Ra?" sambung Cakra. Kini ia tertawa melihat Hira yang sangat salah tingkah. Menggemaskan.

"Modus?" beo Hira.

"Pecaya diri banget." sambungnya.

Bu Rin menyimak percakapan mereka. Memang remaja sekarang sedang di landa asmara. Bukannya melerai malah seperti sedang menonton film drakor.

"Udah, Hira kembali ke kelasmu. Cakra hukuman kamu selesai." jelasnya.

Cakra menghela nafas, akhirnya hukumannya selesai. Rasanya kakinya ingin copot, pasalnya ia berdiri hormat bendera selama 15 menit lebih.

"Jangan pacaran lagi waktu jam pelajaran." tegasnya, lalu Bu Rin melangkah meninggalkan mereka berdua.

Cakra dan Hira saling menatap. Bagaimana bisa dibilang pacaran? Orang status aja bukan pacar.

"Apa lo." sahut mereka bersamaan.

Sontak mereka tertawa kecil, sangat konyol.

"Thanks Ra." ucap Cakra sembari melihatkan botol minumnya yang tinggal separuh.

"Sama-sama, jangan kena hukum lagi."

Cakra mengacungkan jempol. Mendekat ke arah telinga Hira dan membisikkan sesuatu.

"Jangan suka modus."

Sialan. Niat ia baik malah disangka modus, tapi memang bisa dibilang sedikit modus.

Hira menghentakkan kakinya saat Cakra meninggalkan dirinya begitu saja setelah mengatakan itu.

Di lain tempat pada waktu yang bersamaan. Chandra sedang berbincang dengan seorang perempuan yang sudah lama mengganggunya.

Bila kalian bertanya. Mengapa Chandra tidak mengikuti pelajaran? Bukannya ia membolos, tetapi ia sudah sangat muak dengan Keysha yang terus saja membujuknya untuk membicarakan hal yang menurutnya tidak penting.

"Lo ga mau terima gue, Chan?" tanya Keysha sekali lagi, ia sudah berulang kali menanyakan hal tersebut.

Chandra menggelengkan kepala. Sudah berulang kali pula ia menolaknya. Tidak ada kata menyerah dalam diri Keysha.

"Gue suka sama lo udah dari awal ketemu lo, lo gamau hargai itu?" tanyanya, matanya menatap serius ke arah Chandra.

"Key, tolong. Jangan paksain diri lo sendiri buat orang yang ga suka sama lo sama sekali."

Hatinya bagai di hujam seribu jarum. Air matanya yang sedari tadi terbendung keluar mengalir seperti anak sungai. Sakit.

"Gue cuma minta itu Chan, apa gue salah terlalu berharap sama lo?"

"Apa cara mencintai gue salah?" lanjutnya, suaranya bergetar saat menanyakan itu.

Chandra menangkup pipi Keysha, mengusap pipinya yang basah. Kembali menatap mata yang terus saja mengeluarkan cairan bening.

"Ga salah. Tapi yang harus lo tau, gue ga bisa paksain hati gue buat jatuh ke hati lo. Paham kan, Key?"

Tangisan Keysha pecah saat itu juga. Apakah perjuangannya selama ini tidak bisa Chandra terima sedikit pun?

"Oke Chan, mungkin untuk saat ini lo ga bisa nerima gue. Tapi, suatu saat? Mungkin hati lo terbuka untuk gue." ucap Keysha, ia melepaskan tangan Chandra yang masih mengusap pipinya.

Chandra tersenyum, ia tahu bahwa hatinya bukan untuk Keysha. Bukan ia tidak mau bersama Keysha, tetapi kenyataannya hatinya untuk perempuan lain.

TBC




CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang