5. Lima

629 163 90
                                    

"Chandra, ibu minta tolong sampaikan informasi ini ke Hira Hermosa, siswi Nusantara High School  oke?" titah seorang guru sebagai mata pelajaran matematika.

"Iya Bu, nanti saya sampaikan. Dan sebelumnya apa ibu punya nomor dia? Karena saya tidak punya."

Guru tersebut mengangguk. Lalu membuka stop map bersampul merah. Dan mulai mencari data seorang siswi yang bersangkutan. Ia memberikan 12 digit nomor kepada Chandra.

"Siap Bu, nanti saya sampaikan." katanya, meninggalkan kantor guru.

Dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Membuka aplikasi WhatsApp dan menambahkan nomor yang diberikan kepadanya. Mengirimkannya pesan.

Hi, gue Chandra anak Sastra High School. Ada yg mau gue omongin soal olimpiade Math. Bisa ketemu di Coffe-ku dkt sekolah lo?

Mendapat jawaban setuju. Chandra langsung bergegas menuju ke kafe untuk membicarakan perihal olimpiade.

Aroma Coffe Espresso penuh di indera penciumannnya. Memandangi kendaraan berlalu lalang dari balkon kafe. Menunggu seseorang yang telah janji untuk bertemu. Sapaan akrab gadis berseragam sekolah menggunakan cardigan abu-abu membuyarkan lamunannya.

"Hai, ini Chandra bukan?"

Chandra menoleh ke arah suara yang menyapa dirinya. Menampilkan senyuman ramah kepadanya.

Terkejut. Apakah dia dibohongi oleh Cakra? Dengan menjadi seorang Chandra untuk bertemu di sini? Pasalnya laki-laki ini mirip dengan Cakra.

"Iya gue Chandra, duduk sini." Chandra mempersilahkan Hira duduk tepat disebelahnya.

Hira menarik sedikit kursi di depannya untuk memberinya posisi yang nyaman untuk memposisikan diri. Menatap Chandra dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dan ingin membenarkan.

"Beneran Chandra?"

Chandra terkekeh lalu mengangguk. "Tentu." To the point. Membahas soal olimpiade matematika yang diwejangkan gurunya.

"Jadi gini, karena lo tahun lalu jadi juara olimpiade. Guru gue Bu Risma, menawarkan kerja sama. Dia mau lo ikut olimpiade lagi. Dan gue bakal bimbing lo." jelasnya.

"Berarti gue harus ikut lagi?" tanyanya setelah mendengar penjelasan Chandra.

"Iya, karena lo punya bakat dalam bidang ini. Dan kalau lo mau, lo bisa belajar bareng gue."

Hira mempertimbangkan pernyataan Chandra. Ia sangat ingin mengikuti banyak olimpiade agar mudah mendaftar di universitas yang diinginkannya.

"Oke, gue mau."

Mengangguk mendapat jawaban Hira. "Gue hubungin lo lagi kapan dan dimana kita mulai belajar."

Memicingkan mata. "Lo beneran Chandra kan? Ga nipu gue?" interogasinya, ia tidak yakin.

"Iya. Kenapa?" Ia kini bingung dengan pertanyaan Hira yang dari tadi tidak percaya bahwa dirinya adalah Chandra.

"Pernah ketemu orang yang persis kayak gue?" sambungnya.

"Gue punya kembaran."

Saudara kembar? Apakah Cakra bersaudara dengan Chandra? Ia membuang rasa penasarannya. Lagi pula, mengapa dia penasaran dengan Cakra dan Chandra.

"Hah?" tanyanya dengan wajah cengo.

Chandra terkekeh melihat raut wajahnya. "Lupain aja deh."

Hira berdecak kesal. Ia tidak paham dengan perkataan Chandra. Otaknya mendadak lemot.

Merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Mereka berdua memilih untuk pulang.

Tidak lupa membayar total pesanan. Dan bertanya pada Hira. "Mau gue anter pulang?"

CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang