21. Dua Puluh Satu

169 15 1
                                    

Pukul 20.07. Hira langsung merebahkan dirinya di kasur. Meregangkan otot-otot badannya yang terasa kaku. Ia mencoba memejamkan matanya sebentar.

TINGG

Belum ada lima menit, notifikasi dari line-nya berbunyi. Segera ia meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas.

Cakra
selamat malam pacar, istirahat ya.

Senyumannya lagi-lagi mengembang. Banyak kupu-kupu dari dalam perutnya yang berterbangan. Ia mulai mengetik balasan untuk Cakra. Yang notabene adalah pacarnya?

Hira
malam, iya ntar.

Cakra
pacarnya mana? ketinggalan di jalan ya?

Hira terkekeh oleh jawaban Cakra. Ternyata orang se-keren Cakra bisa melawak juga ya.

Hira
tau tuh, ketinggalan mungkin

Cakra
istirahat ya.

Hira hanya membaca pesan Cakra. Ia menutup kembali ponsel dan mencharge baterai.

Masih tidak ia sangka, bahwa sekarang ia adalah kekasih Cakra. Perlakuan manis Cakra tadi benar-benar membuatnya tidak bisa tidur atau bahkan membuat tidurnya terlelap dan bermimpi indah.

🍁🍁🍁

Hira mengamati dirinya di dalam pantulan kaca. Rambutnya dibiarkannya tergerai. Memoles wajahnya dengan bedak tipis dan bibirnya dengan lipbalm. Ia sudah siap berangkat sekolah.

Ia membuka gorden kamarnya. Terkejut. Cakra sudah berada di depan rumahnya, sedang mengotak-atik ponsel dan menunggu di atas motor miliknya. Ia sama sekali tidak meminta Cakra untuk menjemputnya pergi sekolah.

Hira segera menuruni anak tangga untuk menemui Cakra. Ya, dirinya tidak sempat sarapan. Cakra benar-benar membuatnya bingung, ia menyalimi punggung tangan ke-dua orang tuanya sebelum ia pergi.

Cakra tersenyum kala melihat perempuan yang dari 15 menit lalu ia tunggu kehadirannya. Hira berlari kecil menghampirinya.

"Selamat pagi, pacar." sapanya ramah, senyumannya Cakra perlihatkan sehingga menunjukkan lesung pipit miliknya.

'Ya Tuhan, ganteng banget pacar Hira. Sungguh indah ciptaan-Mu, Tuhan .'

Niatnya musnah. Tadinya ia akan memarahi Cakra, alasan dirinya tiba-tiba berada di depan rumahnya. Seperti jelangkung. Datang tak di undang pulang tak di antar. Hira mengontrol emosinya.

"Pagi."

"Lo ngapain?" sambung to the point.

"Jemput kamu, lah."

"Kan udah dibilang pake aku-kamu." tegasnya lagi.

Sekarang raut wajah Cakra berubah, bukan raut wajah marah. Melainkan seperti anak kecil yang sedang marah pada ibunya karena keinginannya membeli mainan baru tidak terpenuhi.

"Aku belum terbiasa." jawab Hira singkat.

Hira melirik arloji kecil ditangannya. Waktu menunjukkan pukul 06.40. Sudah sangat kesiangan bagi Hira.

"Udah siang ini."

"Ayo, naik." tuntun Cakra, ia memasangkan helm untuk Hira.

CAKRAWALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang